Tipe Perubahan Sosial
Perubahan-perubahan yang terjadi di dunia ini memang telah
berlangsung sejak dahulu kala, hanya saja pada jaman sekarang
perubahan-perubahan tersebut telah berjalan dengan sangat cepat. Bahkan
berkat adanya kemajuan yang begitu pesat di bidang teknologi informasi
dan komunikasi, maka pengaruh-pengaruhnyapun telah menjalar secara
cepat ke bagian-bagian dunia lainnya.
Lalu seperti apakah terjadinya
perubahan-perubahan sosial itu? Bagaimana contohnya?
Sebagaimana disinggung
di depan, kehidupan manusia
(masyarakat) pasti akan selalu
mengalami perkembangan
atau perubahan.
Dalam proses
perubahan tersebut manusia
(masyarakat) biasanya akan
cenderung berusaha (berubah)
ke arah yang lebih maju (lebih
baik), meskipun dalam realitanya tidak selamanya hal
semacam itu berhasil didapatkannya, sebab adakalanya
juga bahwa perubahan itu
justru terjadi sebaliknya, yakni bergerak ke arah yang lebih jelek
(kemunduran).
Tugas manusia untuk mengusahakan bagaimana agar perubahanperubahan tersebut mengarah pada kemajuan, dan sebaliknya mencegah
setiap perubahan yang menuju ke arah kemunduran. Perubahan sosial
yang mengarah pada kemajuan itu misalnya adanya pembangunan dan
modernisasi.
Dengan pembangunan, berarti manusia telah merancang
perubahan sosial yang mengarah pada kemajuan.
Sedangkan adanya
modernisasi berarti manusia telah merubah sikap mental yang modern
serta menerapkan teknologi canggih yang berguna bagi kelancaran proses
pembangunan suatu masyarakat dan bangsa.
Ditinjau dari aspek historis, terjadinya perubahan sosial adalah suatu
proses yang akan berlangsung terus sepanjang kehidupan manusia.
Sementara ditinjau dari aspek bentuknya, terjadinya perubahan sosial itu
akan meliputi:
- Perubahan sosial yang berlangsung secara lambat (evolusi) dan Perubahan sosial yang berlangsung secara cepat (revolusi);
- Perubahan sosial yang berlangsung dengan skala kecil dan Perubahan sosial yang berlangsung dengan skala besar;
- Perubahan sosial yang berlangsung karena dikehendaki atau direncanakan dan Perubahan sosial yang berlangsung karena tidak dikehendaki atau tidak direncanakan.
Berbagai bentuk perubahan sosial tersebut, beserta beragam contohnya
akan dijelaskan pada uraian berikut ini.
1. Perubahan Lambat (Evolusi) dan Perubahan Cepat (Revolusi)
Proses terjadinya perubahan sosial dapat berlangsung secara lambat
dan dapat pula berlangsung secara cepat.
Jika perubahan sosial itu
berlangsung secara lambat dan memerlukan waktu yang lama, di dalamnya
juga terdapat serentetan perubahan-perubahan kecil yang saling mengikuti
secara lambat, maka perubahan semacam itu dinamakan evolusi.
Perubahan
secara evolusi biasanya terjadi dengan sendirinya, tanpa suatu rencana
ataupun suatu kehendak tertentu.
Perubahan-perubahan semacam ini
berlangsung karena adanya upaya-upaya masyarakat untuk menyesuaikan
diri dengan keperluan-keperluan,
keadaan-keadaan dan kondisikondisi baru yang timbul sejalan
dengan pertumbuhan masyarakat.
Apabila suatu perubahan
terjadi secara cepat, di mana hal
tersebut bahkan mampu mengenai
dasar-dasar atau sendi-sendi pokok
dari kehidupan masyarakat (yaitu
lembaga-lembaga kemasya–
rakatan), maka perubahan tersebut
dinamakan revolusi.
Di dalam
revolusi, peru-bahan-perubahan
yang terjadi dapat direncanakan
terlebih dahulu maupun tanpa
rencana.
Akan tetapi, meskipun
revolusi dikatakan sebagai
perubahan cepat, namun ukuran
kecepatan-nya sebenarnya bersifat
relatif, oleh karena suatu revolusi
dapat pula memakan waktu yang
relatif lama, seperti misalnya revolusi industri yang dimulai di Inggris, di mana terjadi perubahanperubahan dari tahap produksi tanpa mesin menuju ke tahap produksi
dengan menggunakan mesin.
Perubahan tersebut dianggap cepat, karena
merubah sendi-sendi pokok dari kehidupan masyarakat, seperti misalnya
sistem kekeluargaan, hubungan antara buruh dan majikan, dan seterusnya.
Suatu revolusi dapat pula berlangsung dengan didahului oleh suatu
pemberontakan (rebellion), yang kemudian menjelma menjadi revolusi.
Terjadinya pemberontakan para petani di Banten pada tahun 1888
misalnya, telah didahului dengan suatu tindak kekerasan sebelum akhirnya
menjadi suatu revolusi yang mampu merubah sendi-sendi kehidupan
masyarakat di daerah tersebut.
2. Perubahan Kecil dan Perubahan Besar
Suatu perubahan dikatakan kecil apabila perubahan itu tidak sampai
membawa pengaruh yang langsung atau berarti bagi masyarakat,
sedangkan sebaliknya, suatu perubahan dikatakan besar apabila
perubahan-perubahan tersebut mampu membawa pengaruh yang besar
bagi masyarakat (khususnya lembaga-lembaga kemasyarakatannya).
Suatu perubahan dalam mode pakaian, gaya rambut, dan model aksesoris
misalnya, tidak akan membawa pengaruh yang berarti bagi masyarakat
dalam keseluruhannya, oleh karena tidak mengakibatkan perubahanperubahan dalam lembaga-lembaga kemasyarakatan.
Namun sebaliknya, suatu proses industrialisasi pada masyarakat yang
agraris misalnya, merupakan perubahan yang akan membawa pengaruh
yang besar pada masyarakat yang
bersangkutan.
Dalam proses
tersebut (industrialisasi), diperkirakan berbagai lembaga-lembaga
kemasyarakatan akan terpengaruh
olehnya, seperti misalnya hubungan kerja, sistem milik tanah,
hubungan-hubungan kekeluargaan, stratifikasi sosial, dan
sebagainya.
Dengan demikian
terjadinya proses industrialisasi
pada masyarakat yang masih
agraris merupakan suatu perubahan sosial yang besar bagi
masyarakat yang bersangkutan.
3. Perubahan yang Dikehendaki (direncanakan) dan Perubahan yang Tidak Dikehendaki (tidak direncanakan).
Perubahan sosial dapat berlangsung karena dikehendaki atau
direncanakan (intended change), dan dapat pula tidak dikehendaki atau
tanpa suatu perencanaan (unintended change). Walaupun suatu perubahan
sosial telah direncanakan ke arah suatu tujuan yang hendak dicapai, namun
perubahan yang terjadi tidak selamanya berhasil seperti yang dikehendaki.
Oleh karena itu, keberhasilan suatu perubahan sosial yang direncanakan
akan banyak bergantung kepada kemampuan rekayasa sosial yang
dilakukan oleh para perencana sosialnya.
Perubahan yang dikehendaki atau
direncanakan merupakan perubahan
yang diperkirakan (telah direncanakan)
terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang
hendak mengadakan perubahan dalam
masyarakat.
Pihak-pihak yang menghendaki suatu perubahan biasanya
menyebut para perencana sosial, yakni
seseorang atau sekelompok orang yang
mendapat kepercayaan dari masyarakat
sebagai pemimpin satu atau lebih
lembaga-lembaga kemasyarakatan.
Dengan demikian, dalam konteks
perubahan yang dikehendaki maka pada
perencana sosial inilah yang akan
memimpin masyarakat dalam merubah
sistem sosialnya. Dalam melaksanakan tugasnya, langsung terjun langsung
untuk mengadakan perubahan, bahkan mungkin menyebabkan
perubahan-perubahan pula pada lembaga-lembaga kemasyarakatan
lainnya.
Selain itu, suatu perubahan yang dikehendaki atau yang
direncanakan, selalu berada di bawah pengendalian serta pengawasan dari
perencanaan sosial tersebut.
Dalam ilmu sosiologi, cara-cara untuk
mempengaruhi masyarakat dengan sistem yang teratur dan direncanakan
terlebih dahulu sebagaimana dijelaskan di atas, dinamakan social planning
(perencanaan sosial) atau sering dinamakan pula dengan istilah social
engineering (perekayasaan sosial).
Sementara sebaliknya, perubahan-perubahan sosial budaya yang
tidak dikehendaki atau yang tidak direncanakan, merupakan perubahanperubahan yang terjadi tanpa dikehendaki serta berlangsung di luar jangkauan pengawasan masyarakat, serta dapat menyebabkan timbulnya
akibat-akibat sosial yang tidak diharapkan oleh masyarakat.
Sedangkan
apabila perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki tersebut
berlangsung bersamaan dengan suatu perubahan yang dikehendaki, maka
perubahan tersebut mungkin mempunyai pengaruh yang demikian
besarnya terhadap perubahan-perubahan yang dikehendaki, sehingga
keadaan tersebut tidak mungkin dirubah tanpa mendapat halanganhalangan dari masyarakat itu sendiri.
Atau dengan perkataan lain,
perubahan yang dikehendaki diterima oleh masyarakat dengan cara
mengadakan perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan yang telah ada, atau dengan cara membentuk yang baru.
Seringkali
pula terjadi bahwa perubahan yang dikehendaki bekerjasama (saling
menerima) dengan perubahan yang tidak dikehendaki dan kedua proses
tersebut akhirnya saling pengaruh-memengaruhi.
Konsep perubahan yang dikehendaki dan yang tidak dikehendaki,
tidak mencakup faham apakah perubahan-perubahan tersebut diharapkan
atau tidak diharapkan oleh masyarakat. Kadang-kadang, suatu perubahan
yang tidak diharapkan terjadi tapi justru diharapkan oleh masyarakat,
dan sebaliknya suatu perubahan yang diharapkan terjadi tapi tidak
diharapkan oleh masyarakat.
Pada umumnya orang sulit untuk
mengadakan ramalan tentang terjadinya perubahan-perubahan yang
tidak dikehendaki, oleh karena proses tersebut biasanya tidak hanya
merupakan akibat dari satu gejala sosial, akan tetapi dari berbagai gejala
sosial sekaligus.
Misalnya perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta sejak akhir kekuasaan Belanda,
yang sekaligus merupakan perubahan-perubahan yang dikehendaki
maupun yang tidak dikehendaki.
Perubahan yang dikehendaki,
sebagaimana dipelopori oleh Sultan Hamengku Buwono IX, adalah
menyangkut bidang politik dan administrasi, yaitu suatu perubahan dari
sistem sentralisme yang autokratis ke sistem desentralisasi yang demokratis.
Sedangkan perubahan yang tidak dikehendaki (meskipun telah
diperhitungkan sebelumnya oleh para pelopor perubahan), dan yang
merupakan akibat dari perubahan-perubahan yang dikehendaki, misalnya
saja hilangnya wewenang para petugas pamong praja di dalam
pemerintahan desa, bertambah pentingnya peranan dukuh yang
menyebabkan berkurangnya ikatan antara kekuatan sosial yang
merupakan masyarakat desa, serta secara berangsur-angsur, hilangnya
peranan kaum bangsawan sebagai warga kelas sosial yang tinggi dalam
masyarakat.
Suatu perubahan yang dikehendaki dapat timbul sebagai suatu reaksi
(yang direncanakan) pada perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan
yang terjadi sebelumnya, baik yang merupakan perubahan yang
dikehendaki maupun yang tidak dikehendaki.
Dalam hal terjadinya
perubahan-perubahan yang dikehendaki, maka perubahan-perubahan
yang kemudian muncul merupakan perkembangan lebih lanjut dari proses
perubahan sebelumnya.
Sedangkan bila sebelumnya terjadi perubahanperubahan yang tidak dikehendaki, maka perubahan yang dikehendaki
dapat ditafsirkan sebagai suatu pengakuan terhadap perubahanperubahan sebelumnya, agar kemudian diterima secara luas oleh
masyarakat.
Dalam hal yang terakhir misalnya dapat dicontohkan perihal
hukum kewarisan adat di Indonesia. Pada sebagian masyarakatmasyarakat tertentu di Indonesia, ada yang mengenal sistem garis
keturunan sepihak, yakni yang hanya mengakui laki-laki saja sebagai
penghubung keturunan seperti di Tapanuli, serta yang hanya mengakui
wanita saja sebagai satu-satunya penghubung keturunan seperti di
Minangkabau.
Atas dasar kedua ketentuan tersebut maka berlaku garis
hukum adat bahwa hanya keturunan laki-laki atau wanita saja yang dapat
menjadi ahli waris misalnya di Tapanuli hanya diakui laki-laki, sedangkan
di Minangkabau hanya wanita saja yang dapat menjadi ahli waris.
Akan
tetapi seiring dengan perkembangan waktu dan perasaan keadilan
masyarakat, maka ketentuan adat itupun mengalami perubahanperubahan sehingga banyak di antara keluarga yang pada akhir-nya tidak lagi terlalu mempersoal-kan
perbedaan kelamin terhadap para
ahli warisnya, bahkan para janda
dan duda dapat pula menjadi ahli
waris.
Dalam perkembangan selanjutnya, perubahan-perubahan
yang tidak dikehendaki oleh adat
itupun akhirnya diakui dan dilegalkan (dikuatkan) oleh pengadilan,
yakni sebagaimana dapat dilihat
dari keputusan-keputusannya di
seputar hukum adat waris.
Bahkan
di tingkat pemerintahan pusat
(negara), keadaan tersebut
kemudian disyahkan oleh
Ketetapan MPRS Nomor 2 Tahun 1960, yang antara lain menegaskan
bahwa semua warisan adalah untuk anak-anak (tanpa membedakan
antara anak laki-laki atau perempuan) dan juga janda.
Posting Komentar untuk "Tipe Perubahan Sosial"