Sejarah Perasuransian di Indonesia
Adanya asuransi di negeri kita ini
akibat dari berhasilnya bangsa Belanda dalam sektor perkebunan dan perdagangan di negeri jajahannya, sehingga untuk memenuhi kebutuhan akan
jaminan kehilangan usahanya, adanya asuransi mutlak diperlukan.
Diperkirakan masuknya asuransi ke Indonesia adalah sesaat setelah
berdirinya sebuah perusahaan asuransi di Belanda yang bernama De Nederlanden
Van 1845.
Di Indonesia sendiri oleh orang Belanda didirikan sebuah perusahaan
asuransi jiwa dengan nama Nederlandsh Indisch Leven Verzekering En Liefrente
Maatschappij (NILLMIJ), dimana perusahaan ini terakhir diambil alih oleh
Pemerintah Republik Indonesia dan sekarang bernama PT Asuransi Jiwasraya.
Sejalan dengan arus pergerakan kebangsaan, seperti lahirnya Budi Utomo di
tahun 1908, lahir pula bentuk-bentuk usaha asuransi jiwa dari kalangan bumiputera (bangsa Indonesia), seperti:
- Q.L. Mij PGHB (Onderlinge Levensverzekerings Maatschappij Persatuan Guru Hindia Belanda), 12 Februari 1912 di Magelang. Kemudian menjadi O.L. Mij Boemi Poetra dan akhirnya sekarang menjadi Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera (AJB) 1912.
- Maskapai Asuransi Indonesia (didirikan oleh Dr. Samratulangi).
- De “Bataviasche” O.L. Mij.
- De O.L. Mij “Djawa”.
Terlihat bahwa pemikiran akan pentingnya asuransi di kalangan bangsa
Indonesia sudah mulai berkembang. Kalau diperhatikan lebih teliti,
hampir semuanya berbentuk perusahaan bersama (mutual) merupakan suatu hal yang selaras dengan jiwa gotong royong bangsa Indonesia.
Pada tahun 1942 -1945, perkembangan asuransi praktis terhenti karena
sedang terjadi revolusi fisik. Setelah bangsa Indonesia merdeka, maka
mulai tahun 1950, asuransi mulai tumbuh lagi di mana pada periode ini
bangsa Indonesia mulai membangun perekonomian sendiri.
Perusahaanperusahaan asuransi yang tadinya dibekukan mulai dibuka kembali, namun
demikian adanya kebijaksanaan Pemerintah Republik Indonesia pada saat itu
yang menguasai semua jalur perekonomian, dan masa perjuangan mengembalikan wilayah Irian Barat dari tangan penjajah bangsa Belanda menyebabkan
semua perusahaan asing diambil alih oleh negara, termasuk perusahaan-perusahaan asuransi.
Perusahaan-perusahaan asuransi kerugian asing yang dinasionalisasikan ini dijadikan Perusahaan Negara Asuransi Kerugian (PNAK) yang pada
saat itu ada 6 PNAK, yaitu:
- PNAK Ika Mulya ex. O. J. W Schlenckeer.
- PNAK Ika Karya ex. Bloim Van Der Aa.
- PNAK Ika Chandra ex. DE. Nederlandan Van 1945.
- PNAK Ika Nusa ex NV. Assurantie Maatschappij de Nederlandshe Lloyd Anno 1953.
- PNAK Ika Bharata ex. Batabiashe Zee and Brand Ass 1843.
- PNAK Ika Bhakti ex. Langevelt Schoroder.
Selanjutnya keenam PNAK ini dilebur menjadi tiga perusahaan negara yaitu:
- PNAK Djasa Raharja, yang khusus bergerak dalam bidang sosial.
- PNAK Djasa Samoedera, yang khusus bergerak untuk bidang asuransi marine.
- PNAK Djasa Aneka, yang khusus dalam bidang asuransi kebakaran dan aneka.
Ketiga PNAK ini kemudian dilebur menjadi satu perusahaan yang disebut
Perusahaan Negara Asuransi Bendasraya yang bergerak dalam semua jenis
asuransi kerugian.
Pada tahun 1973 Perusahaan Negara Asuransi Bendasraya
ini digabungkan dengan PT Umum Internasional Underwriter menjadi PT
(Persero) Asuransi Jasa Indonesia.
Untuk kesejahteraan rakyat, pemerintah juga mendirikan
perusahaan-perusahaan asuransi sosial yang melaksanakan kegiatannya
berdasarkan ketentuan perundang-undangan, seperti:
- Perum Jasa Rahardja (sekarang persero), yang melaksanakan Undang-Undang Kecelakaan penumpang dan Dana Kecelakaan Lalu Lintas.
- Perum Taspen yang menyelenggarakan Tabungan dan Asuransi untuk Pegawai Negeri. Perum Taspen didirikan tahun 1964 dan pada saat itu menjadi satu-satunya perusahaan milik negara yang mengkhususkan penetapan asuransi dalam valuta asing.
- Perum ASABRI, untuk anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
- Perum ASTEK (Jamsostek), yaitu Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK) yang merupakan asuransi kecelakaan tenaga kerja perusahaan swasta dan melaksanakan Peraturan Pemerintah tahun 1977.
Dengan lahirnya pemerintah Orde Baru 1966 maka sektor swasta ditumbuhkan lagi dan jalur perekonomian yang dikuasai perusahaan-perusahaan
negara dibagi menjadi tiga golongan, yaitu Perusahaan Jawatan, Perusahaan
Umum, dan Persero (Undang-Undang No. 9 tahun 1969).
Dengan pesatnya
pembangunan di Indonesia sejak masa Orde Baru, Industri Perasuransian pun
berkembang dengan pesat.
Dalam upaya menerbitkan dan meningkatkan mutu dari industri asuransi
di Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan berupa
ketentuan dan perundangan.
Ketentuan perundangan yang penting dalam
menertibkan usaha bidang perasuransian ini adalah Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 214 dan 215/KMK.013/1988 yang dikenal dengan Paket
Desember.
Tidak lama kemudian setelah itu, lahirlah undang-undang khusus mengenai
usaha perasuransian sebagai yang pertama kalinya sejak Republik Indonesia
merdeka, yaitu Undang-Undang No.2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian berikut dengan peraturan pemerintah, keputusan Menteri Keuangan
dan peraturan ketua Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan
(Bapepam-LK) yang mengatur sangat rinci mengenai langkah-langkah usaha
perasuransian dalam dunia asuransi.
Undang-Undang tersebut diperbaharui
dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014.
Kini otoritas pengawas industri perasuransian adalah Otoritas Jasa Keuangan
(OJK). OJK telah mengeluarkan aturan tentang penetapan tarif premi asuransi
serta ketentuan biaya akuisisi, terhitung sejak 24 Januari 2014 yaitu Surat Edaran
OJK Nomor SE-06/D.05/2013.
Penetapan tarif premi asuransi ini sudah sesuai dengan Pasal 20 Peraturan
Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian, dan sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor 422/KMK.06/2003
Pasal 19, bahwa premi harus dihitung berdasarkan profil kerugian (risk and
loss profile) selama sekurang-kurangnya lima tahun.
Surat Edaran OJK Nomor
SE-06/D.05/2013 Tanggal 31 Desember 2013 tentang Penetapan Tarif Premi
Serta Ketentuan Biaya Akuisisi pada Lini Usaha Asuransi Kendaraan Bermotor
dan Harta Benda Serta Jenis Risiko Khusus Meliputi Banjir, Gempa Bumi, Letusan
Gunung Api, dan Tsunami Tahun 2014 sudah didasarkan pada hasil diskusi
intensif bersama asosiasi perusahaan asuransi serta pelaku industri asuransi.
Surat Edaran terkait penetapan tarif premi saat ini telah diperbaharui oleh OJK
melalui Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 6/SEOJK.05/2017 tentang
Penetapan Tarif Premi Atau Kontribusi Pada Lini Usaha Asuransi Harta Benda
Dan Asuransi Kendaraan Bermotor.
Surat edaran itu mengatur penetapan batas atas dan batas bawah tarif premi,
kecuali untuk asuransi gempa bumi. Tarif batas atas ditetapkan dengan
tujuan melindungi kepentingan masyarakat dari pengenaan premi yang berlebihan (over-pricing).
Sedangkan penetapan tarif batas bawah bertujuan mencegah
tarif premi yang tidak memadai yang dapat menyebabkan perusahaan asuransi
tak mampu membayar kewajibannya saat terjadi klaim.
Penyempurnaan tampaknya masih akan dilakukan terus oleh otoritas
pemerintah terutama sehubungan dengan pembinaan perusahaan-perusahaan
asuransi nasional dalam menghadapi era globalisasi yang akan datang.
Posting Komentar untuk "Sejarah Perasuransian di Indonesia"