Isu Gender dalam Kesehatan Reproduksi
Gender mempunyai pengaruh besar terhadap kesehatan laki-laki dan perempuan.Baik laki-laki maupun perempuan sama-sama terkena dampak dan gender steriotipi masingmasing. Misalnya sesuai dengan pola perilaku yang diharapkan sebagai laki-laki, maka lakilaki dianggap tidak pantas memperlihatkan rasa sakit atau mempertunjukkan kelemahan-kelemahan serta keluhannya.
Perempuan yang diharapkan memiliki toleransi yang tinggi, berdampak terhadap cara mereka menunda-nunda pencarian pengobatan, terutama dalam situasi social ekonomi yang kurang dan harus memilih prioritas, maka biasanya perempuan dianggap wajar untuk berkorban.
Keadaan ini juga dapat berpengaruh terhadap konsekuensi kesehatan yang dihadapi laki-laki dan perempuan.Empat isu gender dalam berbagai siklus kehidupan yaitu:
a. Isu Gender di Masa Kanak-Kanak
Isu gender pada anak-anak laki-laki, misalnya: pada beberapa suku tertentu, kelahiran bayi laki-laki sangat diharapkan dengan alas an, misalnya laki-laki adalah penerus atau pewaris nama keluarga; laki-laki sebagai pencari nafkah keluarga yang handal; laki-laki sebagai penyanggah orang tuanya di hari tua. Dan perbedaan perlakuan juga berlanjut pada masa kanak-kanak.
Pada masa kanak-kanak, sifat agresif anak laki-laki serta perilaku yang mengandung resiko diterima sebagai suatu kewajaran, bahkan didorong kearah itu, karena dianggap sebagai sifat anak laki-laki. Sehingga data menunjukkan bahwa anak laki-laki lebih sering terluka dan mengalami kecelakaan.
b. Isu Gender Pada Anak Perempuan
Secara biologis bayi perempuan lebih tahan daripada bayi laki-laki terhadap penyakit infeksi di tahun-tahun pertama kehidupannya. Sebab itu jika data memperlihatkan kematian bayi perempuan lebih tinggi dan bayi laki-laki, patut dicurigai sebagai dampak dari isu gender.
Di masa balita, kematian karena kecelakaan lebih tinggi dialami oleh balita laki-laki, karena sifatnya yang agresif dan lebih banyak gerak.
c. Isu Gender di Masa Remaja
Isu gender yang berkaitan dengan remaja perempuan, antara lain: kawin muda, kehamilan remaja, umumnya remaja puteri kekurangan nutrisi, seperti zat besi, anemia. Menginjak remaja, gangguan anemia merupakan gejala umum dikalangan remaja putri.
Gerakan serta interaksi sosial remaja puteri seringkali terbatasi dengan datangnya menarche. Perkawinan dini pada remaja puteri dapat member tanggung jawab dan beban melampaui usianya.
Belum lagi jika remaja puteri mengalami kehamilan, menempatkan mereka pada resiko tinggi terhadap kematian. Remaja putreri juga berisiko terhadap pelecehan dan kekerasan seksual, yang bisa terjadi di dalam rumah sendiri maupun di luar rumah.
Remaja putri juga bisa terkena isu berkaitan dengankerentanan mereka yang lebih tinggi terhadap perilaku-perilaku stereotipe maskulin, seperti merokok, tawuran, kecelakaan dalam olah raga, kecelakaan lalu lintas, ekplorasi seksual sebelum nikah yang berisiko terhadap penyakit-penyakit yang berkaitan dengan: IMS, HIV/AIDS.
d. Isu Gender di Masa Dewasa
Pada tahap dewasa, baik laki-laki maupun perempuan mengalami masalah-masalah kesehatan yang berbeda, yang disebabkan karena faktor biologis maupun karena perbedaan gender. Perempuan menghadapi masalah kesehatan yang berkaitan dengan fungsi alat reproduksinya serta ketidaksetaraan gender.
Masalah-masalah tersebut, misalnya konsekwensi dengan kehamilan dan ketika melahirkan seperti anemia, aborsi, puerperal sepsis (infeksi postpartum), perdarahan, ketidakberdayaan dalam memutuskan bahkan ketika itu menyangkut tubuhnya sendiri (“tiga terlambat”).
Sebagai perempuan, dia juga rentan terpapar penyakit yang berkaitan dengan IMS dan HIV/AIDS, meskipun mereka sering hanya sebagai korban. Misalnya: metode KB yang hanya difokuskan pada akseptor perempuan, perempuan juga rentan terhadap kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan ditempat kerja, dan diperjalanan.
e. Isu Gender di Masa Tua
Di usia tua baik laki-laki maupun perempuan keadaan biologis semakin menurun. Mereka merasa terabaikan terutama yang berkaitan dengan kebutuhan mereka secara psikologis dianggap semakin meningkat. Secara umum, umur harapan hidup perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki.
Namun umur panjang perempuan berisiko ringkih, terutama dalam situasi soaial-ekonomi kurang. Secara kehidupan social biasanya mereka lebih terlantar lagi, terutama yang berkaitan dengan kebutuhan yang semakin banyak dan semakin tergantung terhadap sumber daya.
Osteoporosis banyak diderita oleh perempuan di masa tua, yaitu delapan kali lebih banyak dari pada laki-laki. Depresi mental juga lebih banyak diderita orang tua, terutama karena merasa ditinggalkan. Gender mempunyai pengaruh besar terhadap kesehatan laki-laki dan perempuan. Hal ini semakin dirasakan dalam ruang lingkup kesehatan reproduksi antara lain karena hal berikut :
- Masalah kesehatan reproduksidapat terjadi sepanjang siklus hidup manusia seperti masalah inces yang terjadi pada masa anak-anak dirumah, masalah pergaulan bebas , kehamilan remaja.
- Perempuan lebih rentan dalam menghadapi resiko kesehatan reproduksi seperti kehamilan, melahirkan, aborsi tidak aman dan pemakaian alat kontrasepsi. Karena struktur alat reproduksi yang rentan secara social atau biologis terhadap penularan IMS termasuk STD/HIV/AIDS.
- Masalah kesehatan reproduksi tidak terpisah dari hubungan laki-laki dan perempuan. Namun keterlibatan, motivasi serta partisipasi laki-laki dalam kesehatan reproduksi dewasa ini masih sangat kurang.
- Laki-laki juga mempunyai masalah kesehatan reproduksi, khususnya berkaitan dengan IMS. HIV, dan AIDS. Karena ini dalam menyusun strategi untuk memperbaiki kesehatan reproduksi harus dipertimbangkan pula kebutuhan, kepedulian dan tanggung jawab laki-laki.
- Perempuan rentan terhadap kekerasan dalam rumah tangga (kekerasan domestik) atau perlakuan kasar yang pada dasarnya bersumber gender yang tidak setara.
- Kesehatan reproduksi lebih banyak dikaitkan dengan urusan perempuan seperti KB.
Posting Komentar untuk "Isu Gender dalam Kesehatan Reproduksi"