Kesetaraan Laki-Laki dan Perempuan Menurut Kristen
Masyarakat Indonesia pada umumnya menganut budaya patriarki yang begitu kental.
Di belahan dunia lain pun juga demikian, laki-laki selalu diprioritaskan daripada
perempuan.
Walaupun kasus ketidaksetaraan gender di masyarakat tidak ekstrim
seperti masa lalu, namun masih ada tindakan diskriminasi terhadap perempuan yang
tidak terekspos media. Dalam keluarga, misalnya orang tua atau bahkan lingkungan, secara langsung
maupun tidak langsung telah mensosialisasikan peran anak laki-laki dan perempuan
secara berbeda.
Anak laki-laki diminta membantu orang tua dalam hal-hal tertentu
saja, bahkan seringkali diberi kebebasan untuk bermain dan tidak dibebani tanggung
jawab tertentu. Anak perempuan sebaliknya diberi tanggung jawab untuk membantu
pekerjaan yang menyangkut urusan rumah (membersihkan rumah, memasak, dan
mencuci).
Kesetaraan gender adalah suatu kondisi dimana semua manusia (baik laki-laki
maupun perempuan) bebas mengembangkan kemampuan personal mereka dan
membuat pilihan-pilihan tanpa dibatasi oleh stereotype, peran gender yang kaku.
Hal
ini bukan berarti bahwa perempuan dan laki-laki harus selalu sama, akan tetapi hak,
tanggung jawab dan kesempatannya tidak dipengaruhi oleh apakah mereka dilahirkan
sebagai laki-laki atau perempuan.
Dalam tema ini peserta didik diajak untuk menyadari bahwa laki-laki dan
perempuan diciptakan semartabat dan sederajat.
Keduanya diciptakan menurut citra
Allah: diciptakan menurut gambar dan rupa Allah yang satu dan sama (Kejadian 1:
26-27). Lebih dari itu, mereka dianugerahi kepercayaan dan kesempatan yang sama
untuk mengambil bagian dalam karya-Nya yang agung.
Mereka dipanggil untuk
membangun persekutuan (communio) dan bekerja sama dalam pengelolaan dunia
dan seisinya serta pelestarian generasi umat manusia (Kejadian 1:31). Dalam Kitab Kejadian ini juga diceritakan bahwa pria dan wanita merupakan
ciptaan Tuhan yang paling indah. Pria dan wanita diciptakan Tuhan untuk saling
melengkapi, untuk menjadi teman hidup.
Pria saja tidaklah lengkap. Allah sendiri
berkata: “Tidaklah baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan
seorang penolong baginya, yang sepadan dengan dia” (Kejadian 2:18). Untuk
menyatakan bahwa wanita sungguh-sungguh merupakan kesatuan dengan pria, maka
Tuhan menciptakan wanita itu bukan dari bahan lain, tetapi dari tulang rusuk pria
itu.
Maka, pria itu kemudian berkata tentang wanita itu demikian: “Inilah dia, tulang
dari tulangku dan daging dari dagingku” (Kejadian 2:23). Dari kutipan Kitab Suci ini
jelaslah bahwa hubungan pria dan wanita adalah hubungan yang suci dan sepadan.
Dalam Katekismus Gereja Katolik 372 disebutkan bahwa pria dan wanita
diciptakan “satu untuk yang lain”, bukan seakan-akan Allah membuat mereka sebagai
manusia setengah-setengah dan tidak lengkap, melainkan Ia menciptakan mereka
untuk satu persekutuan pribadi, sehingga kedua orang itu dapat menjadi “penolong”
satu untuk yang lain, karena di satu pihak mereka itu sama sebagai pribadi (“tulang
dari tulangku”), sedangkan di lain pihak mereka saling melengkapi dalam kepriaan
dan kewanitaannya. Dalam perkawinan Allah mempersatukan mereka sedemikian
erat, sehingga mereka “menjadi satu daging” (Kej. 2:24) dan dapat meneruskan
kehidupan manusia: “Beranak cuculah dan bertambah banyaklah; penuhilah
bumi” (Kej. 1:28).
Dengan meneruskan kehidupan kepada anak-anaknya, pria dan
wanita sebagai suami isteri dan orang tua bekerja sama dengan karya Pencipta
atas cara yang sangat khusus.
Kesetaraan Laki-Perempuan dan Laki-laki dalam Kitab Suci dan Ajaran Gereja
Kitab Kejadian 2:18-23
18
- 18 TUHAN Allah berfirman: “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.”
- 19 Lalu TUHAN Allah membentuk dari tanah segala binatang hutan dan segala burung di udara. Dibawa-Nyalah semuanya kepada manusia itu untuk melihat, bagaimana ia menamainya; dan seperti nama yang diberikan manusia itu kepada tiap-tiap makhluk yang hidup, demikianlah nanti nama makhluk itu.
- 20 Manusia itu memberi nama kepada segala ternak, kepada burung-burung di udara dan kepada segala binatang hutan, tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia.
- 21 Lalu TUHAN Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, TUHAN Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging.
- 22 Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangunNyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu.
- 23 Lalu berkatalah manusia itu: “Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki.”
Katekismus Gereja Katolik
371 Allah menciptakan pria dan wanita secara bersama dan menghendaki yang satu untuk yang lain. Sabda Allah menegaskan itu bagi kita melalui berbagai tempat dalam Kitab Suci: “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya yang sepadan dengan dia” (Kej. 2:18). Dari antara binatang-binatang manusia tidak menemukan satu pun yang sepadan dengan dia (Kej. 2:19-20). Wanita yang Allah “bentuk” dari rusuk pria, dibawa kepada manusia. Lalu berkatalah manusia yang begitu bahagia karena persekutuan dengannya, “Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku” (Kej. 2:23). Pria menemukan wanita itu sebagai aku yang lain, sebagai sesama manusia.
372 Pria dan wanita diciptakan “satu untuk yang lain”, bukan seakanakan Allah membuat mereka sebagai manusia setengah-setengah dan tidak lengkap, melainkan Ia menciptakan mereka untuk satu persekutuan pribadi, sehingga kedua orang itu dapat menjadi “penolong” satu untuk yang lain, karena di satu pihak mereka itu sama sebagai pribadi (“tulang dari tulangku”), sedangkan di lain pihak mereka saling melengkapi dalam kepriaan dan kewanitaannya. Dalam perkawinan Allah mempersatukan mereka sedemikian erat, sehingga mereka “menjadi satu daging” (Kej. 2:24) dan dapat meneruskan kehidupan manusia: “Beranak-cuculah dan bertambah banyaklah; penuhilah bumi” (Kej. 1:28). Dengan meneruskan kehidupan kepada anak-anaknya, pria dan wanita sebagai suami isteri dan orang-tua bekerja sama dengan karya Pencipta atas cara yang sangat khusus.
373 Menurut rencana Allah, pria dan wanita memiliki panggilan supaya sebagai “wakil” yang ditentukan Allah, “menaklukkan dunia”. Keunggulan ini tidak boleh menjadi kelaliman yang merusak. Diciptakan menurut citra Allah, yang “mengasihi segala yang ada” (Keb. 11:24), pria dan wanita terpanggil untuk mengambil bagian dalam penyelenggaraan ilahi untuk makhluk-makhluk lain. Karena itu, mereka bertanggung jawab untuk dunia yang dipercayakan Allah kepada mereka.
Posting Komentar untuk "Kesetaraan Laki-Laki dan Perempuan Menurut Kristen"