Gereja, Demokrasi, dan Hak Asasi Manusia
Bagaimana dengan praktik gereja di Indonesia sehubungan dengan hak asasi manusia? Ignas Kleden, seorang sosiolog Indonesia, mengajukan pertanyaan berikut ini, kemudian beliau juga mempertanyakan hal berikut :
- Bagaimana masalah hak asasi manusia dipandang dari segi kegerejaan?
- Apakah persoalan hak asasi manusia cukup dikenal dalam kalangan umat gereja?
- Kalau ada pengetahuan mengenai hak asasi manusia, sejauh mana pimpinan dan umat gereja melibatkan diri dalam perjuangan untuk hak asasi manusia?
- Kalau ada keterlibatan dalam perjuangan itu, apakah partisipasi gereja itu semata-mata karena desakan politis atau karena keyakinan keagamaan?
- Pada tahap yang lebih tinggi dapat dipersoalkan apakah ada dasar-dasar teologis untuk hak-hak asasi manusia?
- Dapatkah perjuangan untuk hak asasi manusia diintegrasikan dengan usaha penyelamatan oleh gereja, dan diberi watak soteriologis [penyelamatan]?
- Apakah perjuangan hak asasi manusia lebih merupakan masalah keadilan atau masalah perwujudan cinta kristiani yang diajarkan dalam gereja?
Pertanyaan-pertanyaan di atas sungguh menantang. Jürgen Moltmann (lahir 8 April 1926), seorang teolog terkemuka pada abad XX dan XXI dari Jerman, mengatakan bahwa Allah yang menyatakan diri kepada Israel dan orang Kristen adalah Allah yang membebaskan dan menebus mereka.” Dialah Allah yang menciptakan seluruh umat manusia dan segala sesuatu yang ada.“
Jadi, tindakan Allah yang membebaskan dan menebus dalam sejarah, mengung kapkan masa depan sejati manusia, yakni menjadi “gambar Allah“. Dalam seluruh hubungan mereka dalam kehidupan manusia dengan sesamanya dan segala makhluk di dalam seluruh ciptaan manusia mempunyai hak akan masa depan. Sebagai “ gambar Allah” manusia mestinya memiliki martabat yang tinggi dan mulia. Hak-hak asasi manusia tidak boleh dirampas dan diinjak-injak. Merampas dan menginjak-injak hak-hak asasi manusia berarti menghina dan melecehkan Sang Penciptanya sendiri. Atau seperti yang dikatakan oleh Ignas Kleden,
Penghormatan kepada hak asasi, dipandang dari sudut iman kristiani dan teologi Kristen, adalah sama saja dengan penghormatan kepada setiap orang sebagai perwujudan citra Tuhan [=gambar Allah] sendiri. Pelecehan terhadap hak asasi adalah pelecehan terhadap citra Tuhan, yaitu citra yang menurut kepercayaan Kristen, terdapat dalam diri setiap orang, apakah dia dibaptis atau tidak dibaptis.
Berdasarkan yang dikatakan oleh Moltmann, mestinya jelas jawaban kepada pertanyaan Kleden tersebut, ada dasar-dasar teologis yang kuat untuk hak-hak asasi manusia. Persoalannya ialah, seperti yang ditanyakan oleh Kleden, apakah warga gereja cukup menyadari masalah ini? Kalau ya, seberapa jauh pimpinan dan warga gereja sendiri ikut terlibat dalam perjuangannya? Jika terlibat, apakah itu karena desakan politis, ikut-ikutan kelompok-kelompok lain, ataukah memang benar-benar karena alasan teologis yang kuat?
Pertanyaan terakhir Kleden membawa kita kepada rangkaian pertanyaannya yang tajam dan kritis ini: Bagaimana kita memandang dan meninjau gereja dari perspektif hak asasi manusia termasuk didalamnya mempertanyakan hal berikut:
- Sejauh mana hak-hak asasi diterapkan secara konsekuen dalam gereja sendiri? Ataukah ada pelanggaran hak asasi manusia yang bersifat khas yang hanya terjadi dalam kalangan gereja?
- Bagaimana membandingkan ajaran gereja tentang manusia dengan kedudukan manusia dalam hak asasi manusia?
- Adakah gerakan-gerakan pembaharuan dalam gereja yang dapat dinamakan gerakan yang diilhami oleh tema hak asasi manusia? Mungkin masih ada beberapa soal lain yang belum disebutkan di sini. Akan tetapi permasalahannya ialah bahwa gereja pada saat ini tidak dapat lagi berdiam diri atau bersikap acuh tak acuh terhadap masalah hak asasi manusia. Gereja dapat saja tidak mempedulikannya, tetapi hal itu akan menyebabkan kehadiran gereja sendiri tidak diperhatikan dan bahkan diremehkan.
Posting Komentar untuk "Gereja, Demokrasi, dan Hak Asasi Manusia"