Pengertian dan Pewarisan Kebudayaan Buddha
Kata ”kebudayaan” berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah, bentuk jamak
dari buddhi, berarti ”budhi” atau ”akal”. Ada pula yang berpendapat asalnya adalah
kata majemuk ”budi-daya”, daya dari budi, kekuatan dari akal.
Bagaimanapun
definisinya, kebudayaan adalah hal-hal yang bersangkutan dengan akal budi.
Tanpa kebudayaan, hidup dan perilaku manusia tidak berbeda dengan hewan. Koentjaraningrat berpendapat bahwa kebudayaan adalah keseluruhan gagasan
dan karya manusia, yang harus dibiasakannya dengan belajar, beserta keseluruhan
hasil budi dan karyanya.
Pasurdi Suparlan menjelaskan bahwa kebudayaan
adalah pedoman bagi kehidupan yang terjadi dari konsep-konsep, teori-teori, dan
metode-metode, yang merupakan pengetahuan dan keyakinan, yang digunakan
secara selektif dalam menghadapi lingkungan untuk pemenuhan kebutuhankebutuhan sebagai manusia.
Kebudayaan adalah pedoman bagi kehidupan yang terdiri atas konsep-konsep,
teori-teori, dan metode-metode, yang merupakan pengetahuan dan keyakinan,
yang kita gunakan secara selektif dalam menghadapi lingkungan guna pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan kita sebagai manusia.
Agama bersifat universal, tepatnya
pada tingkatan tekstual.
Pada tingkatan operasional, ajaran-ajaran dari teks suci harus diinterpretasikan
dan dipahami oleh pemeluknya untuk kemudian dijadikan pedoman hidup di
lingkungannya.
Dijadikan kebudayaan atau unsur yang tidak terpisahkan dari
kebudayaan, mengingat acuan menginterpretasi teks suci adalah kebudayaan dari
pemeluknya. Ketika agama dipraktikkan, coraknya berubah menjadi lokal, sesuai
dengan kebudayaan setempat.
Terdapat variasi mengenai posisi agama yang dipeluk masyarakat sebagai
kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan.
Jika pemelukan agama hanya
menekankan upacara yang diwajibkan, tidak menjadi pandangan hidup dan etos
yang dalam bahasa sehari-hari dinamakan nilai-nilai budaya, atau pedoman moral
dan etika, agama tersebut belum betul-betul digunakan sebagai kebudayaan dari
masyarakat tersebut.
1. Unsur Kebudayaan
- Sistem religi dan upacara keagamaan.
- Sistem dan organisasi kemasyarakatan.
- Sistem pengetahuan.
- Bahasa.
- Kesenian.
- Sistem mata pencaharian.
- Sistem teknologi dan peralatan.
2. Pewarisan Kebudayaan
Petunjuk Buddha mengenai kewajiban orang tua untuk memberikan warisan
kepada anak-anaknya, dan kewajiban anak selain memelihara warisan yang
diterimanya, juga harus menjaga kehormatan termasuk melanjutkan tradisi
keluarga, dapat dihubungkan dengan praktik pewarisan kebudayaan (D.III.189).
Namun dalam Dhammadayada-sutta, Buddha bersabda, ”Jadilah ahli waris-Ku
dalam Dharma, bukan ahli waris benda-benda materiil” (M.I.12).
Kutipan di atas menggambarkan Dharma sebagai budaya spiritual atau nonmateriil yang dibedakan terhadap budaya materiil, budaya spiritual didasarkan
atas sistem nilai agama yang bersifat kontemplatif.
Kebaikan tidak diukur
dari nilai-nilai materiil, tetapi diukur dari nilai-nilai moral, misalnya keluhuran
budipekerti kebijaksanaan, kesederhanaan.
Sedangkan budaya materiil menggambarkan keterikatan manusia dengan benda, yang menempatkan benda
materi bukan hanya digunakan untuk melakukan sesuatu, tetapi juga memberi makna dalam hubungan sosial.
Jalan tengah pun selalu menjadi pedoman ketika
menghadapi akulturasi budaya dan transformasi budaya.
Agama bersifat universal, tepatnya pada tingkatan tekstual. Pada tingkatan
operasional, ajaran-ajaran dari teks suci harus diinterpretasikan dan diphami oleh
pemeluknya untuk dijadikan pedoman hidup di lingkungannya.
Dengan kata
lain, dijadikan kebudayaan atau unsur yang tidak terpisahkan dari kebudayaan,
mengingat acuan menginterpretasi teks suci adalah kebudayaan dari pemeluknya.
Ketika agama dipraktikan, coraknya berubah menjadi lokal, sesuai dengan
kebudayaan setempat.
Terdapat variasi mengenai posisi agama yang dianut dan
sebagai kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan.
Variasi terdapat pada
tingkat individual. Ada yang menempatkan agama sebagai inti atau puncak
kebudayaan, sehingga agama dijadikan pedoman hidup yang terserap pada
hampir keseluruhan unsur-unsur kebudayaan.
Ada yang hanya bersifat fungsional
dalam sejumlah unsur kebudayaan, sehingga unsur-unsur lain dari kebudayaan
milik masyarakat tersebut bebas dari pengaruh agama yang dianut.
Jika penganut
agama hanya menekankan upacara yang diwajibkan, tidak menjadi pandangan
hidup dan etos yang dalam bahasa sehari-hari dinamakan nilai-nilai budaya,
atau pedoman moral dan etika, agama belum benar-benar digunakan sebagai
kebudayaan dari masyarakat.
Seni merupakan bagian dari kebudayaan, yang mengekspresikan ide estetika,
menciptakan karya yang bermutu, diciptakan dengan keahlian. Seni murni dalam
bahasa Prancis beaux-arts, merujuk kepada estetika atau keindahan semata-mata.
Seni budaya berkenaan dengan keahlian untuk menghasilkan sesuatu dalam
bentuk tulisan, percakapan, dan benda bermanfaat yang diperindah. Berbagai
bentuk objek merupakan hasil kombinasi estetika dengan kegunaan yang berfaedah.
Menurut klasifikasinya, terdapat seni sastra (prosa-puisi), seni suara
(vokal, musik), seni gerak (tari, teater), seni rupa (lukisan, patung, grafis, seni
dekoratif, seni kerajinan, arsitektur).
Apresiasi atau penghargaan dan kesadaran
terhadap nilai seni berkaitan erat dengan kehidupan dan perkembangan batin
seseorang. Seni memiliki hubungan dengan kegiatan dan aktivitas, mengajak
untuk memasuki dunia dengan suatu sikap, melihat kenyataan yang menakjubkan.
Karena itu kesenian bukan diperuntukkan untuk segelintir orang saja dan bukan
suatu bidang di samping hidup kita sehari-hari.
Bentuklah kelompok diskusi, tiap kelompok terdiri atas empat orang!
- Pilihlah seorang moderator dan seorang sekretaris untuk mencatat hasil diskusi.
- Untuk memudahkan mencatat hasil diskusi, gunakanlah tabel yang tersedia dan kamu dapat menambahkan kolom sesuai dengan kebutuhan.
Posting Komentar untuk "Pengertian dan Pewarisan Kebudayaan Buddha"