Perabuan Jenazah Buddha
Setelah Buddha mencapai Mahaparinibbana, malam harinya Bhikkhu
Anuruddha dan Bhikkhu Ananda berbincang mengenai Dharma. Kemudian
Bhikkhu Anuruddha berkata kepada Bhikkhu Ananda, “Ananda, sekarang
pergilah ke Kusinara dan umumkan kepada suku Malla, “Para Vasettha,
Bhagava telah wafat!
Berbuatlah apa yang Anda anggap baik!”
Bhikkhu Ananda menemui mereka dan menyampaikan pesan Bhikkhu
Anuruddha dan berkata, “Para Vasettha, Bhagava telah wafat! Berbuatlah
apa yang Anda anggap Baik!”
Ketika mereka mendengar pengumuman Bhikkhu Ananda, warga
suku Malla dengan anak-anak mereka, para menantu, serta istri mereka,
semuanya merasa sangat sedih, menderita dan berduka cita.
Kemudian
warga suku Malla dari Kusinara memerintahkan orang-orang mereka
untuk mengumpulkan semua wangi-wangian, bunga, dan segala alat musik
dari Kusinara ke hutan Sala. Mereka membuat tenda kain untuk berkemah,
mereka melewati hari itu sambil terus melakukan upacara penghormatan
terhadap jenazah Bhagava.
Lalu mereka berpikir: “Hari ini sudah terlalu
siang untuk memperabukan jenazah Bhagava. Kita akan lakukan besok
saja”. Dengan demikian, mereka melalui hari kedua, ketiga, keempat,
kelima, dan keenam dengan melakukan upacara penghormatan kepada
jenazah Bhagava dengan cara yang sama.
Tetapi pada hari ketujuh, mereka berpikir “Kita telah cukup memberi
penghormatan kepada jenazah Bhagava dengan tarian, nyanyian disertai
tabuhan musik serta penaburan bunga dan wangi-wangian, mari sekarang
kita bawa jenazah Bhagava ke arah Selatan ke luar kota dan memperabukan
jenazah-Nya.”
Kemudian, delapan orang suku Malla dari keluarga terkemuka, mandi
dan berkeramas sampai bersih dan mengenakan pakaian baru. Lalu, mereka
bersama-sama mengerahkan tenaga untuk memikul jenazah Bhagava,
namun mereka tak mampu melakukannya.
Mereka kemudian menemui Bhikkhu Anuruddha dan memberitahukannya apa yang telah terjadi, lalu
bertanya, “Mengapa kami tak mampu mengangkat jasad Bhagava?”
“Para Vasettha, kehendak kalian bertentangan dengan kehendak
para dewa.” Ujar Bhikku Anuruddha.
“Jika demikian, Bhikkhu, apakah
kehendak para dewa itu?” tanya mereka. Lalu Bhikku Anuruddha
menjelaskan, “Para Vasettha, kehendak kalian adalah seperti ini, setelah
cukup memberi hormat dengan nyanyian, tarian, bunga dan wangi-wangian
terhadap jenazah Bhagava, sesudah itu mari kita bawa jenazah Bhagava
ke arah selatan kota dan akan memperabukan jenazah Bhagava.”
Namun
kehendak para dewa, adalah “Kami sudah memberi penghormatan kepada
jenazah Bhagava dengan nyanyian, tarian, bunga dan wangi-wangian,
baiklah kita bawa jenazah Bhagava ke arah utara ke luar kota.
Setelah
itu melewati pintu gerbang utara dan kami akan melewati tengah kota,
dan kemudian ke arah timur ke Makutabandhana, cetiya suku Malla, dan
di tempat itulah, kami akan memperabukan jenazah Bhagava.
”Kemudian
mereka berkata, “Bhikkhu, mari kita ikuti kehendak para dewa.”
Pada waktu itu, Kusinara sampai ke pelosok-pelosok ditimbuni
dengan bunga Mandarava hingga setinggi lutut, sampai menutupi
timbunan sampah dan kotoran.
Selanjutnya para Dewa dan suku Malla
dari Kusinara dengan nyanyian, tarian, bunga dan wangi-wangian alam
dewa dan manusia, membawa jenazah Bhagava ke arah utara kota lalu
melewati pintu gerbang utara berjalan ke pusat kota, lalu keluar melalui
gerbang timur ke Makutabandhana, cetiya suku Malla, tempat jenazah
Bhagava dibaringkan.
Kemudian mereka bertanya kepada Bhikkhu Ananda, “Bhikkhu,
bagaimana kami seharusnya memperlakukan jenazah Tathagata?”. Bhikku
menjawab, “Para Vasettha, kalian harus memperlakukan jenazah Tathagata
laksana jenazah seorang Raja Dunia. Bagaimana mereka melakukannya,
Bhikkhu?” tanya mereka.
“Para Vasettha, jenazah seorang Raja Dunia, mula-mula dibalut dengan
kain linen baru, kemudian dilapis dengan kain wol katun, dan balutan
ini di teruskan sampai terdapat 500 lapis kain linen dan 500 lapis kain
wol katun.
Apabila itu sudah dikerjakan lalu dimasukan ke sebuah peti dari besi dan di tutup dengan satu peti dari besi yang lain. Lalu, harus
dibangun satu tempat perabuan yang terdiri atas berbagai jenis kayu
wangi dan selanjutnya jenazah Raja Dunia diperabukan.
Beginilah cara mereka memperlakukan jenazah seorang Raja Dunia,
hal yang serupa juga harus dilakukan terhadap jenazah Tathagata.
Kemudian sebuah stupa harus dibangun di perempatan jalan. Dan
siapa pun yang meletakkan bunga, dupa atau kayu cendana, atau
memberi penghormatan dengan hati yang penuh bakti, orang itu akan
memperoleh kebahagiaan untuk waktu yang lama.”
Suku Malla memberi perintah ke orang-orangnya untuk mengumpulkan
kain wol katun yang ada dari suku Malla, dan mereka memperlakukan
jenazah Bhagava menurut petunjuk Bhikkhu Ananda.
Ketika jenazah Buddha disiapkan untuk diperabukan, empat orang
dari suku Malla, menyalakan api untuk perabuan jenazah Buddha.
Apa
yang terjadi kemudian sungguh ajaib, berkali-kali mereka mencoba tetapi
tidak berhasil menyalakan api. Api tidak menyala karena para dewa
menghendaki agar api tidak dinyalakan terlebih dahulu karena menunggu
kedatangan rombongan Y.A.
Maha Kassapa dalam perjalanan untuk
memberi hormat di kaki jenazah Buddha. Y.A. Maha Kassapa mengetahui
berita wafatnya Buddha, setelah petapa Ajivika dan rombongannya
membawa bunga Mandarava dari tempat wafatnya Buddha di Kusinara.
Di antara mereka terdapat seorang bhikkhu tua bernama Subhadda yang
baru memasuki kebhikkhuan pada usia lanjut. Ia berkata:
“Cukup kawan-kawan, janganlah sedih atau meratap. Kita sekarang
terbebas dari Buddha.
Kita telah dipersulit oleh kata-kata Buddha ‘Ini
boleh, ini tidak boleh’. Kini kita bebas untuk berbuat apa yang kita
sukai ”
Mendengar kata-kata itu, Y.A. Maha Kassapa berpikir ingin
mengadakan pertemuan para Arahat untuk melindungi dan menjaga
kemurnian Ajaran Buddha.
Setelah Y.A. Maha Kassapa dan rombongannya
sampai di tempat perabuan memberi penghormatan, tiba-tiba api menyala
dengan sendirinya membakar jenazah Buddha.
Ketika jenazah Bhagava habis terbakar, maka semua kulit, jaringan,
daging, urat, dan cairan telah terbakar habis tanpa meninggalkan abu atau
bagian-bagian apa pun. Hanya tulang-tulang yang tertinggal.
Dan di antara
500 lapis kain pembungkus berlapis, hanya dua lapis yang tidak terbakar,
yaitu lapisan yang paling dalam dan yang paling luar.
Setelah jenazah Bhagava habis terbakar, hujan lalu turun dari langit
dan memadamkan api perabuan, sedangkan dari Pohon Sala juga keluar
air.
Orang-orang suku Malla dari Kusinara juga membawa air wangi, dan
dengan air ini mereka membantu memadamkan api perabuan dari Bhagava.
Selanjutnya, warga suku Malla dari Kusinara menempatkan relikrelik dari Bhagava di tengah-tengah ruangan sidang, dikelilingi dengan
tombak, lalu dikelilingi lagi dengan pagar busur.
Selama tujuh hari mereka
memberi hormat kepada relik-relik Bhagava dengan melakukan tariantarian, nyanyian disertai musik serta penaburan bunga dan wangi-wangian.
Kushinagar terletak 55 km dari kota Gorakhpur, India. Ini adalah
tempat Buddha mencapai Mahaparinibbana dan meninggalkan tubuhnya.
Di Ramabhar Stupa inilah jenazah Buddha dikremasikan hampir 2600
tahun silam.
Posting Komentar untuk "Perabuan Jenazah Buddha"