Sejarah : Sistem Usaha Swasta
Pelaksanaan Tanam Paksa memang telah berhasil memperbaiki perekonomian Belanda. Kemakmuran juga semakin meningkat. Bahkan keuntungan dari Tanam Paksa telah mendorong Belanda berkembang sebagai negara industri. Sejalan dengan hal ini telah mendorong pula tampilnya kaum liberal yang didukung oleh para pengusaha. Oleh karena itu, mulai muncul perdebatan tentang pelaksanaan Tanam Paksa. Masyarakat Belanda mulai mempertimbangkan baik buruk dan untung ruginya Tanam Paksa. Timbullah pro dan kontra mengenai pelaksanaan Tanam Paksa. Pihak yang pro dan setuju Tanam Paksa tetap dilaksanakan adalah kelompok konservatif dan para pegawai pemerintah. Mereka setuju karena Tanam Paksa telah mendatangkan banyak keuntungan. Begitu juga para pemegang saham perusahaan NHM (Nederlansche Handel Matschappij), yang mendukung pelaksanaan Tanam Paksa karena mendapat hak monopoli untuk mengangkut hasil-hasil Tanam Paksa dari Hindia Belanda ke Eropa. Sementara, pihak yang menentang pelaksanaan Tanam Paksa adalah kelompok masyarakat yang merasa kasihan terhadap penderitaan rakyat pribumi. Mereka umumnya kelompok-kelompok yang dipengaruhi oleh ajaran agama dan penganut asas liberalisme. Kaum liberal menghendaki tidak adanya campur tangan pemerintah dalam urusan ekonomi. Kegiatan ekonomi sebaiknya diserahkan kepada pihak swasta. Nederlansche Handel Matschappij: perusahaan dagang yang didirikan oleh Raja William I di Den Haag pada 9 Maret 1824 sebagai promosi antara lain bidang perdagangan dan perusahaan pengiriman, dan memegang peran penting dalam mengembangkan perdagangan Belanda-Indonesia.
Pandangan dan ajaran kaum liberal itu semakin berkembang dan pengaruhnya semakin kuat. Oleh karena itu, tahun 1850 Pemerintah mulai bimbang. Apalagi setelah kaum liberal mendapatkan kemenangan politik di Parlemen (Staten Generaal). Parlemen memiliki peranan lebih besar dalam urusan tanah jajahan. Sesuai dengan asas liberalisme, maka kaum liberal menuntut adanya perubahan dan pembaruan. Peranan pemerintah dalam kegiatan ekonomi harus dikurangi, sebaliknya perlu diberikan keleluasaan kepada pihak swasta untuk mengelola kegiatan ekonomi. Pemerintah berperan sebagai pelindung warga, mengatur tegaknya hukum, dan membangun sarana prasarana agar semua aktivitas masyarakat berjalan lancar. Kaum liberal menuntut pelaksanaan Tanam Paksa di Hindia Belanda diakhiri. Hal tersebut didorong oleh terbitnya dua buah buku pada tahun 1860 yakni buku Max Havelaar tulisan Edward Douwes Dekker dengan nama samarannya Multatuli, dan buku berjudul Suiker Contractor (Kontrakkontrak Gula) tulisan Frans van de Pute. Kedua buku ini memberikan kritik keras terhadap pelaksanaan Tanam Paksa. Penolakan terhadap Tanam Paksa sudah menjadi pendapat umum. Oleh karena itu, secara berangsur-angsur Tanam Paksa mulai dihapus dan mulai diterapkan sistem politik ekonomi liberal. Hal ini juga didorong oleh isi kesepakatan di dalam Traktat Sumatera yang ditandatangani tahun 1871. Di dalam Traktat Sumatera itu antara lain dijelaskan bahwa Inggris memberikan kebebasan kepada Belanda untuk meluaskan daerahnya sampai ke Aceh. Tetapi sebagai imbangannya Inggris meminta kepada Belanda agar menerapkan ekonomi liberal sehingga pihak swasta termasuk Inggris dapat menanamkan modalnya di tanah jajahan Belanda di Hindia.
Penetapan pelaksanan sistem politik ekonomi liberal memberikan peluang pihak swasta untuk ikut mengembangkan perekonomian di tanah jajahan. Seiring dengan upaya pembaruan dalam menangani perekonomian di negeri jajahan, Belanda telah mengeluarkan berbagai ketentuan dan peraturan perundang-undangan.
- Tahun 1864 dikeluarkan Undang-Undang Perbendaharaan Negara (Comptabiliet Wet). Berdasarkan Undang-undang ini setiap anggaran belanja Hindia Belanda harus diketahui dan disahkan oleh parlemen.
- Undang-Undang Gula (Suiker Wet). Undang-undang ini antara lain mengatur tentang monopoli tanaman tebu oleh pemerintah yang kemudian secara bertahap akan diserahkan kepada pihak swasta.
- Undang-Undang Agraria (Agrarische Wet) pada tahun 1870. Undang-Undang ini mengatur tentang prinsip-prinsip politik tanah di negeri jajahan. Di dalam undang-undang itu ditegaskan, antara lain: a) Tanah di negeri jajahan di Hindia Belanda dibagi menjadi dua bagian. Pertama, tanah milik penduduk pribumi berupa persawahan, kebun, ladang dan sebagainya. Kedua, tanahtanah hutan, pegunungan dan lainnya yang tidak termasuk tanah penduduk pribumi dinyatakan sebagai tanah pemerintah. b) Pemerintah mengeluarkan surat bukti kepemilikan tanah. c) Pihak swasta dapat menyewa tanah, baik tanah pemerintah maupun tanah penduduk. Tanah-tanah pemerintah dapat disewa pengusaha swasta sampai 75 tahun. Tanah penduduk dapat disewa selama lima tahun, ada juga yang disewa sampai 30 tahun. Sewa-menyewa tanah ini harus didaftarkan kepada pemerintah.
- tempat untuk mendapatkan bahan mentah untuk kepentingan industri di Eropa, dan tempat penanaman modal asing,
- tempat pemasaran barang-barang hasil industri dari Eropa,
- penyedia tenaga kerja yang murah.
Posting Komentar untuk "Sejarah : Sistem Usaha Swasta"