Kata komunitas (community) berasal dari bahasa Latin (communire) atau communia yang berarti memperkuat. Dari kata ini, dibentuk
istilah komunitas yang artinya persatuan, per saudaraan, kumpulan,
masyarakat.
Komunitas sosial adalah suatu kelompok teritorial yang
membina hubungan para anggotanya dengan menggunakan saranasarana yang sama untuk mencapai tujuan bersama. Komunitas
merupakan kelompok sosial yang memiliki ciri tersendiri dalam hal
kebersamaannya. Komunitas merupakan bagian dari masyarakat,
tetapi berbeda dengan kolektivitas atau kerumunan.
1) Ciri-Ciri Komunitas Sosial
a) Kesatuan Hidup yang Tetap dan Teratur
Sebagai suatu kelompok sosial, komunitas merupakan kesatuan
hidup manusia yang tetap dan teratur. Hubungan antaranggotanya
berlangsung secara akrab, kekeluargaan, saling mengenal (face to
face), saling menolong.
b) Bersifat Teritorial
Unsur utama dan khas yang menunjukkan suatu kelompok
sosial sebagai komunitas sosial adalah daerah yang sama tempat
kelompok tersebut berada. Oleh karena itu, komunitas sering disebut
masyarakat setempat.
Contohnya, kelompok sosial yang bertempat
tinggal di lingkungan RT, RW, desa. Satu hal yang perlu diperhatikan
bahwa dalam komunitas tidak mengandung pengertian regionalisme
atau daerah yang luas seperti kabupaten atau provinsi.
2) Jenis Komunitas Sosial
a) Komunitas Pedesaan
Orang-orang memberikan pengertian tentang desa didasarkan
pada sudut pandang masing-masing. Ditinjau dari sudut administrasi,
desa adalah suatu wilayah yang ditempati sejumlah penduduk
sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi
pemerintahan terendah di bawah kepemimpinan seorang kepala desa
dan berhak menyelenggarakan rumah tangga sendiri dalam ikatan
suatu negara.
Secara geografis, desa adalah hasil perpaduan antara kegiatan
kelompok manusia dengan lingkungan nya. Hasil dari perpaduan
itu adalah suatu wujud atau penampakan di muka bumi yang
ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografi, sosial, ekonomi, politik,
dan kultural yang saling berinteraksi dalam hubungannya dengan
daerah lain. Phillips Ruop mengemukakan bahwa secara sosiologis,
desa merupakan sebagai berikut.
- Daerah yang sama dilihat dan segi geografis dan administratif;
- Nilai sosial yang sama, artinya seluruh anggota masyarakat desa
menganut nilai-nilai sosial yang sama;
- Kegiatan yang sama terutama dalam sistem mata pencaharian.
Masyarakat desa pada umumnya di bidang pertanian yang tidak
lepas dari pengaruh lingkungan alam seperti, tanah, iklim dan
morfologi (dataran, pegunungan, pantai); dan tata kelakuan.
Corak kehidupan di desa didasarkan pada kekeluargaan yang
erat dan termasuk pada masyarakat paguyuban.
b) Komunitas Perkotaan
Para sarjana sosiologi memberikan definisi tentang kota secara
berbeda-beda sesuai dengan sudut pandang masing-masing.
(1) Max Weber
Suatu tempat disebut kota apabila penduduk atau masyarakatnya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya di
pasar lokal.
(2) Wright
Kota
adalah pemukiman yang relatif besar, padat, dan permanen,
serta dihuni oleh orang-orang yang heterogen kedudukan
sosialnya. Akibatnya hubungan sosial menjadi longgar, acuh
tak acuh dan tidak bersifat pribadi.
(3) Haris dan Ulman
Kota merupakan pusat pemukiman dan pemanfaatan bumi oleh
manusia. Kota-kota sekaligus merupakan paradoks. Pertumbuhan nya cepat dan luasnya kota-kota menunjukkan keunggulan dalam mengeksploitasi bumi. Di pihak lain, berakibat
munculnya lingkungan miskin bagi manusia.
Berdasarkan pengertian tersebut, tampak beberapa aspek yang
merupakan ciri kehidupan dalam komunitas perkotaan.
- Suatu tempat disebut kota apabila penduduk atau masyarakatnya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya di
pasar lokal.
- Masyarakat perkotaan bertempat tinggal di tempat-tempat yang
straregis untuk dua kebutuhan penting, yaitu perekonomian dan
pemerintahan. Tempat-tempat yang demikian memberi jaminan
terhadap kelancaran transportasi, komunikasi, dan informasi.
Misalnya, di sepanjang jalannya, di daerah pantai dan di sekitar
sungai besar.
- Struktur hidup perkotaan yang mencakup keanekaragaman
penduduk, ras, etnis dan kebudayaan.
- Kota merupakan kumpulan kelompok sekunder, seperti asosiasi
pendidikan, partai politik, pemerintahan, perekonomian.
- Pergaulan hidup penduduk kota bersifat individualisme, setiap
orang tidak bergantung kepada orang lain. Akibatnya antarindividu tidak saling mengenal, hubungan pribadi berubah
menjadi hubungan kontrak, komunikasi dilakukan melalui media
komunikasi massa, seperti koran, majalah, radio, televisi, telepon
dan sebagainya.
- Terdapat permukiman yang terbagi dalam beberapa lokasi atau blok
sesuai dengan jenis pekerjaan orang yang menempatinya, seperti,
daerah pertokoan, daerah kemiliteran, daerah kumuh (slum).
- Kesenjangan sosial dalam kehidupan masyarakat tampak secara
jelas yang tercermin dalam sarana atau prasarana kehidupan
penduduk.
- Pola berpilar bersifat rasional dan cenderung disesuaikan dengan
situasi yang berkembang di masyarakat.
- Memiliki jiwa urbanisme, sikap dan perilaku masyarakat kota
selalu berubah mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
c) Komunitas Religius
Komunitas religius adalah suatu bentuk kehidupan bersama
yang didasarkan atas motif keagamaan. Setiap aspek kehidupan
dilandasi nilai-nilai yang bersumber dari ajaran agama. Berikut ciriciri yang tampak dalam komunitas religius.
- Sikap dan perilaku yang diwujudkan dalam tindakan dan
interaksi sosial senantiasa memperhatikan norma-norma yang
sesuai dengan agama yang dianutnya.
- Simbol-simbol yang digunakan dalam pakaian, tempat ibadah
serta benda lain diwarnai ajaran agamanya.
- Menciptakan keseimbangan antara kepentingan dunia dan
kepentingan akhirat.
- Bertempat tinggal di lingkungan tempat-tempat ibadah atau
tempat menuntut ilmu keagamaan.
d) Komunitas Ekonomi
Komunitas ekonomi adalah suatu bentuk hidup bersama yang
sebagian besar kegiatan penduduknya berorientasi di bidang ekonomi.
Setiap aspek kehidupan dilandasi dengan hal-hal yang memiliki
nilai-nilai ekonomi.
Komunitas ekonomi pada umumnya berada di
kawasan perindustrian, perdagangan, dan jasa. Contohnya, masyarakat
Cibaduyut di Kota Bandung, hampir seluruh anggota masyarakatnya
berprofesi sebagai pengrajin sepatu (home industry) Beberapa ahli sosiologi juga mengklasifikasikan kelompok sosial
ke dalam beberapa jenis sebagai berikut.
a. Emille Durkheim membagi kelompok sosial yang didasarkan
pada Solidaritas Mekanik dan Solidaritas Organik. Solidaritas
mekanik merupakan ciri dari masyarakat yang sederhana dan
belum mengenal adanya pembagian kerja.
Tiap-tiap kelompok dapat
memenuhi keperluan mereka sendiri tanpa memerlukan bantuan
atau kerja sama dengan kelompok di luarnya.
Pada masyarakat dengan solidaritas mekanik, yang diutamakan
adalah persamaan perilaku dan sikap.
Kesadaran kolektif menjadi
dasar ikatan seluruh warga masyarakat, yaitu suatu kesadaran
bersama yang mencakup keseluruhan kepercayaan dan perasaan
kelompok yang ada di luar warga dan bersifat memaksa.
Solidaritas
organik merupakan bentuk solidaritas yang mengikat masyarakat
yang telah mengenal adanya pembagian kerja (masyarakat kompleks)
sehingga unsur-unsur di dalam masyarakat tersebut saling
bergantung. Pada masyarakat dengan solidaritas organik, ikatan
utama yang mempersatukan masyarakat adalah kesepakatan yang
terjalin di antara berbagai profesi.
b. Ferdinand Toennies memberi penjelasan bahwa kelompok di
dalam masyarakat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu gemeinschaft
dan gesselschaft. Gemeinschaft atau paguyuban adalah kehidupan
bersama yang anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin
yang murni, alamiah, dan kekal.
Contohnya, keluarga dan rukun
tetangga.
Adapun gesselschaft atau patembayan adalah ikatan lahir yang
bersifat pokok untuk jangka waktu yang pendek dan dinamis.
Contohnya, ikatan antara pedagang dan pembeli atau organisasi
buruh dalam suatu pabrik.
c. Charles H. Cooley dan Ellsworth Farris berpendapat bahwa di
dalam masyarakat terdapat kelompok primer yang ditandai dengan
hubungan antaranggotanya berlangsung secara bertatap muka, saling
mengenal, mesra dan akrab, kerja sama yang erat dan bersifat pribadi.
Ruang lingkup terpenting kelompok ini adalah keluarga, teman
sepermainan, rukun tetangga. Pergaulan yang intim ini menghasilkan
keterpaduan indvidu dalam satu kesatuan yang membuat seseorang
hidup dan memiliki tujuan kelompok bersama.
d. W.G. Sumner membagi kelompok menjadi dua yaitu in-group
(kelompok dalam) dan out-group (kelompok luar). Kelompok sosial
yang individu mengidentifikasi dirinya merupakan in-group-nya
dalam kelompok tersebut.
Adapun out-group diartikan oleh individu
sebagai kelompok yang menjadi lawan in-group-nya. Sikap ingroup biasanya didasarkan pada faktor simpati, kedekatan dengan
anggota kelompok, kerja sama, keteraturan, dan kedamaian.
Sikap
out-group selalu ditandai dengan suatu kelainan yang berwujud
antagonisme atau antipati. Jika kelompok dalam berhubungan
dengan kelompok luar maka terjadi rasa kebencian, permusuhan,
perang atau perampokan.
Rasa kebencian ini terus diwariskan hingga
membentuk perasaan kelompok dalam (in-group feeling). Anggota
kelompok dalam menganggap kelompok mereka sendiri sebagai
pusat segalanya (etnosentris).
Kajian Sumner tersebut dapat dijelaskan dalam masalah tawuran
antarsiswa.
Di kalangan siswa dari suatu sekolah dapat muncul in
group feeling yang kuat dan terwujud dalam rasa solidaritas, kesetiaan,
dan pengorbanan. Perasaan tersebut memunculkan etnosentrisme
sehingga mereka memandang siswa dari sekolah lain dengan penuh
rasa permusuhan yang terus diwariskan ke adik kelasnya.
Posting Komentar untuk "Kelompok Teritorial atau Komunitas Sosial"