Pendekatan Pluralisme Budaya dalam Menangani Konflik di Indonesia
Indonesia merupakan suatu gugusan kepulauan yang terdiri atas berbagai ragam kebudayaan. Adapun masyarakatnya merupakan masyarakat yang multikultural. Banyak konflik terjadi di Indonesia seperti kasus Sampit di Kalimantan, konflik di Poso dan Ambon, konflik antarsuku di Papua, dan konflik-konflik lain.
Konflik tersebut lebih banyak diakibatkan oleh kemajemukan dalam masyarakat, baik secara vertikal maupun horizontal. Secara sosiologis, masyarakat multikultural memiliki potensi rawan konflik yang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
- harga diri dan kebanggaan setiap pihak terusik;
- adanya perbedaan kebudayaan yang dimiliki setiap etnis;
- adanya benturan kepentingan (politik, ekonomi, kekuasaan);
- perubahan sosial yang terlalu cepat dapat mengganggu keseimbangan sistem.
Konflik yang sering terjadi di Indonesia merupakan suatu
permasalahan yang kompleks dan membutuhkan penyelesaian yang
menyeluruh dan integratif dari berbagai pendekatan. Terdapat dua elemen kuat yang sering bergabung dalam konflik
internal, seperti halnya yang terjadi di Indonesia, yaitu:
- identitas, yang berkaitan dengan mobilisasi orang dalam kelompok-kelompok identitas komunal yang berdasarkan ras, agama, bahasa, dan seterusnya;
- distribusi, yaitu cara untuk membagi sumber daya ekonomi, sosial, dan politik dalam sebuah masyarakat. Ketika distribusi dianggap tidak adil yang berkaitan dengan perbedaan identitas. Misalnya, suatu kelompok agama kekurangan sumber daya tertentu yang didapat dari kelompok lain. Kita menemukan adanya potensi konflik yakni kombinasi dari faktor kuat yang didasarkan pada identitas dengan persepsi yang lebih luas tentang keadilan ekonomi dan sosial yang sering menyalakan konflik yang mengakar.
Karakteristik yang menonjol dari konflik internal adalah tingkat
ketahanannya karena konflik seperti ini sering didasarkan pada
isu identitas. Istilah yang sering digunakan dalam konflik seperti
ini adalah konflik etnis.
Konflik disebabkan oleh faktor apapun
(agama, ras, budaya, keturunan, sejarah) yang dianggap sebagai
identitas fundamental dan yang menyatukan mereka menjadi sebuah
kelompok maka merasa berkewajiban untuk melakukan kekerasan
demi melindungi identitas mereka yang terancam.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan identitas fundamental
sering bercampur dengan konflik dalam pendistribusian sumberdaya.
Misalnya wilayah, kekuasaan ekonomi, prospek lapangan kerja, dan
sebagainya.
Ketika identitas dan isu pendistribusian dibaurkan,
akan menjadi kesempatan bagi pemimpin yang oportunistik untuk
mengeksploitasi dan memanipulasi. Hal ini menjadi potensi konflik
yang paling tinggi dan banyak terjadi di Indonesia, terutama setelah
masa reformasi sampai sekarang.
Pendekatan pluralisme budaya merupakan sebuah alternatif dalam
kaitannya dengan relasi sosial di antara kelompok-kelompok etnis
dan kebudayaan. Pendekatan ini dapat dijadikan sebagai strategi pemecahan konflik dan pembangunan modal kedamaian sosial.
Pluralisme
menunjuk pada sikap penghormatan antara berbagai kelompok dalam
masyarakat dan penghormatan kaum mayoritas terhadap minoritas dan
sebaliknya, yang memungkinkan mereka mengekspresikan kebudayaan
mereka tanpa prasangka dan permusuhan.
Daripada berupaya untuk
mengeliminasi karakter etnis, pluralisme budaya berjuang untuk
memelihara integritas budaya. Pluralisme menghindari penyeragaman,
seperti kata Kleden (2000:5), “...penyeragaman adalah kekerasan
terhadap perbedaan, pemerkosaan terhadap bakat, dan terhadap
potensi manusia.”
Posting Komentar untuk "Pendekatan Pluralisme Budaya dalam Menangani Konflik di Indonesia"