Terjadinya Perilaku Menyimpang
Kamu telah memahami definisi perilaku menyimpang. Kamu juga mampu membedakan perilaku menyimpang dan tidak menyimpang. Satu hal yang perlu diperhatikan bahwa tidak selamanya perilaku menyimpang bersifat negatif dan merugikan orang lain. Namun, perilaku menyimpang sering kali disamakan dengan perilaku negatif yang melanggar aturan.
Misalnya mencuri, membolos, menyontek sewaktu ujian, memalak, tawuran pelajar, mencopet, pemakaian narkoba, dan lain-lain. Hal ini dikarenakan dalam kenyataan seharihari frekuensi terjadinya perilaku menyimpang negatif lebih tinggi dibanding dengan perilaku menyimpang positif. Lantas, yang menjadi pertanyaannya sekarang, mengapa orang lebih sering melakukan tindakan melanggar norma?
1. Perilaku Menyimpang sebagai Hasil Sosialisasi Tidak Sempurna
Melalui sosialisasi, individu mempelajari nilai dan norma yang
ada dalam masyarakat. Lalu, apa yang akan terjadi jika individu
tersebut gagal melakukan sosialisasi? Individu tidak mempunyai
kemampuan untuk memahami norma-norma yang berlaku.
Kegagalan
dalam sosialisasi dapat disebabkan kurangnya komunikasi dengan
masyarakat. Hal ini membuat individu tidak tahu apa yang menjadi
harapan masyarakat. Oleh karenanya, perilaku yang dihasilkan
merupakan perilaku yang jauh dari harapan masyarakat.
Orang yang
demikian tidak memiliki perasaan bersalah atau menyesal setelah
melakukan pelanggaran hukum.
Selain itu, keragu-raguan memahami diri sendiri dapat juga
menyebabkan seseorang mengalami proses sosialisasi yang tidak
sempurna, yang pada akhirnya menghasilkan perilaku menyimpang.
Contoh, seorang guru adalah panutan dan teladan bagi muridmuridnya.
Namun, kadang kala terjadi seorang guru justru memberi
contoh negatif seperti melakukan tindak kejahatan, korupsi, terlibat
perkelahian, dan lain-lain.
Proses sosialisasi tidak sempurna dapat pula timbul karena cacat
bawaan, kurang gizi, gangguan mental, ataupun pengasingan diri.
Pengasingan diri dari pergaulan menimbulkan proses sosialisasi yang
tidak sempurna. Hal ini dikarenakan dalam belajar nilai-nilai dan
norma masyarakat menjadi tidak sempurna. Akibatnya terjadilah
perilaku menyimpang.
Unsur-unsur budaya yang menyimpang meliputi perilaku, nilainilai dominan yang dimiliki oleh anggota-anggota kelompok yang
biasanya bertentangan dengan tata tertib masyarakat. Unsur-unsur
budaya yang menyimpang memisahkan diri dari aturan-aturan, nilai,
bahasa, dan istilah yang berlaku umum.
2. Perilaku Menyimpang sebagai Hasil Sosialisasi Sub-Kebudayaan yang Menyimpang
Perilaku menyimpang terjadi pada masyarakat yang
memiliki nilai-nilai subkebudayaan yang menyimpang,
yaitu suatu kebudayaan khusus yang normanya bertentangan dengan norma-norma budaya yang dominan atau
umum.
Oleh karena itu, hasil dari sosialisasi ini adalah
perilaku yang menyimpang dari masyarakat pada umumnya.
Menurut Robert K. Merton (1959), di antara segenap
unsur-unsur sosial dan budaya, terdapat dua unsur yang
terpenting. Dua unsur terpenting itu adalah kerangka
aspirasi-aspirasi dan unsur-unsur yang mengatur kegiatankegiatan untuk mencapai aspirasi-aspirasi tersebut.
Dengan
kata lain, ada nilai sosial budaya yang merupakan rangkaian daripada
konsepsi-konsepsi abstrak, yang hidup dalam alam pikiran dari warga
masyarakat. Konsepsi-konsepsi abstrak tersebut yaitu tentang apa yang
dianggap baik dan apa yang dianggap buruk, serta kaidah-kaidah yang
mengatur kegiatan manusia untuk mencapai cita-cita.
Nilai sosial budaya tadi berfungsi sebagai pedoman dan
pendorong perilaku manusia di dalam hidupnya. Apabila terjadi
ketidakseimbangan antara nilai sosial budaya dengan kaidah-kaidah,
atau tidak ada keselarasan antara aspirasi-aspirasi dengan saluransaluran yang tujuannya mencapai cita-cita, maka terjadilah kelakuankelakuan (perilaku) yang menyimpang.
Jadi, kelakuan-kelakuan yang menyimpang akan terjadi, apabila
manusia mempunyai kecenderungan untuk lebih mementingkan
suatu nilai sosial budaya, daripada kaidah-kaidah yang ada untuk
mencapai cita-cita.
Sebagai contohnya, masyarakat yang tinggal di lingkungan kumuh,
masalah etika dan estetika kurang diperhatikan, sehingga berkata-kata
kotor, membuang sampah sembarangan adalah hal biasa yang
merupakan nilai sosial budaya. Namun, bagi masyarakat umum,
dianggap sebagai perilaku yang melanggar kaidah-kaidah yang ada.
3. Penyebab Perilaku Menyimpang
Perilaku menyimpang yang terjadi dalam masyarakat tidak dapat
dijelaskan secara sederhana. Begitu banyak sebab-sebab orang
melakukan perilaku menyimpang. Namun, kita akan mencoba
menganalisis apa sebab musababnya.
a. Lingkungan Pergaulan
Jika seseorang bergaul dengan sekelompok orang
yang berperilaku menyimpang dalam jangka waktu
yang lama, maka seseorang tersebut lambat laun akan
berperilaku sama seperti kelompoknya. Dengan bergaul
seseorang mengamati keadaan dari lingkungan
kelompoknya.
Seiring waktu berjalan, seseorang
dengan sendirinya akan mensosialisasi apa saja yang
menjadi nilai dan norma yang dianut oleh kelompok
tersebut. Jika lingkungan seseorang mempertontonkan
aneka perilaku yang tidak sesuai dengan nilai dan
norma yang berlaku dalam masyarakat, maka dapat
dipastikan bahwa seseorang tersebut melakukan hal
serupa.
Hal ini disebabkan terjadinya alih budaya
(cultural transmission) dari bentuk menyimpang
kepada individu tersebut. Di mana penerimaan
individu terhadap budaya baru ternyata berlawanan
dengan kaidah sosial yang dipatuhi masyarakat.
Oleh karena itu,
individu tersebut dinamakan menyimpang (deviant). Biasanya
yang menjadi korban adalah anak-anak. Mereka belum mempunyai
filter yang kuat untuk memilah hal-hal baru yang datang kepadanya
sementara teman pergaulannya tidak intensif mensosialisasi nilai
dan norma yang ideal.
Faktor inilah yang menjadi bahan kajian teori penyimpangan
sosial yang dikemukakan oleh Edwin H. Sutherland. Menurut
Shuterland, individu mempelajari berbagai perilaku menyimpang
dari pergaulannya dengan sekelompok orang yang telah
menyimpang.
Pernyataan inilah yang kemudian dikenal dengan
teori pergaulan berbeda (differential association). Misalnya,
seorang anak bergaul dengan sekelompok anak nakal di sekolah.
Terdapat perbedaan antara nilai-nilai dan norma yang diterapkan
dalam keluarga dengan nilai dan norma yang terdapat dalam
kelompok anak nakal.
Mereka terbiasa berperilaku sesuka hati, menyakiti temannya, dan lain-lain. Tanpa sadar anak tersebut akan
meniru perbuatan teman-teman sekelompoknya. Walaupun di
dalam keluarga anak tersebut, dididik untuk bersikap baik.
b. Dorongan Ekonomi
Kebutuhan dorongan ekonomi berpotensi menimbulkan penyimpangan sosial. Setiap orang mempunyai
harapan-harapan untuk mempunyai penghidupan yang
lebih baik terutama dalam bidang ekonomi. Namun,
keadaan ekonomi yang baik ternyata tidak mudah
diwujudkan, diperlukan pengorbanan dan perjuangan
yang tidak mudah.
Hal tersebut dapat mendorong orang
berbuat jahat yang dapat merugikan orang lain. Seperti
mencopet, mencuri, merampok, dan lain-lain. Yang
kesemua perbuatan tersebut menyimpang dari tata
nilai dan aturan dalam masyarakat.
c. Keinginan untuk Dipuji atau Gaya-gayaan
Siapa yang tidak ingin dipuji oleh orang lain? Tentu
setiap orang ingin hasil karya atau tindakannya diakui
dan dipuji oleh lingkungan sekitarnya, tidak terkecuali dirimu.
Dengan pujian orang lain, keberadaan kita sebagai manusia diakui,
harga diri, dan martabat kita menjadi meningkat.
Perasaan inilah
yang mendorong orang melakukan penyimpangan sosial.
Misalnya, supaya dianggap anak yang pandai, Anto berusaha
menyontek saat ujian. Atau karena ingin dianggap orang kaya Nita
berpenampilan semewah mungkin.
Walaupun untuk mendapatkan semua itu Nita harus melakukan cara-cara yang tidak halal.
Anto yang berani membolos saat pelajaran sekolah serta Toni yang
merokok saat istirahat. Mereka bangga melakukan tindakan
tersebut. Menurut mereka tindakan membolos dan merokok
merupakan tindakan yang layak mendapat pujian.
Pujian akan
keberanian mereka dalam melanggar aturan sekolah. Terkadang
seseorang merasa bangga ketika melakukan sesuatu yang tidak
mampu dilakukan oleh orang lain, walaupun tindakan tersebut
melanggar norma dan nilai. Inilah mengapa rasa bangga dan
keinginan akan pujian mampu mendatangkan penyimpangan
sosial. Sungguh tindakan bodoh jika hal ini dilakukan oleh
generasi muda kita.
d. Pelabelan
Apa yang dimaksud pelabelan? Lantas, mengapa pelabelan
mampu mendorong munculnya penyimpangan sosial? Cobalah
diskusikan sejenak dua pertanyaan di atas dengan teman
sebangkumu sebagai pengantar.
Istilah pelabelan dalam penyimpangan sosial dikemukakan
oleh Edwin M. Lemert.
Menurutnya, seseorang melakukan perilaku
menyimpang karena diberi cap (label) negatif oleh masyarakat.
Semula dia hanya melakukan penyimpangan primer (primary
deviation). Kemudian anggapan ini lebih dikenal dengan nama
teori pelabelan.
Misalnya, seorang siswa ingin mendapatkan nilai baik dan
mendapatkan prestasi yang gemilang.
Pada saat ujian dia berusaha
menyontek. Namun, usahanya diketahui oleh guru yang menjadi pengawas saat itu. Kemudian beliau menegurnya dan memberikan
nilai nol. Karena peristiwa itu, teman-teman mengejek dan
mengolok-oloknya. Teman-teman selalu menceritakan kesalahannya kepada siswa lain. Lambat laun dia dicap sebagai penyontek.
Label itu melekat pada dirinya dan seolah-olah menjadi identitas
pribadi. Kini teman-teman menjulukinya ”tuan sontek yang gagal”.
Sebagai reaksi pelabelan tersebut, dia berusaha membuktikan
bahwa dia ”penyontek yang lihai” pada setiap kesempatan yang
ada. Oleh karena itulah, menyontek kini menjadi kebiasaannya
setiap kali ujian. Bahkan dia menyiapkan bermacam-macam cara
menyontek agar tidak ketahuan guru pengawas ujian.
e. Gangguan Jiwa atau Mental
Gangguan jiwa atau mental seseorang mampu menjadi penyebab
seseorang tersebut melakukan perilaku penyimpangan sosial.
Pernahkah kamu melihat orang gila? Bagaimanakah tingkah laku
mereka? Terkadang tindakan mereka aneh dan menggelikan serta
memalukan.
Berjalan tanpa tujuan, tertawa dan berbicara sendiri,
mencerca dan memaki orang-orang di dekatnya. Bahkan
bertelanjang badan tanpa seutas pakaian di sepanjang jalan. Pada
kasus ini rusaknya kesehatan jiwa atau mental dapat menjadikan
seseorang berperilaku menyimpang. Hal ini disebabkan dalam
kondisi sakit jiwa seseorang tidak mampu lagi memahami nilai
dan norma yang ada.
f. Pengaruh Media Massa
Di era globalisasi seperti saat ini perkembangan media massa
mengalami kemajuan pesat. Pada hakikatnya, media massa
mempunyai kemampuan kuat dalam memengaruhi perilaku
seseorang. Sebagaimana diungkapkan oleh Sudjito Sastrodiharjo
yang dikutip oleh Abdulsyani, jika seseorang menonton film
tentang kekerasan, maka setelah selesai menonton film dia akan
bersikap seperti pelaku dalam film tersebut.
Belum lagi pengaruh
global penyebaran narkoba serta gaya hidup permisif, materialistis
dan konsumtif. Selain itu, masalah kecanduan rokok, minuman
keras dan gaya hidup bebas sekarang telah memasuki bukan saja
dunia remaja, namun anak-anak SD hingga bangku perguruan
tinggi. Kenyataan-kenyataan ini menunjukkan betapa besar
pengaruh media massa bagi perilaku seseorang.
Posting Komentar untuk "Terjadinya Perilaku Menyimpang"