Etika Teologis dan Etika Filsafati
Bila etika adalah ilmu yang mempelajari norma-norma sebagai ukuran
untuk menilai perilaku dan motivasi manusia apakah baik atau tidak,
pertanyaan yang muncul adalah dari manakah sumber norma manusia itu?
Untuk menjawab pertanyaan ini, ada dua kategori jawaban.
Pertama, dari Allah
atau yang dianggap Tuhan. Kedua, dari manusia sendiri melalui kontrak sosial
atau penalarannya.
Berikut ini adalah deskripsi tentang etika teologis dan filsafati. Amatilah
perbedaan antara etika teologis dan filsafati dalam uraian berikut.
Setelah itu,
Anda diminta untuk mengomunikasikan perbedaan antara etika teologis dan
filsafati dengan menggunakan kata-kata Anda sendiri di kelas.
1. Etika Teologis
Etika teologis adalah sistem etika yang sumber normanya dipercayai berasal
dari Tuhan atau setidak-tidaknya lahir dari asumsi-asumsi teologis baik
tentang Tuhan dan manusia yang sumber utamanya dari kitab suci masingmasing agama.
Pernyataan- pernyataan dari kitab suci masing-masing agama
itu masih perlu ditafsirkan dalam konteks dan sejarahnya agar menemukan arti
serta nilai-nilai yang bisa dijadikan norma perilaku dan motivasi manusia.
Etika
Kristen, etika Islam, etika Hindu, etika Buddha, dll. termasuk dalam kategori
etika teologis. Memang cara orang percaya menggunakan kitab suci untuk
menyimpulkan nilai moral sebagai norma etis berbeda antara satu
orang/kelompok dengan orang/kelompok lain.
Walaupun demikian, tidak
dapat disangkal bahwa dari berbagai etika teologis itu banyak sekali nilai-nilai
yang tumpang tindih atau sama. Mengapa demikian? Bisakah Anda memberi
penjelasan berupa deskrispsi yang memadai?
Menurut Anda, adakah masalah
ketika seseorang menganut suatu sistem etika yang sumber normanya
dipercayai berasal dari Tuhan? Berilah contoh dalam deskripsi atau jawaban
Anda!
Mungkinkah seseorang dapat melakukan kesalahan/pelanggaran serius melulu karena yakin bahwa nilai moralnya dari Tuhan dan diterapkan secara
harafiah tanpa memahami konteksnya dulu maupun sekarang?
Bagi sistem etika Kristen, acuan utamanya adalah pada tokoh dan teladan
Kristus sendiri, melalui ajaran-ajaran-Nya terutama melalui contoh kehidupanNya.
Karakter yang ideal sesuai kehendak Allah terwujud dan tercermin dalam
keseluruhan hidup-Nya. Jadi, apa yang sudah dijelaskan di atas, tidak ada etika
Kristen dan karakter Kristen kalau tidak dikaitkan dengan Yesus Kristus baik
melalui ajaran-Nya dan teladan-Nya.
2. Etika Filsafati
Etika filsafati adalah etika yang dibangun atas dasar pemikiran filsafati
manusia maupun berdasarkan kontrak sosial. Etika filsafat ini sudah ada sejak
dulu, bahkan setiap kebudayaan melahirkan sistem nilai yang menjadi norma
perilaku dan motivasi yang baik.
Yang menjadi persoalan, apakah sistem etika
teologis/keagamaan tidak membutuhkan sistem etika filsafati atau setidaknya
pemikiran filsafati keagamaan, atau sebaliknya? Mungkinkah?
Yang masuk dalam kategori etika filsafati adalah positivisme, hedonisme,
utilitarianisme dan lain-lain.
Dalam kaitan dengan etika filsafati, di manakah
letak sistem etika Kristen? Apakah sistem etika Kristen hanya menjadikan
kitab suci agamanya (Alkitab) sebagai sumber satu-satunya.
Sebagai suatu
sistem, dibutuhkan koherensi dan penalaran sehingga pasti butuh penalaran
filsafati juga walaupun etika Kristen tidak bisa dikatakan sebagai produk
penalaran manusia saja. Bila produk penalaran manusia saja, etika Kristen
kekurangan daya pendorong untuk dilakukan.
Agama tanpa dimensi etis, moral, dan karakter, hampir tidak ada fungsi yang
signifikan bagi kemanusiaan dan dunia ciptaan Tuhan. Agama mungkin hanya
berfungsi memberi penghiburan di kala duka, dan pengharapan di kala putus
asa sambil menggiring orang masuk surga.
Pada bab ini, secara agak panjang
lebar telah dibahas etika, moral, dan karakter serta kaitannya dengan iman
Kristiani.
Walau etika sebagai ilmu mempelajari prinsip-prinsip dan bagaimana
prinsip-prinsip tersebut dibangun, etika juga kurang berguna bila suatu sistem
etika tidak memberi seperangkat penuntun untuk bertindak konkret.
Etika
Kristen sebagai suatu sistem memang menjadi seperangkat penuntun untuk
bertindak secara moral di tengah-tengah nilai-nilai yang bertabrakan di sana
sini yang membuat manusia bingung. Sudah tentu etika Kristen bukan satu-satunya penuntun yang berlaku di masyarakat karena masing-masing sistem
etika menawarkan penuntun.
Meski sumber penuntun moral itu adalah
Alkitab, dan tersebar di mana-mana, ada prinsip utama yang menjadi Kaidah
Kencananya, yakni yang terdapat dalam Hukum Kasih: kasih kepada Allah
melalui kasih kepada sesama dan alam ciptaan Tuhan.
Bisa juga sumber
penuntun moral diambil dari kata-kata Tuhan Yesus: sebagaimana kamu
kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada
mereka.
Pada akhirnya etika dan moralitas harus menunjukkan kebajikankebajikan (virtues) yang kemudian melalui pendidikan membangun karakter
kebajikan-kebajikan tersebut terjalin dengan pengalaman keseharian kita.
Itulah karakter yang baik, sehingga tujuan pendidikan semula untuk menjadi
naradidik “smart and good” menjadi suatu kenyataan yang pada gilirannya
menyumbang untuk menjadikan bangsa dan masyarakat ini berkarakter.
Posting Komentar untuk "Etika Teologis dan Etika Filsafati"