Teater sebagai seni merupakan salah satu jenis seni pementasan dengan
medium utamanya manusia yang dibangun oleh beberapa unsur
pembentuknya, salah satunya unsur lakon.
Sastra lakon dalam konteks seni pementasan lebih populer disebut dengan
lakon (yang punya peranan dan diperankan oleh tokoh utama yakni boga
lalakon).
Lakon sebagai karya sastra dapat diartikan sebagai ungkapan pribadi
manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat,
keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kongkret yang membangkitkan
pesona dengan alat (media) bahasa.
Pesona atau daya tarik (keindahan) di dalam sastra, setidaknya dapat
dipahami melalui : bentuk, isi, ekspresi, dan bahasa ungkap seorang sastrawan
dengan persyaratan unsur-unsur di dalamnya, yaitu adanya; Alur, tema, tokoh,
karakter, setting, dan sudut pandang pengarang. Unsur-unsur tersebut,
hendaknya mengandung muatan;
- Keutuhan (unity),; artinya setiap bagian atau unsur yang ada menunjang
kepada usaha pengungkapan isi hati sastrawan. Dengan kata lain tidak adanya
unsur kebetulan, semuanya direncanakan dan dipertimbangkan secara
seksama.
- Keselarasan (harmony), artinya berkenaan dengan hubungan satu
unsur dengan unsur lain, harus saling menunjang dan mengisi bukan
mengganggu atau mengaburkan unsur yang lain.
- Keseimbangan (balance), ialah bahwa unsur-unsur atau bagian-bagian
karya sastra, baik dalam ukuran maupun bobotnya harus sesuai atau seimbang
dengan fungsinya. Sebagai contoh, adegan yang kurang penting dalam naskah
drama akan lebih pendek daripada adegan yang penting. Demikian juga halnya
di dalam puisi bahwa yang dianggap penting akan terjadi pengulangan kata
atau kalimat dalam baris lain.
- Fokus atau pusat penekanan sesuatu unsur (right emphasis), artinya
unsur atau bagian yang dianggap penting harus mendapat penekanan yang
lebih daripada unsur atau bagian yang kurang penting. Unsur yang dianggap
penting akan dikerjakan sastrawan lebih seksama, sedang yang kurang penting
mungkin hanya garis besar dan bersifat skematik saja.
Unsur bahasa merupakan faktor penting dalam berkomunikasi antara
pemeran dan penonton, terutama dalam menyampaikan isi pesan yang
dilontarkan melalui para pemerannya. Maksud bahasa di sini adalah bahasa
secara penyampaian verbal. Hal ini untuk membedakan dengan bahasa gerak,
tari atau pun mime.
Dengan alasan ciri dari teater rakyat, termasuk di dalamnya yang bersifat
spontan, maka dalam membawakan lawakan maupun dalam lakon cerita
dikatakan Soemardjo, (2004:19) yakni nilai dan laku dramatik dilakukan
secara spontanitas.
Hal ini, jelas dalam menyikapi laku dramatik yang dibangun secara
spontanitas para pemainnya sebagaimana dijelaskan Sembung, (1992:32)
bahwa lakon teater rakyat, Topeng Banjet yang ada di Kabupaten Karawang,
Jawa Barat. Biasanya menggunakan lakon yang telah dipakai dan kadangkala
diulang-ulang dan sangat dikenal oleh pemain dan masyarakat setempat
sehingga kerja penyiapan materi seninya tidak terlalu bergantung pada latihan
khusus.
Naskah lakon teater, khususnya teater tradisional ditangan sang
koordinator dan biasanya merangkap pimpinan grup, atau orang yang dituakan
dalam kelompok seninya. Lakon yang akan dibawakan baik diminta atau tidak
yang empunya hajat (penanggap seni) merupakan bahan lakon yang perlu
dipahami, dan diperankan secara saksama. Adapun bahan lakon tersebut
yakni dari teks lisan dalam bentuk garis besar lakon (bedrip lakon, cerita)
disampaikan koordinator kepada para pemain yang ditindak lanjuti menjadi
wujud pementasan.
Dalam pementasan teater kedudukan lakon menjadi unsur penting.
Lakon yang telah ditentukan sebagai bahan pementasan teater, terlebih dahulu
dianalisis bagian-bagiannya, antara lain ; alur (plotting), tema (thought), tokoh
(dramatic person), karakter (character), Tempat kejadian peristiwa (Setting),
dan Sudut pandang pengarang (point of view). Unsur tokoh dan karakter atau
perwatakan sebagai unsur seni peran, telah dibahas pada pertemuan bab
sebelumnya. Selanjutnya, untuk mempelajari naskah lakon teater, kamu harus
memulainya dengan memahami beberapa unsur, antara lain sebagai berikut.
a. Alur atau Jalan cerita
Alur dalam bahasa Inggris disebut plot. Alur dapat diartikan sebagai jalan
cerita, susunan cerita, garis cerita atau rangkaian cerita yang dihubungkan
dengan sebab akibat (hukum kausalitas). Artinya, tidak akan terjadi akibat
atau dampak, kalau tidak ada sebab atau kejadian sebelumnya.
Berbicara alur dapat dikemukakan pula tentang alur maju dan alur
mundur. Alur maju, artinya rangkaian cerita mengalir dari A sampai Z.
Adapun Alur mundur, cerita berjalan, yaitu, penggambaran cerita yang
mengakhirkan bagian awal, dapat juga cerita di dalam cerita atau disebut
dengan flashback.
Alur di dalam cerita dibangun oleh sebuah struktur. Struktur cerita
menurut Aristoles adalah sebagaima gambar di bawah ini.
- Introduksi = Pengenalan tokoh (misalnya Arif, Tuti, Ayah, Ibu,
Paman dan Orang Tua Arif)
- Reasing Action = tokoh utama memiliki itikad (Tokoh Arif)
- Konflik = tokoh utama mengalami pertentangan
(Itikad Arif dihambat oleh orang tua Tuti)
- Klimaks = terselesaikannya persoalan tokoh utama
(kedua orang tua Tuti merestui Arif dalam
hubungan cinta)
- Resolusi = penurunan klimaks atau disebut anti klimaks
(Kedua orang tua Arif melamar Tuti)
- Kongklusi = kesimpulan cerita atau kisah
(Arif dan Tuti bersanding dipelaminan)
Faktor pertama dan utama dalam memilih naskah lakon terletak pada
kekuatan memilih tema. Masalah yang diangkat, gagasan cerita yang digulirkan
melalui alur, dan pesan moral bersifat aktual atau tidak. Pesan moral yang
dimaksud harus mengangkat nilai-nilai kemanusiaan agar tercipta
keseimbangan hidup, harmonis, dan bermakna.
b. Tema
Tema adalah pokok pikiran. Di dalam tema terkandung tiga unsur pokok,
yaitu (1) masalah yang diangkat, (2) gagasan yang ditawarkan, dan (3) pesan
yang disampaikan pengarang.
Masalah yang diangkat di dalam tema cerita berisi persoalan-persoalan
tentang kehidupan, berupa Ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan
keamanan, pada suatu masyarakat tertentu dalam lingkup luas atau terbatas.
Gagasan yang ditawarkan dalam tema adalah jalan pikiran pengarang untuk
memberikan gambaran cerita dari awal sampai akhir. Pesan di dalam tema
sebuah lakon berupa kesimpulan ungkapan pokok cerita dari pengarang.
Tema-tema yang ada pada lakon drama atau teater, biasanya tentang;
kepahlawanan (heroic), pendidikan (educatif), sosial (social), kejiwaan
(pscykologi), keagamaan (religius). Tema lakon di dalam teater remaja, biasanya
lebih didasarkan pada muatan pendidikan untuk menumbuhkembangkan
mental, moral, dan pikir. Contoh, dalam memahami tema, temanya pendidikan;
masalahnya adalah “narkoba“, gagasan atau idenya adalah “menghilangkan
nyawa”, pesan moral atau nilainya adalah “jauhi narkoba” sebab menghilangkan
nyawa.
c. Penokohan
Penokohan di dalam teater dapat dibagi dalam beberapa peran, antara lain
protagonis, antagoni, deutragonis, foil, tetragoni, confident, raisonneur dan
utility. Secara rinci pesan tersebut dapat dijelaskan berikut.
- Protagonis adalah tokoh utama, pelaku utama atau pemeran utama (boga
lalakon) disebut sebagai tokoh putih. Kedudukan tokoh utama adalah
menggerakkan cerita hingga cerita memiliki peristiwa dramatik (konflik)
- Antagonis adalah lawan tokoh utama, penghambat pelaku utama
disebut sebagai tokoh hitam. Kedudukan tokoh antagonis adalah yang
mengahalangi, menghambat itikad atau maksud tokoh utama dalam
menjalankan tugasnya atau mencapai tujuannya. tokoh antagonis dan
protagonis biasanya memiliki kekuatan yang sama, artinya sebanding
menurut kacamata kelogisan cerita di dalam membangun keutuhan cerita.
- Deutragonis adalah tokoh yang berpihak kepada tokoh utama. Biasanya
tokoh ini membantu tokoh utama dalam menjalankan itikadnya.
Kadangkala, tokoh ini menjadi tempat pengaduan atau memberikan
nasihat kepada tokoh utama.
- Foil adalah tokoh yang berpihak kepada lawan tokoh utama. Biasanya tokoh ini membantu tokoh antagonis dalam menghambat itikad tokoh utama. Kadangkala, tokoh ini menjadi tempat pengaduan atau memberikan
nasihat untuk memperburuk kondisi kepada tokoh antagonis.
- Tetragonis adalah tokoh yang tidak memihak kepada salah satu tokoh lain,
lebih bersifat netral. Tokoh ini memberi masukan-masukan positif kedua
belah pihak untuk mencari jalan yang terbaik.
- Confident adalah tokoh yang menjadi tempat penyampaian tokoh utama.
Pendapat-pendapat tokoh utama tersebut pada umumnya tidak boleh diketahui oleh tokoh-tokoh lain selain tokoh tersebut dan penonton.
- Raisonneur, adalah tokoh yang menjadi corong bicara pengarang kepada
penonton.
- Utilitty adalah tokoh pembantu baik dari kelompok hitam atau putih. Tokoh ini dalam dunia pewayangan disebut goro-goro (punakawan). Kedudukan tokoh utilitty, kadangkala ditempatkan sebagai penghibur, penggembira atau hanya sebatas pelengkap saja, Artinya, kehadiran tokoh ini tidak
terlalu penting. Ada atau tidaknya tokoh ini, tidak akan mempengaruhi
keutuhan lakon secara tematik. Kalau pun dihadirkan, lakon akan menjadi
panjang atau menambah kejelasan adegan peristiwa yang dibangun.
Dalam kaitan penokohan di dalam teater rakyat atau teater tradisional
cenderung bersifat flat. Artinya, setiap pemain atau pemeran yang akan membawakan penokohan cerita tidak berubah atau jarang berubah orang sesuai dengan karakter atau kebiasaan tokoh yang dibawakan dalam membawakan
peranannya. Oleh karena itu, di dalam teater rakyat, mengenal pembagian casting berdasarkan kebiasaan tokoh yang dibawakan. Apakah itu tokoh pejabat,
penjahat, goro-goro atau peran utama dengan paras yang ganteng. Dengan
tipe casting inilah, teater rakyat akan lebih mudah untuk mengembangkan cerita dengan tingkat improvisasi dan spontanitas tinggi tanpa naskah.
d. Karakter
Karakter adalah watak atau perwatakan yang dimiliki tokoh atau pemeran
di dalam lakon. Watak atau perwatakan yang dihadirkan pengarang dengan
ciri-ciri secara khusus, misalnya berupa; status sosial, fisik, psikis, intelektual,
dan religi.
Status sosial sebagai ciri dari perwatakan adalah menerangkan kedudukan
atau jabatan yang diemban tokoh dalam hidup bermasyarakat pada lingkup lakon, antara lain; orang kaya, orang miskin, rakyat biasa atau jelata, penggangguran, gelandangan, tukang becak, kusir, guru, mantri, kepala desa, ulama,
ustad, camat, bupati, gubernur, direktur atau presiden, dan lain-lain.
Fisik sebagai ciri dari perwatakan, menerangkan ciri-ciri khusus tentang
jenis kelamin (laki-laki perempuan atau waria), kelengkapan pancaindra atau
keadaan kondisi tubuh (cantik-jelek, tinggi-pendek, kurus-buncit, kekar-lembek, rambut hitam atau putih, buta, pincang, lengan patah, berpenyakit atau
sehat, dan lain-lain.
Psikis sebagai ciri dari perwatakan menerangkan ciri-ciri khusus mengenai hal kejiwaan yang dialami tokoh, seperti; sakit ingatan atau normal, depresi, traumatic, mudah lupa, pemarah, pemurah, penyantun, pedit, pelit, dermawan, dan lain-lain.
Intektual sebagai ciri dari perwatakan menerangkan ciri-ciri khusus
mengenai hal sosok tokoh dalam bersikap dan berbuat, terutama dalam mengambil sebuah keputusan atau menjalankan tanggung jawab. Misalnya, kecerdasan (pandai atau bodoh, cepat tanggap atau apatis, tegas atau kaku, lambat
atau cepat berpikir), kharismatik (gambaran sikap sesuai dengan kedudukan
jabatan), tanggung jawab (berani berbuat berani menanggung resiko, asalkan
dalam koridor yang benar).
Karakter tokoh akan lebih mudah dicerna, karena kekhasan tokoh dan
pembiasaan membawakan tokoh menjadi landasan dalam membangun karakter peran di dalam penyajian lakon teater. Biasanya pemeran yang berperawakan tinggi besar, berperilaku kasar, handal menampilkan silat akan cenderung
membawakan tokoh dengan karakter Jawara atau tokoh jahat. Adapun pemain
yang berperawakan tinggi besar dengan paras ganteng akan menerima tokoh dengan karakter tokoh baik. Begitu pula dengan pendukung yang bertubuh
kecil dan jelek tetapi mampu mengocek perut akan hadir sebagai tokoh utility
atau detragonis atau foil.
e. Setting
Setting dalam sebuah lakon merupakan unsur yang menunjukan; tempat
dan waktu kejadian peristiwa dalam sebuah babak. Berubahnya setting berarti
terjadi perubahan babak, begitu pula dengan sebaliknya. Perubahan babak
berarti terjadi perubahan setting.
Tempat sebagai penunjuk dari unsur setting di dalam lakon, mengandung
pengertian yang menunjuk pada tempat berlangsungnya kejadian. Misalnya di
rumah, di hotel, di stasiun, di sekolah, di kantor, di jalan, di hutan, di gang
jalan, di taman, di tempat kumuh, di lorong , di kereta api, di dalam Bus, dan
seterusnya.
Waktu sebagai bagian unsur setting di dalam lakon, menjelaskan tentang
terjadinya putaran waktu, yakni siang-malam, pagi-sore, gelap-terang,
mendung cerah, pukul lima, waktu Ashar, waktu Subuh, zaman kemerdekaan,
zaman orde baru, zaman reformasi dan sebagainya.
Latar peristiwa kejadian sebagai bagian dari unsur setting di dalam lakon,
misalnya; kondisi perang, kondisi mencekam, kondisi aman, dan seterusnya.
f. Point of view
Setiap lakon, termasuk lakon teater anak-anak, remaja, dewasa atau pun
untuk semua umur pasti melibatkan sudut pandang pengarang atau penulis.
Sudut pandang pengarang atau penulis ini disebut point of view. Sebagai
gambaran intelektualitas dan kepekaan pengarang atau creator dalam
menangkap dan memaknai fenomena yang terjadi.
Memahami dan menangkap tanda-tanda tentang sudut pandang
pengarang merupakan hal penting bagi seorang creator panggung atau
pembaca agar terjadi kesepahaman, kesejalanan atau tidak setuju dengan apa
yang ditawarkan dan dikehendaki pengarang. Apabila seorang creator dalam
proses kreatifnya mengalami kesulitan menemukan pandangan inti pengarang,
secara etika creator dapat melakukan konsultasi atau wawancara dengan
penulis tentang maksud dan tujuan dari lakon yang ditulis.
Posting Komentar untuk "Unsur Lakon Teater"