Pertumbuhan Bangsa dan Perkembangan Negara negara Senusa dan Antarnusa
Leluhur bangsa kita semenjak dahulu sudah hidup dalam tata masyarakat dan bahkan tata negara yang teratur dalam bentuk negara senusa dan antarnusa. Perhatikanlah namanama kerajaan berikut.
- Kutai (sekitar tahun 400) di Kalimantan Timur di bawah pimpinan Raja Mulawarman.
- Tarumanagara (400-686) di Jawa Barat di bawah pimpinan Raja Purnawarman.
- Kalingga atau Holing (674) di Jawa Tengah di bawah pimpinan Ratu Sima.
- Sriwijaya (683-1275) di Sumatra Selatan di bawah pimpinan Wangsa Sailaindra.
- Mataram atau Medang (732-864) di Jawa Tengah di bawah pimpinan Wangsa Sanjaya.
- Isana di Jawa Timur di bawah pimpinan Sindok (929-947), Dharmawangsa (991-1016), dan Airlangga (1019-1042).
- Kediri di bawah pimpinan Sri Jayawarsa Digjaya Sastraprabu (1104), Kameswara (1115-1130), Jayabaya (1130-1160), Sarweswara (1160-1170), Aryyeswara (1170-1180).
- Singhasari di bawah Sri Ranggah Rajasa Amurwabhumi atau Ken Arok (1222-1268), Kartanegara (1268-1292).
- Pajajaran (1333-1579) di bawah pimpinan Sri Baduga Maharaja.
- Majapahit di bawah pimpinan Wijaya Kertarajasa Jayawardhana atau Raden Wijaya (1293-1309), Hayam Wuruk (1350-1389), dan raja terakhir Prabu Girindrawardhana (1478-1528).
Puncak kegemilangan negara antarnusa itu tercapai pada
masa Keprabuan Majapahit di bawah Raja Hayam Wuruk dan
Patih Gajah Mada (1350-1389). Pada masa itu seluruh wilayah
Nusantara, yakni Semenanjung Melayu, Andalas, Jawa-Madura,
Nusatenggara, Kalimantan, Maluku dan Irian semuanya di
bawah kekuasaan pemerintah pusat, di bawah panji-panji
Majapahit.
Perjalanan kebesaran Majapahit, bagaikan
gelombang pasang, maka ada saat surutnya. Setelah
Patih Gajah Mada meninggal (1364) tidak ada
penggantinya yang perkasa. Timbul Perang Paregreg
(perang saudara), bandar-bandar dan kerajaan-kerajaan
daerah satu persatu mulai melepaskan diri, ekonomi
melemah.
Maka kejayaan dan kegemilangan Majapahit
itu pun pudar dan akhirnya lenyap "sirna ilang kertaning
bhumi".
Di saat Majapahit menuju keruntuhannya,
masuklah pengaruh Islam ke Nusantara melalui jalan
dakwah dan hubungan niaga.
Maka tersiarlah ajaran
Islam dan pengaruh peradaban Islam ke seluruh
Nusantara.
Pada pusat-pusat pengaruh Islam
muncul juga bentuk-bentuk kesultanan
negara senusa. Perhatikanlah namanama kesultanan berikut ini!
- Samudera Pasai (1297) di bawah pimpinan Sultan Malikul Saleh, Sultan Muhammad atau Malikul Thahir (sampai 1326).
- Malaka di bawah pimpinan Parameswara atau Sultan Iskandar Syah (1396-1414), Raja Ahmad (1414-1424), Mahmud Syah (1488-1511).
- Aceh di bawah pimpinan Sultan Ali Mughayat Syah (1514- 1528), Sultan Iskandar Muda (1607-1636).
- Riau di bawah pimpinan Sultan Abduljalil Rahmat Syah (1717-1722).
- Demak (1500-1580) berturut-turut dipimpin Raden Patah, Pati Unus (Pangeran Sabrang Lor), Trenggono, Ratu Kalinyamat, Joko Tingkir, dan Adiwijoyo.
- Pajang (1550-1580) dibawah pimpinan Sultan Adiwijoyo.
- Mataram pada awalnya dipimpin oleh Kyahi Gede Pemanahan atau Panembahan Senopati dengan gelar Senapati Ing Alaga Sayidina Panatagama (1575-1601), selanjutnya Sultan Agung Anyokrowati (R.M. Rangsang), dan Sultan Agung Anyokrokusumo.
- Banten dibawah pimpinan Fatahillah (1527) dan Sultan Hasanuddin (1550-1570).
- Sunda Kelapa di bawah pimpinan Pangeran Jayakarta.
- Makasar dibawah pimpinan raja Gowa Karaeng Matowaya atau Sultan Alaudin (1603) dan Sultan Hasanuddin (sampai tahun 1660).
- Ternate (1521-1590) dibawah pim-pinan Sultan Tabariji, Sultan Hairun, dan Sultan Baabullah.
- Banjar (Kalimantan Selatan) dibawah pimpinan Sultan Tahmid Illah, Pangeran Hidayatullah, Pangeran Antarsari (1631).
- Melayu - Minangkabau dibawah pimpinan Adityawarman (1347- 1375) Raja Alam Alif (1600).
- Tanah Batak di bawah pimpinan Raja Sisingamangaraja I - XII (1870-1901).
- Gelgel (Bali) pada abad ke-16 di bawah pimpinan Dewa Agung, kemudian ditaklukkan oleh Karangasem, pindah ke Klungkung.
Setelah Majapahit sirna, maka
muncullah raja-raja kecil yang masingmasing berdiri sendiri. Mereka saling
bersaing menghadapi musuh bangsa
asing. Maka kekuatan Nusantara tak
dapat lagi diandalkan. Maka tibalah
saatnya panggung sejarah dunia
mementaskan drama perebutan
kekuasaan tunggal (hegemony) di
persada Nusantara.
Bangsa-bangsa asing yang saling berebut hegemoni itu
adalah:
- Portugis
- Inggris
- Spanyol
- Prancis
- Belanda
- Jepang
Perjuangan Kemerdekaan dan Pergerakan Nasional
Indonesia
Sejak kedatangan bangsa-bangsa asing yang pada mulanya
berdagang, akan tetapi lama kelamaan bertujuan menjajah,
bangsa Indonesia senantiasa berjuang untuk mengusirnya.
Para leluhur kita bertekad secara kesatria melawan penjajah
dengan semboyan "Daripada hidup dijajah, lebih baik mati
berkalang tanah".
Bentuk-bentuk perlawanan bangsa Indonesia itu adalah sebagai
berikut.
a. Perlawanan rakyat yang dipimpin tokoh kharismatis
Pada saat armada Portugis menguasai Malaka (1511)
maka bangkitlah raja-raja Malaka melawannya (Mahmud Syah
dan Tun Mutahir, Hang Tuah dan lain-lain). Karena perlawanan
tidak berhasil, maka terpaksa berpindah ke Johor dan Riau.
Perlawanan diteruskan oleh Sultan-sultan Johor dan Raja-raja
Samudera Pasai.
Pada tahun 1513 Pati Unus dari Jawa menyerang
Malaka. Armada Portugis berhasil diporak-porandakan. Atas
kegigihan tersebut Pati Unus diberi julukan Pangeran
Sabrang Lor.
Pada tahun 1521 Portugis sampai di
Maluku, maka rakyat Maluku pun
melawannya di bawah pimpinan Sultan
Hairun dari Ternate. Karena khawatir
akan kalah, Portugis menipu dengan
mengajak berdamai. Dalam suatu
perjamuan, Portugis berkhianat, dengan
menusuk Sultan Hairun dari belakang
ketika memasuki benteng Santo Polo
(1570).
Perjuangan dilanjutkan oleh
putranya Sultan Baabullah hingga
berhasil mengusir Portugis dari Maluku
dan menyingkir ke Timor Timur.
Pada tahun 1596 Belanda di bawah pimpinan Cornelis de
Houtman mendarat di Banten. Sejak keberadaannya di tanah air
kita Belanda sudah menunjukkan gelagat tidak baik. Maka
Pangeran Jayakarta dari Sunda Kelapa dan Sultan Ageng
Tirtayasa dari Banten melawannya dengan gagah berani.
Di samping itu Sultan Agung
Anyokrokusumo dari Mataram pun
menyerang Belanda di Batavia selama
dua kali, yakni pada tahun 1628 dan
1629. Pada penyerangan yang kedua
Jan Pieterszoon Coen mati terbunuh
dalam pertempuran.
Perlawanan terhadap penjajah
Belanda di mana-mana dilanjutkan terus
oleh para pejuang kemerdekaan bangsa
kita, antara lain: Sultan Iskandar Muda
dari Aceh (1605-1636), Sultan
Hasanuddin dari Makasar (1824).
Semasa penjajahan Inggris (1811-
1816) ditentang antara lain oleh Sultan Sepuh dari Yogyakarta
dan Paku Buwono IV dari Surakarta.
Sesudah adanya Convention of London (1814) yang
mengembalikan Indonesia pada Belanda, rakyat Maluku
menentangnya di bawah pimpinan Thomas Matullesy.
Kemudian di mana-mana timbul perlawanan terhadap
penjajahan Belanda secara besar-besaran. Di Jawa perang
dipimpin oleh Pangeran Diponegoro (1825-1830), di Sumatra
Barat terjadi perang Padri (1821-1837) dipimpin oleh Tuanku
Imam Bonjol.
Rakyat Palembang berperang dengan Belanda
(1844) dan disusul oleh rakyat Bangka dan Belitung (1849).
Rakyat Tapanuli di bawah pimpinan Si Singamangaraja
melawan Belanda (1878-1907). Di Kalimantan rakyat
mengadakan perlawanan terhadap Belanda dipimpin oleh
Pangeran Hidayatullah dan Pangeran Antarsari, yakni di
Banjarmasin (1852-1905).
Di Aceh rakyat mengadakan perang sabil dan jihad
melawan kaum penjajah Belanda yang dikenal dengan nama
Perang Aceh (1875-1904) yang dipimpin oleh Teuku Umar,
Teuku Daud, Panglima Polim, Teuku Tjik Di Tiro, Tjut Nya Dien,
Tjut Mutiah, dan lain-lain.
Demikian pula di Bali (1896) dibawah
piminan Raja Badung dan di Lombok (1894) di bawah pimpinan
Putera mahkota Anak Agung Made mengadakan "puputan",
yakni pertempuran habis-habisan melawan Belanda.
Perlawanan dan perjuangan rakyat
yang dipimpin tokoh kharismatik itu
belum berhasil mengusir kaum penjajah.
Ke-lemahannya adalah pada sifat dari
perlawanannya itu sendiri, yakni apabila
pemimpin mereka wafat perlawanan
berhenti.
Di samping itu karena
perlawanan dilakukan sendiri-sendiri,
maka mudah dipecah belah oleh
musuh. Atas dasar kenyataan seperti
itu, maka perlawanan harus dilakukan
dengan bentuk lain. Di bawah ini akan
diuraikan bagaimana bentuk perlawanan
kita pada masa pergerakan nasional.
b. Pergerakan Nasional
Pada masa pergerakan nasional perjuangan mengusir
penjajah dilanjutkan dalam bentuk lain, yakni melalui
organisasi modern. Bentuk perjuangan ini berbeda dengan
perlawanan rakyat yang dipimpin tokoh kharismatik.
Perjuangan dengan membentuk organisasi modern tidak
berhenti tatkala pimpinan berganti ataupun wafat. Pimpinan
bisa berganti setiap saat, akan tetapi organisasi tetap
berjalan, perjuangan pun tetap menggelora.
Karena sifat
perjuangan melalui organisasi modern tersebut tidak
mengenal surut, maka perjuangan semakin hari
kekuatannya semakin dahsyat.
Untuk mengenal bagaimana
bentuk perjuangan melalui
organisasi modern tersebut, mari
kita simak pertumbuhan pergerakan
nasional kita dalam mengusir kaum
penjajah pada uraian berikut.
Usaha tersebut dirintis dengan
berdirinya Sarekat Dagang Islam
(SDI) pada tahun 1905 di Sumatra
Barat dan Surakarta yang dipelopori
oleh K. H. Samanhudi. Berdirinya
SDI dimaksudkan untuk
menggalang persatuan dalam
bidang ekonomi mengingat Belanda
menjalankan diskriminasi dalam
ekonomi ke dalam golongan Eropa,
Timur Asing, dan Bumiputra.
Pada tanggal 20 Mei 1908
berdirilah organisasi Budi Utomo
yang dipimpin oleh dr. Sutomo,
sedang yang mengilhami
pendiriannya adalah dr. Wahidin
Sudirohusodo. Pada tahun 1912
berdirilah organisasi massa Islam
Muhammadiyah dipimpin oleh K.H.
Achmad Dahlan. Sementara itu SDI
berubah menjadi Sarekat Islam
(1911) dibawah pimpinan H.O.S.
Tjokroaminoto dan H. Agus Salim.
Pada tahun 1913 berdirilah Indische Partij, yang
selanjutnya mengubah namanya menjadi Indische Sociaal
Democratische Partij (ISDP). Para pemimpinnya antara lain
dr. Tjipto Mangunkusumo, R.M. Suwardi Suryaningrat (kelak
berganti nama menjadi Ki Hajar Dewantara), dan Dr. Douwes
Dekker (kelak berganti nama menjadi Dr. Danu Dirdja
Setyabudhi).
Para mahasiswa Indonesia di Nederlands mendirikan
Perhimpunan Indonesia (PI) pada tahun 1924 oleh antara
lain Mohammad Hatta. Pada tahun 1927 berdiri Partai
Nasional Indonesia (PNI) yang dipimpin oleh Ir. Soekarno.
Karena tekanan-tekanan Belanda pada tahun 1931 PNI
dibubarkan. Sementara itu PNI dengan singkatan
Pendidikan Nasional Indonesia didirikan oleh Sutan Sjahrir
dan Drs.Mohammad Hatta (1929).
Sebagai ganti PNI yang
dibubarkan didirikanlah Partai Indonesia (Partindo) oleh
Mr. Sartono yang dilanjutkan oleh Ir. Soekarno (1933)
setelah keluar dari tahanan politik.
Partai Politik (Parpol) dan Organisasi Massa (Ormas)
lainnya yang menyemarakkan masa Pergerakan Nasional
antara lain Persatuan Muslimin Indonesia (Permi),
Pasundan, Partai Bangsa Indonesia (PBI), Gerakan Rakyat
Indonesia (Gerindo), dan GerakanWanita Indonesia.
Pergerakan Nasional Indonesia untuk mencapai citacita kemerdekaan Indonesia itu semakin kokoh kuat dan
kompak dengan adanya peleburan Orpol dan Ormas dalam Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan
Indonesia (PPPKI) pada tahun 1927 dan adanya Ikrar
Kebulatan Tekad Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928
yang dikenal dengan sebutan "Sumpah Pemuda".
Menyusul
pula bergabungnya partai-partai politik dalam GAPI
(Gabungan Politik Indonesia) pada tahun 1939 dengan aksi
Indonesia berparlemen. Terakhir pada tahun 1941 berdirilah
Majelis Rakyat Indonesia (Volksraad) yang meliputi seluruh
rakyat Indonesia.
c. Saat-saat kritis perjuangan mencapai kemerdekaan
Pada tanggal 1 September 1939 Perang Dunia II
meletus. Tanggal 5 Mei 1940 Nederland diserbu oleh
pasukan Nazi Jerman di bawah Adolf Hitler. Tanggal 10 Mei
1940 (hanya dalam waktu 5 hari) Nederlands jatuh ke
tangan Jerman.
Pemerintah Belanda mengungsi ke Inggris.
Untuk menarik hati bangsa
Indonesia dibentuklah Komisi
Perubahan Ketatanegaraan yang
diketuai oleh orang Belanda yang
bernama Vismman pada bulan
Desember 1940. Maka Komisi ini
dikenal dengan nama Komisi
Vismman.
Komisi ini tidak
menyinggung soal Indonesia, hanya
membuat janji hampa yang
diucapkan Ratu Belanda
Wilhelmina, yang berbunyi: "Apabila
Perang Dunia II berakhir dan
kemenangan ada pada Pihak
Belanda dan sekutunya, maka Hindia Belanda (Indonesia)
akan diberi hak berdiri sendiri sejajar dengan Kerajaan
Belanda, asalkan di dalam ikatan dengan Negeri Belanda".
Ucapan ratu Belanda tersebut (6 Desember 1941) dikenal
dengan nama "December Belofte" (Janji Bulan Desember).
Sementara itu Perang Pasifik pun meletus, Jepang
menyerang Tiongkok Selatan dan Indo China, sementara
Hindia Belanda terancam. Agar mendapat bantuan dari
Indonesia, sekali lagi Ratu Wilhelmina menjanjikan
pembaharuan susunan pemerintahan dengan mendekati
para pemimpin kita.
Ir. Soekarno menolak. Setelah Perang
Pasifik berlangsung selama tiga bulan, maka pada bulan
Maret 1942 balatentara Jepang dibawah pimpinan Jenderal
Immamura mendarat di pulau Jawa.
Belanda tidak melakukan perlawanan yang berarti.
Akhirnya tanggal 10 Maret 1942 Gubernur Jenderal Belanda
Tjarda van Starkenborg Stachouwer dan Letnan Jenderal
Ter Poorten menyerah tanpa syarat kepada Jepang di
Kalijati Subang, Jawa Barat.
Pada mulanya kedatangan balatentara Jepang
disambut hangat oleh bangsa Indonesia, karena dengan
propagandanya Jepang menyatakan sebagai saudara tua.
Semboyannya yang terkenal dengan "Tiga A" (Nipon
Pemimpin Asia, Cahaya Asia, Pelindung Asia).
Namun
kenyataannya hanya sekedar berganti lakon penjajahan
baru. Rakyat lebih menderita lahir batin. Kekayaan bangsa
Indonesia dirampas dan dikuras, rakyat dijadikan romusha
(prajurit kerja paksa), di mana-mana kekurangan pangan,
pakaian rakyat compang-camping, kebebasan rakyat juga
tidak ada.
Pada mulanya balatentara Jepang
berhasil di semua medan pertempuran.
Namun dalam paruh kedua balatentara
Jepang terus-menerus menderita
kekalahan.
Sebagai akibat rentetan
kekalahan tersebut, maka Perdana
Menteri Jepang Koiso pada tanggal 7
September 1944 atas nama Pemerintah
Jepang terpaksa mengucapkan janji
kemerdekaan Indonesia kelak kemudian
hari, apabila akhir perang kemenangan di
pihak Jepang dan sekutunya.
Janji
bersyarat yang tak jelas kapan waktunya
itu disambut baik oleh pemimpin kita
sebagai pembuka pintu jalan menuju cita-cita kemerdekaan.
Atas perintah Gatot Mangkupradja dikabulkanlah penyusunan
prajurit sukarela seperti Heiho, Peta,
Barisan Pelopor, dan sebagainya.
Sementara itu akibat tidak tahannya
menyaksikan penderitaan rakyat dan
kekejaman balatentara Jepang, rakyat
mengadakan perlawanan seperti yang
dipimpin oleh Syodanco (perwira
rendah) Supriadi di Blitar dan di
Pesantren Sukamanah, Singaparna
Tasikmalaya dibawah pimpinan KH.
Zaenal Mustafa.
Pada tanggal 29 April 1945 berkenan
dengan hari ulang tahun Tenno Heika
(Kaisar Jepang) disampaikan janji kedua, yakni kemerdekaan
Indonesia tanpa syarat, yang diumumkan dengan Maklumat
Gunseikan (Pembesar Tertinggi Sipil dari Pemerintah Militer
Jepang untuk Jawa dan Madura).
Hal ini bukan karena kebaikan
Jepang pada kita, tetapi akibat Jepang makin menderita
kekalahan dan mulai terkepung oleh Sekutu. Bangsa Indonesia
diberi kesempatan untuk memperjuangkan kemerdekaan,
bahkan dianjurkan untuk mendirikan Negara Indonesia Merdeka
dihadapan situasi peperangan.
Sebagai langkah lebih lanjut dari Maklumat Gunseikan
tersebut dibentuklah Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Zyunbi
Coosakai, dengan jumlah anggota 62 dari seluruh tanah air dan
berasal dari berbagai aliran dan golongan.
BPUPKI tersebut
bertugas untuk menyelidiki dan mengumpulkan bahan-bahan
secara terinci mengenai kemungkinan apakah bangsa Indonesia sudah dewasa untuk merdeka mengatur rumah tangganya
sendiri yang hasilnya harus dilaporkan
kepada Pemerintah Jepang untuk
dipertimbang-kan.
Akan tetapi BPUPKI
oleh para pemimpin bangsa kita
dijadikan sarana perjuangan politik untuk
mencapai kemerdekaan Indonesia
secara legal. Karena keadaan di Jepang sudah
semakin genting, pada tanggal 7
Agustus 1945 Marsekal Terauci (Kepala
Pemerintahan Sipil Balatentara Jepang
di Seluruh Asia Tenggara)
mengumumkan perlunya segera
dibentuk Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau Dokuritsu Zyunbi Iinkai.
Maka dipanggillah tiga tokoh bangsa Indonesia (Ir. Soekarno,
Drs. Mohammad Hatta, dr. Radjiman Wedyodiningrat) datang
ke Saigon. Pada tanggal 12 Agustus 1945 ketiga pemimpin kita
bertemu dengan Marsekal Terauci dan menuntut janji
kemerdekaan Indonesia.
Maka dibentuklah PPKI dengan
dipimpin Ir. Soekarno sebagai ketua dan Drs. Muhammad Hatta
sebagai wakil ketua, dengan anggota 18 orang.
Tugas PPKI adalah mempersiapkan
kemerdekaan Indonesia.
Soal cepat atau
lambat pelaksanaannya terserah PPKI.
Waktu berjalan demikian cepat.
Akibat dijatuhkannya bom Atom oleh
Sekutu di kota Hiroshima (6 Agustus
1945) dan di kota Nagasaki (8 Agustus
1945), ditambah moril Jepang juga sudah
runtuh akibat sekutu Jepang di Eropa, yakni Italia dan Jerman sudah menyerah terlebih dahulu pada
Sekutu, maka pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah
tanpa syarat pada Sekutu.
Berita menyerahnya Jepang itu dirahasiakan kepada
bangsa Indonesia. Kedudukan tentara Jepang ibarat "Juru
Kuasa Sementara" yang tetap menjaga keamanan, sambil
menantikan datangnya tentara Sekutu.
Akan tetapi para pemuda
kita yang bekerja pada kantor berita Jepang ("Domei"), sempat
mendengarkan siaran radio tentang penyerahan Jepang kepada
Sekutu yang diumumkan oleh Presiden Amerika Serikat Truman
dan Perdana Menteri Inggris Atlee pada tanggal 14 Agustus
1945.
Mereka menyampaikan berita penting itu kepada temanteman secara rahasia. Mereka mulai
mengadakan rapat-rapat di kalangan
pemuda dan mahasiswa di Jakarta
untuk mengambil kesempatan baik yang
kritis dan menentukan itu.
Ir. Soekarno dan Drs. Muhammad
Hatta yang baru kembali dari Saigon
tidak mendengar berita resmi bahwa
Jepang telah menyerah. Ketika para
pemuda menyambut kedatangan
mereka, mereka menyatakan bahwa
Indonesia sebentar lagi akan merdeka.
Ketika para pemuda mendesak untuk
memproklamasikan kemerdekaan saat
itu juga dan merebut persenjataan Jepang, mereka tidak
bersedia karena belum diterima berita resmi tentang
penyerahan Jepang kepada Sekutu.
Para pemuda kecewa, dan
melanjutkan rapat-rapat dengan semangat yang berkobar-kobar
untuk memulai revolusi. Keputusan rapat para pemuda itu
adalah untuk mengambil alih kekuasaan Jepang.
Bung Karno
dan Bung Hatta perlu diungsikan untuk menghindari
kemungkinan yang tak diharapkan terhadap kedua pemimpin
nasional tersebut. Maka Bung Karno dan Bung Hatta diungsikan
ke Rengasdengklok, Karawang pada tanggal 15 Agustus 1945,
pukul 04.40 dini hari.
Para pemuda di Jakarta melanjutkan rapat gabungan
dengan PPKI di Pejambon, Jakarta tanggal 16 Agustus 1945
pukul 10.00 pagi.
Keputusan bulat untuk menyatakan
kemerdekaan Indonesia dan atas usul Mr. Achmad Subardjo
dan kawan-kawan agar Bung Karno dan Bung Hatta
dikembalikan ke Jakarta dengan jaminan keamanan mereka.
Selanjutnya Bung Karno beserta keluarga dan Bung Hatta
dijemput kembali ke Jakarta dengan rombongan pemuda pada
tanggal 16 Agustus 1945 dan langsung ke rumah kediaman
Laksamana Muda Maeda di Jalan Nassau
Boulevard (sekarang Jalan Imam Bonjol
No. 1) Jakarta.
Di tempat inilah para
pemimpin dan pejuang bangsa kita
menyusun naskah Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia. Konsep ditulis
dengan tulisan tangan Bung Karno,
tetapi teks yang otentik dan resmi adalah
yang diketik serta ditandatangani oleh
Soekarno dan Hatta atas nama bangsa
Indonesia, pada malam itu juga pk.23.00.
Keesokan harinya, pada hari Jumat bulan Ramadhan atau
tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.00 di Jalan Pegangsaan
Timur No. 56 Jakarta dalam suatu upacara khidmat dibacakan
teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Bung Karno.
Dengan Proklamasi itu Indonesia merdeka dan sekali merdeka,
tetap merdeka!
Rangkuman
Bangsa-bangsa asing yang saling berebut hegemoni itu adalah:
Portugis, Spanyol, Belanda,Inggris, Prancis, Jepang
Perjuangan Kemerdekaan dan Pergerakan Nasional Indonesia
Bentuk-bentuk perlawanan bangsa Indonesia itu adalah sebagai berikut.
- Perlawanan rakyat yang dipimpin tokoh kharismatis
- Pergerakan Nasional
Pada masa pergerakan nasional perjuangan mengusir penjajah
dilanjutkan dalam bentuk lain, yakni melalui organisasi modern. Bentuk
perjuangan ini berbeda dengan perlawanan rakyat yang dipimpin tokoh
kharismatik melainkan membentuk organisasi-organisasi modern seperti:
organisasi Budi Utomo yang dipimpin oleh dr. Sutomo, K.H. Achmad
Dahlan.
Sementara itu SDI berubah menjadi Sarekat Islam (1911)
dibawah pimpinan H.O.S. Tjokroaminoto dan H. Agus Salim.
Perhimpunan Indonesia (PI) pada tahun 1924 oleh antara lain Mohammad
Hatta. Pada tahun 1927 berdiri Partai Nasional Indonesia (PNI) yang
dipimpin oleh Ir. Soekarno.
Saat-saat kritis perjuangan mencapai kemerdekaan
Pada tanggal 1 September 1939 Perang Dunia II meletus. Tanggal 5 Mei 1940
Nederland diserbu oleh pasukan Nazi Jerman di bawah Adolf Hitler. Tanggal
10 Mei 1940 (hanya dalam waktu 5 hari) Nederlands jatuh ke tangan Jerman.
Pemerintah Belanda mengungsi ke Inggris.
Waktu berjalan demikian cepat. Akibat dijatuhkannya bom Atom oleh Sekutu di
kota Hiroshima (6 Agustus 1945) dan di kota Nagasaki (8 Agustus 1945),
ditambah moril Jepang juga sudah runtuh akibat sekutu Jepang di Eropa,
yakni Italia dan Jerman sudah menyerah terlebih dahulu pada Sekutu, maka
pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat pada Sekutu.
Selanjutnya Bung Karno beserta keluarga dan Bung Hatta dijemput kembali
ke Jakarta dengan rombongan pemuda pada tanggal 16 Agustus 1945 dan
langsung ke rumah kediaman Laksamana Muda Mada di Jalan Nassau Boulevard (sekarang Jalan Imam Bonjol No. 1) Jakarta.
Di tempat inilah para
pemimpin dan pejuang bansa kita menyusun naskah Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia. Konsep ditulis dengan tulisan tangan Bung Karno,
tetapi teks yang otentik dan resmi adalah yang diketik serta ditandatangani oleh
Soekarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia, ada malam itu juga pk.23.00.
Keesokan harinya, pada hari Jumat bulan Ramadhan atau tanggal 17 Agustus
1945 pukul 10.00 di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta dalam suatu
upacara hidmat dibacakan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh
Bung Karno. Dengan Proklamasi itu Indonesia merdeka dan sekali merdeka,
tetap merdeka!
Posting Komentar untuk "Pertumbuhan Bangsa dan Perkembangan Negara negara Senusa dan Antarnusa"