Matriks Perpres No 12 Tahun 2021 dan Poin Pentingnya
Pengadaan barang/jasa kini bertansformasi menjadi salah satu penggerak roda perekonomian, khususnya dengan terbitnya Perpres Nomor 12 Tahun 2021 yang memudahkan bagi para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk mengikuti tender PBJ ini.
Bagi kamu baik para pelaku usaha maupun para pejabat pengadaan yang cukup sulit membedakan dan memahami Perpres 12/2021 dengan Perpres 16/2018, berikut ini kami berikan matriks Perpres 12 Tahun 2021 yang merupakan perubahan dari Perpres 16 Tahun 2018.
Dalam aturan Perpres 12/21, pemerintah mendukung secara penuh para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Koperasi, serta penggunaan produk dalam negeri. Ditambah lagi, pemerintah mewajibkan bagi bagi Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah (K/L/PD) untuk mengalokasikan paling sedikit 40 persen dari nilai anggaran belanja barang/jasa.
Tak hanya itu saja, pemerintah juga menaikkan batasan paket pengadaan untuk UKM menjadi Rp15 miliar atau enam kali lipat dari nilai sebelumnya yang hanya Rp2,5 miliar. Batasan ini sesuai dengan PP No 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang mengatur tentang batasan hasil penjualan tahunan paling banyak sebesar Rp15 miliar.
Dengan aturan Perpres 12 Tahun 2021 ini, para pelaku UKM harus tumbuh dan mendapatkan kesempatan serta peluang sebesar-besarnya untuk dapat bersaing dengan sehat, terutama dalam pengadaan barang/jasa pemerintah.
Selain itu, Perpres ini juga megatur untuk pemenuhan SDM PBJ yang profesional sehingga mampu mencapai tugas dan fungsi yang diemban, serta membentuk UKPBJ sebagai pusat keunggulan “Center of Excellence” PBJ dengan tingkat kematangan level 3 (proaktif).
Dengan Perpres 12/21, harapannya pelaksanaan tender kedepannya dapat memberikan kemudahan dan mempercepat proses pengadaan barang/jasa tanpa meninggalkan tujuh prinsip dan etika pengadaan.
Perpres No. 12 Tahun 2021 mulai berlaku sejak tanggal 2 Februari 2021 di mana Presiden Joko Widodo telah menandatanganinya. Dan berikut ini adalah matriks Perpres 12 Tahun 2021 dan poin-poin pentingnya yang akan memudahkanmu untuk memahami perbedaannya dengan Perpres 16 Tahun 2018.
NO | PASAL AWAL | PASAL PERUBAHAN |
1. | Pasal 1 | Diubah : angka 12, 18, 27, 32, 33, 35, 50 - Disisipkan : angka 10A, 18A, 18B Dihapus : angka 14, 15, 47 - Ditambahkan : angka 54 |
| 10a. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan yang selanjutnya disebut PPTK adalah pejabat pada Unit Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang melaksanakan 1 (satu) atau beberapa kegiatan dari suatu program sesuai dengan bidang tugasnya. | |
12. Kelompok Kerja Pemilihan yang selanjutnya disebut Pokja Pemilihan adalah sumber daya manusia yang ditetapkan oleh pimpinan UKPBJ untuk mengelola pemilihan Penyedia. | 12. Kelompok Kerja Pemilihan yang selanjutnya disebut Pokja Pemilihan adalah sumber daya manusia yang ditetapkan oleh kepala UKPBJ untuk mengelola pemilihan Penyedia. | |
14. Pejabat Pemeriksa Hasil Pekerjaan yang selanjutnya disingkat PjPHP adalah pejabat administrasi/pejabat fungsional/personel yang bertugas memeriksa administrasi hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa. | 14. Dihapus. | |
15. Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan yang selanjutnya disingkat PPHP adalah tim yang bertugas memeriksa administrasi hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa. | 15. Dihapus. | |
18. Pengelola Pengadaan Barang/Jasa adalah Pejabat Fungsional yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa. | 18. Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah Aparatur Sipil Negara dan Non-Aparatur Sipil Negara yang bekerja di bidang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. |
NO | PASAL AWAL | PASAL PERUBAHAN |
| | 18a. Pejabat Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Pengelola Pengadaan Barang/Jasa adalah Aparatur Sipil Negara yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan kegiatan Pengadaan Barang/Jasa. |
| 18b. Personel selain Pejabat Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Personel Lainnya adalah Aparatur Sipil Negara, prajurit Tentara Nasional Indonesia, dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan kegiatan Pengadaan Barang/Jasa. | |
27. Pelaku Usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. | 27. Pelaku Usaha adalah badan usaha atau perseorangan yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pada bidang tertentu. | |
| 29a. Produk adalah barang yang dibuat atau jasa yang dihasilkan oleh Pelaku Usaha. | |
32. Jasa Lainnya adalah jasa non-konsultansi atau jasa yang membutuhkan peralatan, metodologi khusus, dan/atau keterampilan dalam suatu sistem tata kelola yang telah dikenal luas di dunia usaha untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. | 32. Jasa Lainnya adalah jasa nonkonsultansi atau jasa yang membutuhkan peralatan, metodologi khusus, dan/atau keterampilan dalam suatu sistem tata kelola yang telah dikenal luas di dunia usaha untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. | |
33. Harga Perkiraan Sendiri yang selanjutnya disingkat HPS adalah perkiraan harga barang/jasa yang ditetapkan oleh PPK. | 33. Harga Perkiraan Sendiri yang selanjutnya disingkat HPS adalah perkiraan harga barang/jasa yang ditetapkan oleh PPK yang telah memperhitungkan biaya tidak langsung, keuntungan dan Pajak Pertambahan Nilai. | |
35. Pembelian secara Elektronik yang selanjutnya disebut E-purchasing adalah tata cara pembelian barang/jasa melalui sistem katalog elektronik. | 35. Pembelian secara Elektronik yang selanjutnya disebut E-purchasing adalah tata cara pembelian barang/jasa melalui sistem katalog elektronik atau toko daring. |
NO | PASAL AWAL | PASAL PERUBAHAN |
| 47. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. | 47. Dihapus. |
50. Pengadaan Berkelanjutan adalah Pengadaan Barang/Jasa yang bertujuan untuk mencapai nilai manfaat yang menguntungkan secara ekonomis tidak hanya untuk K/L/PD sebagai penggunanya tetapi juga untuk masyarakat, serta signifikan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dalam keseluruhan siklus penggunaannya. | 50. Pengadaan Berkelanjutan adalah Pengadaan Barang/Jasa yang bertujuan untuk mencapai nilai manfaat yang menguntungkan secara ekonomis tidak hanya untuk Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah sebagai penggunanya tetapi juga untuk masyarakat, serta signifikan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan sosial dalam keseluruhan siklus penggunaannya. | |
| 54. Toko Dalam Jaringan yang selanjutnya disebut Toko Daring adalah sistem informasi yang memfasilitasi Pengadaan Barang/Jasa melalui penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik dan ritel daring. |
NO | PASAL AWAL | PASAL PERUBAHAN |
2. | Pasal 4 | Diubah : huruf a, c, g, h |
Pengadaan Barang/Jasa bertujuan untuk: a. menghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang yang dibelanjakan, diukur dari aspek kualitas, jumlah, waktu, biaya, lokasi, dan Penyedia; b. meningkatkan penggunaan produk dalam negeri; c. meningkatkan peran serta Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah; d. meningkatkan peran pelaku usaha nasional; e. mendukung pelaksanaan penelitian dan pemanfaatan barang/jasa hasil penelitian; f. meningkatkan keikutsertaan industri kreatif; g. mendorong pemerataan ekonomi; dan h. mendorong Pengadaan Berkelanjutan. | Pengadaan Barang/Jasa bertujuan untuk: a. menghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang yang dibelanjakan, diukur dari aspek kualitas, kuantitas, waktu, biaya, lokasi, dan Penyedia; b. meningkatkan penggunaan produk dalam negeri; c. meningkatkan peran serta Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi; d. meningkatkan peran pelaku usaha nasional; e. mendukung pelaksanaan penelitian dan pemanfaatan barang/jasa hasil penelitian; f. meningkatkan keikutsertaan industri kreatif; g. mewujudkan pemerataan ekonomi dan memberikan perluasan kesempatan berusaha; dan h. meningkatkan Pengadaan Berkelanjutan. | |
3. | Pasal 8 | Dihapus : huruf g |
Pelaku Pengadaan Barang/Jasa terdiri atas: a. PA; b. KPA; c. PPK; d. Pejabat Pengadaan; e. Pokja Pemilihan; f. Agen Pengadaan; g. PjPHP/PPHP; h. Penyelenggara Swakelola; dan i. Penyedia. | Pelaku Pengadaan Barang/Jasa terdiri atas: a. PA; b. KPA; c. PPK; d. Pejabat Pengadaan; e. Pokja Pemilihan; f. Agen Pengadaan; g. dihapus; h. Penyelenggara Swakelola; dan i. Penyedia |
NO | PASAL AWAL | PASAL PERUBAHAN |
4. | Pasal 9 | Disisipkan : Ayat (1) huruf f1 - Dihapus : Ayat (1) huruf i Diubah : Ayat (3) |
(1) PA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a memiliki tugas dan kewenangan: a. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja; b. mengadakan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan; c. menetapkan perencanaan pengadaan; d. menetapkan dan mengumumkan RUP; e. melaksanakan Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa; f. menetapkan Penunjukan Langsung untuk Tender/Seleksi ulang gagal; g. menetapkan PPK; h. menetapkan Pejabat Pengadaan; i. menetapkan PjPHP/PPHP; j. menetapkan Penyelenggara Swakelola; k. menetapkan tim teknis; l. menetapkan tim juri/tim ahli untuk pelaksanaan melalui Sayembara/Kontes; m. menyatakan Tender gagal/Seleksi gagal; dan n. menetapkan pemenang pemilihan/Penyedia untuk metode pemilihan: 1. Tender/Penunjukan Langsung/E-purchasing untuk paket Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai Pagu Anggaran paling sedikit di atas Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); atau | (1) PA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a memiliki tugas dan kewenangan: a. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja; b. mengadakan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan; c. menetapkan perencanaan pengadaan; d. menetapkan dan mengumumkan RUP; e. melaksanakan Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa; f. menetapkan Penunjukan Langsung untuk Tender/Seleksi ulang gagal; f1. menetapkan pengenaan Sanksi Daftar Hitam; g. menetapkan PPK; h. menetapkan Pejabat Pengadaan; i. dihapus; j. menetapkan Penyelenggara Swakelola; k. menetapkan tim teknis; l. menetapkan tim juri/tim ahli untuk pelaksanaan melalui Sayembara/Kontes; m. menyatakan Tender gagal/Seleksi gagal; dan n. menetapkan pemenang pemilihan/Penyedia untuk metode pemilihan: 1) Tender/Penunjukan Langsung/E-purchasing untuk paket Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa dengan nilai Pagu Anggaran paling sedikit di atas Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); atau |
NO | PASAL AWAL | PASAL PERUBAHAN |
| 2. Seleksi/Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai Pagu Anggaran paling sedikit di atas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). (2) PA untuk pengelolaan APBN dapat melimpahkan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada KPA sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) PA untuk pengelolaan APBD dapat melimpahkan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf f kepada KPA. | 2) Seleksi/Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai Pagu Anggaran paling sedikit di atas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). (2) PA untuk pengelolaan APBN dapat melimpahkan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada KPA sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) PA untuk pengelolaan APBD dapat melimpahkan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf f1 kepada KPA. |
5. | Pasal 10 | Diubah : Ayat (5) |
(1) KPA dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b melaksanakan pendelegasian sesuai dengan pelimpahan dari PA. (2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPA berwenang menjawab Sanggah Banding peserta Tender Pekerjaan Konstruksi. (3) KPA dapat menugaskan PPK untuk melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang terkait dengan: a. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja; dan/atau b. mengadakan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan. (4) KPA dapat dibantu oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa. (5) Dalam hal tidak ada personel yang dapat ditunjuk sebagai PPK, KPA dapat merangkap sebagai PPK. | (1) KPA dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b melaksanakan pendelegasian sesuai dengan pelimpahan dari PA. (2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPA berwenang menjawab Sanggah Banding peserta Tender Pekerjaan Konstruksi. (3) KPA dapat menugaskan PPK untuk melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang terkait dengan: a. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja; dan/atau b. mengadakan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan. (4) KPA dapat dibantu oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa. (5) KPA pada Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan anggaran belanja dari APBD, dapat merangkap sebagai PPK. | |
6. | Pasal 11 | Diubah : keseluruhan Pasal |
(1) PPK dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c memiliki tugas: a. menyusun perencanaan pengadaan; b. menetapkan spesifikasi teknis/Kerangka Acuan Kerja (KAK); c. menetapkan rancangan kontrak; d. menetapkan HPS; | (1) PPK dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c memiliki tugas: a. menyusun perencanaan pengadaan; b. melaksanakan Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa; c. menetapkan spesifikasi teknis/Kerangka Acuan Kerja (KAK); d. menetapkan rancangan kontrak; |
NO | PASAL AWAL | PASAL PERUBAHAN |
| e. menetapkan besaran uang muka yang akan dibayarkan kepada Penyedia; f. mengusulkan perubahan jadwal kegiatan; g. menetapkan tim pendukung; h. menetapkan tim atau tenaga ahli; i. melaksanakan E-purchasing untuk nilai paling sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); j. menetapkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa; k. mengendalikan Kontrak; l. melaporkan pelaksanaan dan penyelesaian kegiatan kepada PA/KPA; m. menyerahkan hasil pekerjaan pelaksanaan kegiatan kepada PA/KPA dengan berita acara penyerahan; n. menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan kegiatan; dan o. menilai kinerja Penyedia. (2) Selain melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPK melaksanakan tugas pelimpahan kewenangan dari PA/KPA, meliputi: a. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja; dan b. mengadakan dan menetapkan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan. (3) PPK dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibantu oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa. | e. menetapkan HPS; f. menetapkan besaran uang muka yang akan dibayarkan kepada Penyedia; g. mengusulkan perubahan jadwal kegiatan; h. melaksanakan E-purchasing untuk nilai paling sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); i. mengendalikan Kontrak; j. menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan kegiatan; k. melaporkan pelaksanaan dan penyelesaian kegiatan kepada PA/KPA; l. menyerahkan hasil pekerjaan pelaksanaan kegiatan kepada PA/KPA dengan berita acara penyerahan; m. menilai kinerja Penyedia; n. menetapkan tim pendukung; o. menetapkan tim ahli atau tenaga ahli; dan p. menetapkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa. (2) Selain melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPK melaksanakan tugas pelimpahan kewenangan dari PA/KPA, meliputi: a. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja; dan b. mengadakan dan menetapkan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan. (3) Dalam hal tidak ada penetapan PPK pada Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan anggaran belanja dari APBD, PA/KPA menugaskan PPTK untuk melaksanakan tugas PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf m. (4) PPTK yang melaksanakan tugas PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib memenuhi persyaratan kompetensi PPK. |
NO | PASAL AWAL | PASAL PERUBAHAN |
7. | Pasal 13 | Diubah : Ayat (1) huruf a, Ayat (4) – Dihapus : Ayat (1) huruf b |
(1) Pokja Pemilihan dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf e memiliki tugas: a. melaksanakan persiapan dan pelaksanaan pemilihan Penyedia; b. melaksanakan persiapan dan pelaksanaan pemilihan Penyedia untuk katalog elektronik; dan c. menetapkan pemenang pemilihan/Penyedia untuk metode pemilihan: 1. Tender/Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai Pagu Anggaran paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); dan 2. Seleksi/Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai Pagu Anggaran paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). (2) Pokja Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beranggotakan 3 (tiga) orang. (3) Dalam hal berdasarkan pertimbangan kompleksitas pemilihan Penyedia, anggota Pokja Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditambah sepanjang berjumlah gasal. (4) Pokja Pemilihan dapat dibantu oleh tim atau tenaga ahli. | (1) Pokja Pemilihan dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf e memiliki tugas: a. melaksanakan persiapan dan pelaksanaan pemilihan Penyedia kecuali E-purchasing dan Pengadaan Langsung; b. dihapus; dan c. menetapkan pemenang pemilihan/Penyedia untuk metode pemilihan: 1) Tender/Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai Pagu Anggaran paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); dan 2) Seleksi/Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai Pagu Anggaran paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). (2) Pokja Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beranggotakan 3 (tiga) orang. (3) Dalam hal berdasarkan pertimbangan kompleksitas pemilihan Penyedia, anggota Pokja Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditambah sepanjang berjumlah gasal. (4) Pokja Pemilihan dapat dibantu oleh tim ahli atau tenaga ahli. |
NO | PASAL AWAL | PASAL PERUBAHAN |
8. | Pasal 15 | Dihapus : Keseluruhan Pasal |
(1) PjPHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf g memiliki tugas memeriksa administrasi hasil pekerjaan pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan Jasa Konsultansi yang bernilai paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (2) PPHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf g memiliki tugas memeriksa administrasi hasil pekerjaan pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan Jasa Konsultansi yang bernilai paling sedikit di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). | Dihapus. | |
9. | Pasal 16 | Ditambah : Ayat (5) |
(1) Penyelenggara Swakelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf h terdiri atas Tim Persiapan, Tim Pelaksana, dan/atau Tim Pengawas. (2) Tim Persiapan memiliki tugas menyusun sasaran, rencana kegiatan, jadwal pelaksanaan, dan rencana biaya. (3) Tim Pelaksana memiliki tugas melaksanakan, mencatat, mengevaluasi, dan melaporkan secara berkala kemajuan pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaran. (4) Tim Pengawas memiliki tugas mengawasi persiapan dan pelaksanaan fisik maupun administrasi Swakelola. | (1) Penyelenggara Swakelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf h terdiri atas Tim Persiapan, Tim Pelaksana, dan/atau Tim Pengawas. (2) Tim Persiapan memiliki tugas menyusun sasaran, rencana kegiatan, jadwal pelaksanaan, dan rencana biaya. (3) Tim Pelaksana memiliki tugas melaksanakan, mencatat, mengevaluasi, dan melaporkan secara berkala kemajuan pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaran. (4) Tim Pengawas memiliki tugas mengawasi persiapan dan pelaksanaan fisik maupun administrasi Swakelola. (5) Penyelenggara Swakelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibantu oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa. |
NO | PASAL AWAL | PASAL PERUBAHAN |
10. | Pasal 19 | Diubah : Keseluruhan Pasal |
(1) Dalam menyusun spesifikasi teknis/KAK: a. menggunakan produk dalam negeri; b. menggunakan produk bersertifikat SNI; dan c. memaksimalkan penggunaan produk industri hijau. (2) Dalam penyusunan spesifikasi teknis/KAK dimungkinkan penyebutan merek terhadap: a. komponen barang/jasa; b. suku cadang; c. bagian dari satu sistem yang sudah ada; d. barang/jasa dalam katalog elektronik; atau e. barang/jasa pada Tender Cepat. (3) Pemenuhan penggunaan produk dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan produk bersertifikat SNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan sepanjang tersedia dan tercukupi. | (1) PPK dalam menyusun spesifikasi teknis/KAK barang/jasa menggunakan: a. produk dalam negeri; b. produk bersertifikat SNI; c. produk usaha mikro dan kecil serta koperasi dari hasil produksi dalam negeri; dan d. produk ramah lingkungan hidup. (2) Dalam penyusunan spesifikasi teknis/KAK barang/jasa dimungkinkan penyebutan merek terhadap: a. komponen barang/jasa; b. suku cadang; c. bagian dari satu sistem yang sudah ada; atau d. barang/jasa dalam katalog elektronik atau Toko Daring. (3) Pemenuhan penggunaan produk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sepanjang tersedia. (4) Produk ramah lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, menggunakan barang dan jasa yang berlabel ramah lingkungan hidup. |
NO | PASAL AWAL | PASAL PERUBAHAN |
11. | Pasal 26 | Diubah : Ayat (2), (3), Ayat (5) huruf c – Dihapus : Ayat (4) |
(1) HPS dihitung secara keahlian dan menggunakan data yang dapat dipertanggungjawabkan. (2) HPS telah memperhitungkan keuntungan dan biaya tidak langsung (overhead cost). (3) Nilai HPS bersifat terbuka dan tidak bersifat rahasia. (4) Total HPS merupakan hasil perhitungan HPS ditambah Pajak Pertambahan Nilai (PPN). (5) HPS digunakan sebagai: a. alat untuk menilai kewajaran harga penawaran dan/atau kewajaran harga satuan; b. dasar untuk menetapkan batas tertinggi penawaran yang sah dalam Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya; dan c. dasar untuk menetapkan besaran nilai Jaminan Pelaksanaan bagi penawaran yang nilainya lebih rendah 80% (delapan puluh persen) dari nilai HPS. (6) HPS tidak menjadi dasar perhitungan besaran kerugian negara. (7) Penyusunan HPS dikecualikan untuk Pengadaan Barang/Jasa dengan Pagu Anggaran paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), E- purchasing, dan Tender pekerjaan terintegrasi. (8) Penetapan HPS paling lama 28 (dua puluh delapan) hari kerja sebelum batas akhir untuk: a. pemasukan penawaran untuk pemilihan dengan pascakualifikasi; atau b. pemasukan dokumen kualifikasi untuk pemilihan dengan prakualifikasi. | (1) HPS dihitung secara keahlian dan menggunakan data yang dapat dipertanggungjawabkan. (2) Nilai HPS bersifat tidak rahasia. (3) Rincian HPS bersifat rahasia. (4) Dihapus. (5) HPS digunakan sebagai: a. alat untuk menilai kewajaran harga penawaran dan/atau kewajaran harga satuan; b. dasar untuk menetapkan batas tertinggi penawaran yang sah dalam Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya; dan c. dasar untuk menetapkan besaran nilai Jaminan Pelaksanaan bagi penawaran yang kurang dari 80% (delapan puluh persen) dari nilai HPS. (6) HPS tidak menjadi dasar perhitungan besaran kerugian negara. (7) Penyusunan HPS dikecualikan untuk Pengadaan Barang/Jasa dengan Pagu Anggaran paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), E- purchasing, dan Tender pekerjaan terintegrasi. (8) Penetapan HPS paling lama 28 (dua puluh delapan) hari kerja sebelum batas akhir untuk: a. pemasukan penawaran untuk pemilihan dengan pascakualifikasi; atau b. pemasukan dokumen kualifikasi untuk pemilihan dengan prakualifikasi. |
NO | PASAL AWAL | PASAL PERUBAHAN |
12. | Pasal 27 | Diubah : Keseluruhan Pasal |
(1) Jenis Kontrak Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya terdiri atas: a. Lumsum; b. Harga Satuan; c. Gabungan Lumsum dan Harga Satuan; d. Terima Jadi (Turnkey); dan e. Kontrak Payung. (2) Jenis Kontrak Pengadaan Jasa Konsultansi terdiri atas: a. Lumsum; b. Waktu Penugasan; dan c. Kontrak Payung. (3) Kontrak Lumsum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a merupakan kontrak dengan ruang lingkup pekerjaan dan jumlah harga yang pasti dan tetap dalam batas waktu tertentu, dengan ketentuan sebagai berikut: a. semua risiko sepenuhnya ditanggung oleh Penyedia; b. berorientasi kepada keluaran; dan | (1) Jenis Kontrak Pengadaan Barang/Jasa Lainnya terdiri atas: a. Lumsum; b. Harga Satuan; c. Gabungan Lumsum dan Harga Satuan; d. Kontrak Payung; dan e. Biaya Plus Imbalan. (2) Jenis Kontrak Pengadaan Pekerjaan Konstruksi terdiri atas: a. Lumsum; b. Harga Satuan; c. Gabungan Lumsum dan Harga Satuan; d. Putar Kunci; dan e. Biaya Plus Imbalan. (3) Jenis Kontrak Pengadaan Jasa Konsultansi nonkonstruksi terdiri atas: a. Lumsum; b. Waktu Penugasan; dan c. Kontrak Payung. (4) Jenis Kontrak Pengadaan Jasa Konsultansi Konstruksi terdiri atas: a. Lumsum; dan b. Waktu Penugasan. (5) Kontrak Lumsum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, ayat (2) huruf a, ayat (3) huruf a, dan ayat (4) huruf a merupakan Kontrak dengan ruang lingkup pekerjaan dan jumlah harga yang pasti dan tetap dalam batas waktu tertentu, dengan ketentuan sebagai berikut: a. semua risiko sepenuhnya ditanggung oleh Penyedia; b. berorientasi kepada keluaran; dan |
NO | PASAL AWAL | PASAL PERUBAHAN |
| c. pembayaran didasarkan pada tahapan produk/keluaran yang dihasilkan sesuai dengan Kontrak. (4) Kontrak Harga Satuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kontrak Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan harga satuan yang tetap untuk setiap satuan atau unsur pekerjaan dengan spesifikasi teknis tertentu atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu yang telah ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut: a. volume atau kuantitas pekerjaannya masih bersifat perkiraan pada saat Kontrak ditandatangani; b. pembayaran berdasarkan hasil pengukuran bersama atas realisasi volume pekerjaan; dan c. nilai akhir kontrak ditetapkan setelah seluruh pekerjaan diselesaikan. (5) Kontrak Gabungan Lumsum dan Harga Satuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan Kontrak Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya gabungan Lumsum dan Harga Satuan dalam 1 (satu) pekerjaan yang diperjanjikan. (6) Kontrak Terima Jadi (Turnkey) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan Kontrak Pengadaan Pekerjaan Konstruksi atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu dengan ketentuan sebagai berikut: a. jumlah harga pasti dan tetap sampai seluruh pekerjaan selesai dilaksanakan; dan b. pembayaran dapat dilakukan berdasarkan termin sesuai kesepakatan dalam Kontrak. (7) Kontrak Payung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dan ayat (2) huruf c dapat berupa kontrak harga satuan dalam periode waktu tertentu untuk barang/jasa yang belum dapat ditentukan volume dan/atau waktu pengirimannya pada saat Kontrak ditandatangani. | c. pembayaran didasarkan pada tahapan produk/keluaran yang dihasilkan sesuai dengan Kontrak. (6) Kontrak Harga Satuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2) huruf b merupakan Kontrak Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan harga satuan yang tetap untuk setiap satuan atau unsur pekerjaan dengan spesifikasi teknis tertentu atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu yang telah ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut: a. volume atau kuantitas pekerjaannya masih bersifat perkiraan pada saat Kontrak ditandatangani; b. pembayaran berdasarkan hasil pengukuran bersama atas realisasi volume pekerjaan; dan c. nilai akhir Kontrak ditetapkan setelah seluruh pekerjaan diselesaikan. (7) Kontrak Gabungan Lumsum dan Harga Satuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan ayat (2) huruf c merupakan Kontrak Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya gabungan Lumsum dan Harga Satuan dalam 1 (satu) pekerjaan yang diperjanjikan. (8) Kontrak Payung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan ayat (3) huruf c dapat berupa kontrak harga satuan dalam periode waktu tertentu untuk barang/jasa yang belum dapat ditentukan volume dan/atau waktu pengirimannya pada saat Kontrak ditandatangani. |
NO | PASAL AWAL | PASAL PERUBAHAN |
| (8) Kontrak berdasarkan Waktu Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan Kontrak Jasa Konsultansi untuk pekerjaan yang ruang lingkupnya belum bisa didefinisikan dengan rinci dan/atau waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan belum bisa dipastikan. (9) Kontrak Tahun Jamak merupakan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang membebani lebih dari 1 (satu) Tahun Anggaran dilakukan setelah mendapatkan persetujuan pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dapat berupa: a. pekerjaan yang penyelesaiannya lebih dari 12 (dua belas) bulan atau lebih dari 1 (satu) Tahun Anggaran; atau b. pekerjaan yang memberikan manfaat lebih apabila dikontrakkan untuk jangka waktu lebih dari 1 (satu) Tahun Anggaran dan paling lama 3 (tiga) Tahun Anggaran. | (9) Kontrak Putar Kunci sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d merupakan suatu perjanjian mengenai pembangunan suatu proyek dalam hal Penyedia setuju untuk membangun proyek tersebut secara lengkap sampai selesai termasuk pemasangan semua perlengkapannya sehingga proyek tersebut siap dioperasikan atau dihuni. (10) Kontrak Biaya Plus Imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dan ayat (2) huruf e merupakan jenis Kontrak yang digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dalam rangka penanganan keadaan darurat dengan nilai Kontrak merupakan perhitungan dari biaya aktual ditambah imbalan dengan persentase tetap atas biaya aktual atau imbalan dengan jumlah tetap. (11) Kontrak berdasarkan Waktu Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan ayat (4) huruf b merupakan Kontrak Jasa Konsultansi untuk pekerjaan yang ruang lingkupnya belum bisa didefinisikan dengan rinci dan/atau waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan belum bisa dipastikan. (12) Kontrak Tahun Jamak merupakan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang membebani lebih dari 1 (satu) tahun anggaran dilakukan setelah mendapatkan persetujuan pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dapat berupa: a. pekerjaan yang penyelesaiannya lebih dari 12 (dua belas) bulan; b. pekerjaan yang penyelesaiannya lebih dari 1 (satu) tahun anggaran; atau c. pekerjaan yang memberikan manfaat lebih apabila dikontrakkan untuk jangka waktu lebih dari 1 (satu) Tahun Anggaran dan paling lama 3 (tiga) tahun anggaran. |
NO | PASAL AWAL | PASAL PERUBAHAN |
13. | Pasal 27A | Disisipkan : Keseluruhan Pasal |
| (1) PPK dapat menggunakan selain jenis Kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sesuai dengan karakteristik pekerjaan yang akan dilaksanakan. (2) PPK dalam menetapkan jenis Kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan prinsip efisien, efektif dan tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | |
14. | Pasal 28 | Diubah : Ayat (1) huruf c, Ayat (4), (6), (7) |
(1) Bentuk Kontrak terdiri atas: a. bukti pembelian/pembayaran; b. kuitansi; c. Surat Perintah Kerja (SPK); d. surat perjanjian; dan e. surat pesanan. (2) Bukti pembelian/pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). (3) Kuitansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). (4) SPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c digunakan untuk Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling sedikit di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan nilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), dan Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dengan nilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). | (1) Bentuk Kontrak terdiri atas: a. bukti pembelian/pembayaran; b. kuitansi; c. surat perintah kerja; d. surat perjanjian; dan e. surat pesanan. (2) Bukti pembelian/pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). (3) Kuitansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). (4) Surat perintah kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c digunakan untuk Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling sedikit di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan nilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), dan Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dengan nilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). |
NO | PASAL AWAL | PASAL PERUBAHAN |
| (5) Surat perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai paling sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan untuk Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai paling sedikit di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (6) Surat pesanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa melalui E-purchasing atau pembelian melalui toko daring. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan dokumen pendukung Kontrak, diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara dan/atau menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang pemerintahan dalam negeri. | (5) Surat perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai paling sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan untuk Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai paling sedikit di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (6) Surat pesanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa melalui E-purchasing. (7) Ketentuan mengenai bukti pendukung untuk masing-masing bentuk Kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara atau peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang pemerintahan dalam negeri. |
NO | PASAL AWAL | PASAL PERUBAHAN |
15. | Pasal 30 | Diubah : Ayat (2), (7) – Disisipkan : Ayat (2a) |
(1) Jaminan Pengadaan Barang/Jasa terdiri atas: a. Jaminan Penawaran; b. Jaminan Sanggah Banding; c. Jaminan Pelaksanaan; d. Jaminan Uang Muka; dan e. Jaminan Pemeliharaan. (2) Jaminan Penawaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan Jaminan Sanggah Banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya untuk pengadaan Pekerjaan Konstruksi. (3) Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa bank garansi atau surety bond. (4) Bentuk Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersifat: a. tidak bersyarat; b. mudah dicairkan; dan c. harus dicairkan oleh penerbit jaminan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah surat perintah pencairan dari Pokja Pemilihan/PPK/Pihak yang diberi kuasa oleh Pokja Pemilihan/PPK diterima. (5) Pengadaan Jasa Konsultansi tidak diperlukan Jaminan Penawaran, Jaminan Sanggah Banding, Jaminan Pelaksanaan, dan Jaminan Pemeliharaan. (6) Jaminan dari Bank Umum, Perusahaan Penjaminan, Perusahaan Asuransi, lembaga keuangan khusus yang menjalankan usaha di bidang pembiayaan, penjaminan, dan asuransi untuk mendorong ekspor Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lembaga pembiayaan ekspor Indonesia dapat digunakan untuk semua jenis Jaminan. | (1) Jaminan Pengadaan Barang/Jasa terdiri atas: a. Jaminan Penawaran; b. Jaminan Sanggah Banding; c. Jaminan Pelaksanaan; d. Jaminan Uang Muka; dan e. Jaminan Pemeliharaan. (2) Jaminan Penawaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a untuk pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan pengadaan barang/jasa yang dilakukan secara terintegrasi. (2a) Jaminan Sanggah Banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya untuk pengadaan Pekerjaan Konstruksi. (3) Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa bank garansi atau surety bond. (4) Bentuk Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersifat: a. tidak bersyarat; b. mudah dicairkan; dan c. harus dicairkan oleh penerbit jaminan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah surat perintah pencairan dari Pokja Pemilihan/PPK/Pihak yang diberi kuasa oleh Pokja Pemilihan/PPK diterima. (5) Pengadaan Jasa Konsultansi tidak diperlukan Jaminan Penawaran, Jaminan Sanggah Banding, Jaminan Pelaksanaan, dan Jaminan Pemeliharaan. (6) Jaminan dari Bank Umum, Perusahaan Penjaminan, Perusahaan Asuransi, lembaga keuangan khusus yang menjalankan usaha di bidang pembiayaan, penjaminan, dan asuransi untuk mendorong ekspor Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lembaga pembiayaan ekspor Indonesia dapat digunakan untuk semua jenis Jaminan. |
NO | PASAL AWAL | PASAL PERUBAHAN |
| (7) Perusahaan Penjaminan, Perusahaan Asuransi, dan lembaga keuangan khusus yang menjalankan usaha di bidang pembiayaan, penjaminan, dan asuransi untuk mendorong ekspor Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lembaga pembiayaan ekspor Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (6) adalah Perusahaan Penerbit Jaminan yang memiliki izin usaha dan pencatatan produk suretyship di Otoritas Jasa Keuangan. | (7) Perusahaan Penjaminan, Perusahaan Asuransi, dan lembaga keuangan khusus yang menjalankan usaha di bidang pembiayaan, penjaminan, dan asuransi untuk mendorong ekspor Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lembaga pembiayaan ekspor Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (6) merupakan Perusahaan Penerbit Jaminan yang memiliki izin usaha dan pencatatan produk suretyship di Otoritas Jasa Keuangan.. |
16. | Pasal 31 | Diubah : Keseluruhan Pasal |
(1) Jaminan Penawaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) diberlakukan untuk nilai total HPS paling sedikit di atas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). (2) Jaminan Penawaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) besarnya antara 1% (satu persen) hingga 3% (tiga persen) dari nilai total HPS. (3) Pengadaan barang/jasa yang dilakukan secara terintegrasi, Jaminan Penawaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) besarnya antara 1% (satu persen) hingga 3% (tiga persen) dari nilai Pagu Anggaran. | (1) Jaminan Penawaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) diberlakukan untuk nilai HPS paling sedikit di atas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). (2) Jaminan Penawaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) besarnya antara 1% (satu persen) hingga 3% (tiga persen) dari nilai HPS. (3) Pengadaan Barang/Jasa yang dilakukan secara terintegrasi, Jaminan Penawaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) besarnya antara 1% (satu persen) hingga 3% (tiga persen) dari nilai Pagu Anggaran. | |
17. | Pasal 32 | Diubah : Keseluruhan Pasal |
(1) Jaminan Sanggah Banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) besarnya 1% (satu persen) dari nilai total HPS. (2) Untuk Pekerjaan Konstruksi terintegrasi, Jaminan Sanggah Banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) besarnya 1% (satu persen) dari nilai Pagu Anggaran. | (1) Jaminan Sanggah Banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2a) besarnya 1% (satu persen) dari nilai HPS. (2) Untuk Pekerjaan Konstruksi terintegrasi, Jaminan Sanggah Banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2a) besarnya 1% (satu persen) dari nilai Pagu Anggaran. |
NO | PASAL AWAL | PASAL PERUBAHAN |
18. | Pasal 33 | Diubah : Ayat (2) huruf a, Ayat (3), (4) |
(1) Jaminan Pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf c diberlakukan untuk Kontrak Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai paling sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). (2) Jaminan Pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperlukan, dalam hal: a. Pengadaan Jasa Lainnya yang aset Penyedia sudah dikuasai oleh Pengguna; atau b. Pengadaan Barang/Jasa melalui E-purchasing. (3) Besaran nilai Jaminan Pelaksanaan adalah sebagai berikut: a. untuk nilai penawaran terkoreksi antara 80% (delapan puluh persen) sampai dengan 100% (seratus persen) dari nilai HPS, Jaminan Pelaksanaan sebesar 5% (lima persen) dari nilai kontrak; atau b. untuk nilai penawaran terkoreksi di bawah 80% (delapan puluh persen) dari nilai HPS, Jaminan Pelaksanaan sebesar 5% (lima persen) dari nilai total HPS. (4) Besaran nilai Jaminan Pelaksanaan untuk pekerjaan terintegrasi adalah sebagai berikut: a. untuk nilai penawaran antara 80% (delapan puluh persen) sampai dengan 100% (seratus persen) dari nilai Pagu Anggaran, Jaminan Pelaksanaan sebesar 5% (lima persen) dari nilai kontrak; atau b. untuk nilai penawaran di bawah 80% (delapan puluh persen) dari nilai Pagu Anggaran, Jaminan Pelaksanaan sebesar 5% (lima persen) dari nilai Pagu Anggaran. (5) Jaminan Pelaksanaan berlaku sampai dengan serah terima pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa Lainnya atau serah terima pertama Pekerjaan Konstruksi. | (1) Jaminan Pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf c diberlakukan untuk Kontrak Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai paling sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). (2) Jaminan Pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperlukan, dalam hal: a. Pengadaan Jasa Lainnya yang aset Penyedia dikuasai oleh pengguna; atau b. Pengadaan Barang/Jasa melalui E-purchasing. (3) Besaran nilai Jaminan Pelaksanaan sebagai berikut: a. untuk nilai penawaran antara 80% (delapan puluh persen) sampai dengan 100% (seratus persen) dari nilai HPS, Jaminan Pelaksanaan sebesar 5% (lima persen) dari nilai kontrak; atau b. untuk nilai penawaran di bawah 80% (delapan puluh persen) dari nilai HPS, Jaminan Pelaksanaan sebesar 5% (lima persen) dari nilai HPS. (4) Besaran nilai Jaminan Pelaksanaan untuk pekerjaan terintegrasi sebagai berikut: a. untuk nilai penawaran antara 80% (delapan puluh persen) sampai dengan 100% (seratus persen) dari nilai Pagu Anggaran, Jaminan Pelaksanaan sebesar 5% (lima persen) dari nilai kontrak; atau b. untuk nilai penawaran di bawah 80% (delapan puluh persen) dari nilai Pagu Anggaran, Jaminan Pelaksanaan sebesar 5% (lima persen) dari nilai Pagu Anggaran. (5) Jaminan Pelaksanaan berlaku sampai dengan serah terima pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa Lainnya atau serah terima pertama Pekerjaan Konstruksi. |
NO | PASAL AWAL | PASAL PERUBAHAN |
19. | Pasal 38 | Diubah : Ayat (2), (6) – Ditambah : Ayat (5) huruf i |
(1) Metode pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya terdiri atas: a. E-purchasing; b. Pengadaan Langsung; c. Penunjukan Langsung; d. Tender Cepat; dan e. Tender. (2) E-purchasing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan untuk Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang sudah tercantum dalam katalog elektronik. (3) Pengadaan Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan untuk Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). (4) Penunjukan Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan untuk Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dalam keadaan tertentu. (5) Kriteria Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya untuk keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi: a. penyelenggaraan penyiapan kegiatan yang mendadak untuk menindaklanjuti komitmen internasional yang dihadiri oleh Presiden/Wakil Presiden; b. barang/jasa yang bersifat rahasia untuk kepentingan Negara meliputi intelijen, perlindungan saksi, pengamanan Presiden dan Wakil Presiden, Mantan Presiden dan Mantan Wakil Presiden beserta keluarganya serta tamu negara setingkat kepala negara/kepala pemerintahan, atau barang/jasa lain bersifat rahasia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; | (1) Metode pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya terdiri atas: a. E-purchasing; b. Pengadaan Langsung; c. Penunjukan Langsung; d. Tender Cepat; dan e. Tender. (2) E-purchasing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan untuk Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang sudah tercantum dalam katalog elektronik atau Toko Daring. (3) Pengadaan Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan untuk Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). (4) Penunjukan Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan untuk Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dalam keadaan tertentu. (5) Kriteria Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya untuk keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi: a. penyelenggaraan penyiapan kegiatan yang mendadak untuk menindaklanjuti komitmen internasional yang dihadiri oleh Presiden/Wakil Presiden; b. barang/jasa yang bersifat rahasia untuk kepentingan Negara meliputi intelijen, perlindungan saksi, pengamanan Presiden dan Wakil Presiden, Mantan Presiden dan Mantan Wakil Presiden beserta keluarganya serta tamu negara setingkat kepala negara/kepala pemerintahan, atau barang/jasa lain bersifat rahasia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; |
NO | PASAL AWAL | PASAL PERUBAHAN |
| c. Pekerjaan Konstruksi bangunan yang merupakan satu kesatuan sistem konstruksi dan satu kesatuan tanggung jawab atas risiko kegagalan bangunan yang secara keseluruhan tidak dapat direncanakan/diperhitungkan sebelumnya; d. Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang hanya dapat disediakan oleh 1 (satu) Pelaku Usaha yang mampu; e. pengadaan dan penyaluran benih unggul yang meliputi benih padi, jagung, dan kedelai, serta pupuk yang meliputi Urea, NPK, dan ZA kepada petani dalam rangka menjamin ketersediaan benih dan pupuk secara tepat dan cepat untuk pelaksanaan peningkatan ketahanan pangan; f. pekerjaan prasarana, sarana, dan utilitas umum di lingkungan perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah yang dilaksanakan oleh pengembang yang bersangkutan; g. Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang spesifik dan hanya dapat dilaksanakan oleh pemegang hak paten, atau pihak yang telah mendapat izin dari pemegang hak paten, atau pihak yang menjadi pemenang tender untuk mendapatkan izin dari pemerintah; atau h. Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang setelah dilakukan Tender ulang mengalami kegagalan. (6) Tender Cepat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilaksanakan dalam hal: a. spesifikasi dan volume pekerjaannya sudah dapat ditentukan secara rinci; dan b. Pelaku Usaha telah terkualifikasi dalam Sistem Informasi Kinerja Penyedia. | c. Pekerjaan Konstruksi bangunan yang merupakan satu kesatuan sistem konstruksi dan satu kesatuan tanggung jawab atas risiko kegagalan bangunan yang secara keseluruhan tidak dapat direncanakan/diperhitungkan sebelumnya; d. Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang hanya dapat disediakan oleh 1 (satu) Pelaku Usaha yang mampu; e. pengadaan dan penyaluran benih unggul yang meliputi benih padi, jagung, dan kedelai, serta pupuk yang meliputi Urea, NPK, dan ZA kepada petani dalam rangka menjamin ketersediaan benih dan pupuk secara tepat dan cepat untuk pelaksanaan peningkatan ketahanan pangan; f. pekerjaan prasarana, sarana, dan utilitas umum di lingkungan perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah yang dilaksanakan oleh pengembang yang bersangkutan; g. Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang spesifik dan hanya dapat dilaksanakan oleh pemegang hak paten, atau pihak yang telah mendapat izin dari pemegang hak paten, atau pihak yang menjadi pemenang tender untuk mendapatkan izin dari pemerintah; h. Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang setelah dilakukan Tender ulang mengalami kegagalan; atau i. pemilihan penyedia untuk melanjutkan pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dalam hal terjadi pemutusan Kontrak. (6) Tender Cepat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilaksanakan dalam hal Pelaku Usaha telah terkualifikasi dalam Sistem Informasi Kinerja Penyedia untuk pengadaan yang: a. spesifikasi dan volume pekerjaannya sudah dapat ditentukan secara rinci; atau b. dimungkinkan dapat menyebutkan merek sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (2) huruf b dan huruf c. |
NO | PASAL AWAL | PASAL PERUBAHAN |
| (7) Tender sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilaksanakan dalam hal tidak dapat menggunakan metode pemilihan Penyedia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf d. | (7) Tender sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilaksanakan dalam hal tidak dapat menggunakan metode pemilihan Penyedia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf d. |
20. | Pasal 39 | Diubah : Ayat (3) |
(1) Metode evaluasi penawaran Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dilakukan dengan: a. Sistem Nilai; b. Penilaian Biaya Selama Umur Ekonomis; atau c. Harga Terendah. (2) Metode evaluasi Sistem Nilai digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang memperhitungkan penilaian teknis dan harga. (3) Metode evaluasi Penilaian Biaya Selama Umur Ekonomis digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang memperhitungkan faktor umur ekonomis, harga, biaya operasional, biaya pemeliharaan, dan nilai sisa dalam jangka waktu operasi tertentu. (4) Metode evaluasi Harga Terendah digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dalam hal harga menjadi dasar penetapan pemenang di antara penawaran yang memenuhi persyaratan teknis. | (1) Metode evaluasi penawaran Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dilakukan dengan: a. Sistem Nilai; b. Penilaian Biaya Selama Umur Ekonomis; atau c. Harga Terendah. (2) Metode evaluasi Sistem Nilai digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang memperhitungkan penilaian teknis dan harga. (3) Metode evaluasi Penilaian Biaya Selama Umur Ekonomis digunakan untuk Pengadaan Barang yang memperhitungkan faktor umur ekonomis, harga, biaya operasional, biaya pemeliharaan, dan nilai sisa dalam jangka waktu operasi tertentu. (4) Metode evaluasi Harga Terendah digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dalam hal harga menjadi dasar penetapan pemenang di antara penawaran yang memenuhi persyaratan teknis. |
NO | PASAL AWAL | PASAL PERUBAHAN |
21. | Pasal 41 | Ditambah : Ayat (5) huruf e, f, g, h |
(1) Metode pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi terdiri atas: a. Seleksi; b. Pengadaan Langsung; dan c. Penunjukan Langsung. (2) Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan untuk Jasa Konsultansi bernilai paling sedikit di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (3) Pengadaan Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan untuk Jasa Konsultansi yang bernilai sampai dengan paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (4) Penunjukan Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan untuk Jasa Konsultansi dalam keadaan tertentu. (5) Kriteria Jasa Konsultansi dalam keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi: a. Jasa Konsultansi yang hanya dapat dilakukan oleh 1 (satu) Pelaku Usaha yang mampu; b. Jasa Konsultansi yang hanya dapat dilakukan oleh 1 (satu) pemegang hak cipta yang telah terdaftar atau pihak yang telah mendapat izin pemegang hak cipta; c. Jasa Konsultansi di bidang hukum meliputi konsultan hukum/advokasi atau pengadaan arbiter yang tidak direncanakan sebelumnya, untuk menghadapi gugatan dan/atau tuntutan hukum dari pihak tertentu, yang sifat pelaksanaan pekerjaan dan/atau pembelaannya harus segera dan tidak dapat ditunda; atau d. Permintaan berulang (repeat order) untuk Penyedia Jasa Konsultansi yang sama. | (1) Metode pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi terdiri atas: a. Seleksi; b. Pengadaan Langsung; dan c. Penunjukan Langsung. (2) Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan untuk Jasa Konsultansi bernilai paling sedikit di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (3) Pengadaan Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan untuk Jasa Konsultansi yang bernilai sampai dengan paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (4) Penunjukan Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan untuk Jasa Konsultansi dalam keadaan tertentu. (5) Kriteria Jasa Konsultansi dalam keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi: a. Jasa Konsultansi yang hanya dapat dilakukan oleh 1 (satu) Pelaku Usaha yang mampu; b. Jasa Konsultansi yang hanya dapat dilakukan oleh 1 (satu) pemegang hak cipta yang telah terdaftar atau pihak yang telah mendapat izin pemegang hak cipta; c. Jasa Konsultansi di bidang hukum meliputi konsultan hukum/advokasi atau pengadaan arbiter yang tidak direncanakan sebelumnya, untuk menghadapi gugatan dan/atau tuntutan hukum dari pihak tertentu, yang sifat pelaksanaan pekerjaan dan/atau pembelaannya harus segera dan tidak dapat ditunda; d. Permintaan berulang (repeat order) untuk Penyedia Jasa Konsultansi yang sama; e. Jasa Konsultansi yang setelah dilakukan Seleksi ulang mengalami kegagalan; |
NO | PASAL AWAL | PASAL PERUBAHAN |
| (6) Dalam hal dilakukan Penunjukan Langsung untuk Penyedia Jasa Konsultansi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf d, diberikan batasan paling banyak 2 (dua) kali. | f. pemilihan penyedia untuk melanjutkan Jasa Konsultansi dalam hal terjadi pemutusan Kontrak; g. Jasa Konsultansi yang bersifat rahasia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau h. Jasa ahli Dewan Sengketa Konstruksi. (6) Dalam hal dilakukan Penunjukan Langsung untuk Penyedia Jasa Konsultansi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf d, diberikan batasan paling banyak 2 (dua) kali. |
22. | Pasal 50 | Diubah : Ayat (4) huruf b, Ayat (7) huruf b |
(1) Pelaksanaan pemilihan melalui Tender/Seleksi meliputi: a. Pelaksanaan Kualifikasi; b. Pengumuman dan/atau Undangan; c. Pendaftaran dan Pengambilan Dokumen Pemilihan; d. Pemberian Penjelasan; e. Penyampaian Dokumen Penawaran; f. Evaluasi Dokumen Penawaran; g. Penetapan dan Pengumuman Pemenang; dan h. Sanggah. (2) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk pelaksanaan pemilihan Pekerjaan Konstruksi ditambahkan tahapan Sanggah Banding. (3) Pelaksanaan pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk Seleksi Jasa Konsultansi dilakukan klarifikasi dan negosiasi terhadap penawaran teknis dan biaya setelah masa sanggah selesai. (4) Pelaksanaan pemilihan melalui Tender Cepat dengan ketentuan sebagai berikut: a. peserta telah terkualifikasi dalam Sistem Informasi Kinerja Penyedia; b. peserta hanya memasukan penawaran harga; | (1) Pelaksanaan pemilihan melalui Tender/Seleksi meliputi: a. Pelaksanaan Kualifikasi; b. Pengumuman dan/atau Undangan; c. Pendaftaran dan Pengambilan Dokumen Pemilihan; d. Pemberian Penjelasan; e. Penyampaian Dokumen Penawaran; f. Evaluasi Dokumen Penawaran; g. Penetapan dan Pengumuman Pemenang; dan h. Sanggah. (2) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk pelaksanaan pemilihan Pekerjaan Konstruksi ditambahkan tahapan Sanggah Banding. (3) Pelaksanaan pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk Seleksi Jasa Konsultansi dilakukan klarifikasi dan negosiasi terhadap penawaran teknis dan biaya setelah masa sanggah selesai. (4) Pelaksanaan pemilihan melalui Tender Cepat dengan ketentuan sebagai berikut: a. peserta telah terkualifikasi dalam Sistem Informasi Kinerja Penyedia; b. peserta menyampaikan penawaran harga; |
NO | PASAL AWAL | PASAL PERUBAHAN |
| c. evaluasi penawaran harga dilakukan melalui aplikasi; dan d. penetapan pemenang berdasarkan harga penawaran terendah. (5) Pelaksanaan E-purchasing wajib dilakukan untuk barang/jasa yang menyangkut pemenuhan kebutuhan nasional dan/atau strategis yang ditetapkan oleh menteri, kepala lembaga, atau kepala daerah. (6) Pelaksanaan Penunjukan Langsung dilakukan dengan mengundang 1 (satu) Pelaku Usaha yang dipilih, dengan disertai negosiasi teknis maupun harga. (7) Pelaksanaan Pengadaan Langsung dilakukan sebagai berikut: a. pembelian/pembayaran langsung kepada Penyedia untuk Pengadaan Barang/Jasa Lainnya yang menggunakan bukti pembelian atau kuitansi; atau b. permintaan penawaran yang disertai dengan klarifikasi serta negosiasi teknis dan harga kepada Pelaku Usaha untuk Pengadaan Langsung yang menggunakan SPK. (8) Pemilihan dapat segera dilaksanakan setelah RUP diumumkan. (9) Untuk barang/jasa yang kontraknya harus ditandatangani pada awal tahun, pemilihan dapat dilaksanakan setelah: a. penetapan Pagu Anggaran K/L; atau b. persetujuan RKA Perangkat Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (10) Pelaksanaan pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilakukan setelah RUP diumumkan terlebih dahulu melalui aplikasi SIRUP. (11) Penawaran harga dapat dilakukan dengan metode penawaran harga secara berulang (E-reverse Auction ). | c. evaluasi penawaran harga dilakukan melalui aplikasi; dan d. penetapan pemenang berdasarkan harga penawaran terendah. (5) Pelaksanaan E-purchasing wajib dilakukan untuk barang/jasa yang menyangkut pemenuhan kebutuhan nasional dan/atau strategis yang ditetapkan oleh menteri, kepala lembaga, atau kepala daerah. (6) Pelaksanaan Penunjukan Langsung dilakukan dengan mengundang 1 (satu) Pelaku Usaha yang dipilih, dengan disertai negosiasi teknis maupun harga. (7) Pelaksanaan Pengadaan Langsung dilakukan sebagai berikut: a. pembelian/pembayaran langsung kepada Penyedia untuk Pengadaan Barang/Jasa Lainnya yang menggunakan bukti pembelian atau kuitansi; atau b. permintaan penawaran yang disertai dengan klarifikasi serta negosiasi teknis dan harga kepada Pelaku Usaha untuk Pengadaan Langsung yang menggunakan surat perintah kerja. (8) Pemilihan dapat segera dilaksanakan setelah RUP diumumkan. (9) Untuk barang/jasa yang kontraknya harus ditandatangani pada awal tahun, pemilihan dapat dilaksanakan setelah: a. penetapan Pagu Anggaran K/L; atau b. persetujuan RKA Perangkat Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (10) Pelaksanaan pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilakukan setelah RUP diumumkan terlebih dahulu melalui aplikasi SIRUP. (11) Penawaran harga dapat dilakukan dengan metode penawaran harga secara berulang (E-reverse Auction ). |
NO | PASAL AWAL | PASAL PERUBAHAN |
23. | Pasal 51 | Diubah : Keseluruhan Pasal |
(1) Prakualifikasi gagal dalam hal: a. setelah pemberian waktu perpanjangan, tidak ada peserta yang menyampaikan dokumen kualifikasi; atau b. jumlah peserta yang lulus prakualifikasi kurang dari 3 (tiga) peserta. (2) Tender/Seleksi gagal dalam hal: a. terdapat kesalahan dalam proses evaluasi; b. tidak ada peserta yang menyampaikan dokumen penawaran setelah ada pemberian waktu perpanjangan; c. tidak ada peserta yang lulus evaluasi penawaran; d. ditemukan kesalahan dalam Dokumen Pemilihan atau tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden ini; e. seluruh peserta terlibat Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN); f. seluruh peserta terlibat persaingan usaha tidak sehat; g. seluruh penawaran harga Tender Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya di atas HPS; h. negosiasi biaya pada Seleksi tidak tercapai; dan/atau i. KKN melibatkan Pokja Pemilihan/PPK. | (1) Prakualifikasi gagal dalam hal: a. setelah pemberian waktu perpanjangan, tidak ada peserta yang menyampaikan dokumen kualifikasi; atau b. jumlah peserta yang lulus prakualifikasi kurang dari 3 (tiga) peserta. (2) Tender/Seleksi gagal dalam hal: a. terdapat kesalahan dalam proses evaluasi; b. tidak ada peserta yang menyampaikan dokumen penawaran setelah ada pemberian waktu perpanjangan; c. tidak ada peserta yang lulus evaluasi penawaran; d. ditemukan kesalahan dalam Dokumen Pemilihan atau tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden ini; e. seluruh peserta terlibat korupsi, kolusi, dan/atau nepotisme; f. seluruh peserta terlibat persaingan usaha tidak sehat; g. seluruh penawaran harga Tender Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya di atas HPS; h. negosiasi biaya pada Seleksi tidak tercapai; dan/atau i. korupsi, kolusi, dan/atau nepotisme melibatkan Pokja Pemilihan/PPK. (3) Tender Cepat gagal dalam hal: a. tidak ada peserta atau hanya 1 (satu) peserta yang menyampaikan dokumen penawaran setelah ada pemberian waktu perpanjangan; b. pemenang atau pemenang cadangan tidak ada yang menghadiri verifikasi data kualifikasi; c. ditemukan kesalahan dalam Dokumen Pemilihan atau tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden ini; d. seluruh peserta terlibat korupsi, kolusi, dan/atau nepotisme; e. seluruh peserta terlibat persaingan usaha tidak sehat; dan/atau f. korupsi, kolusi, dan/atau nepotisme melibatkan Pokja Pemilihan/PPK. |
NO | PASAL AWAL | PASAL PERUBAHAN |
| (3) Prakualifikasi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Tender/Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf h dinyatakan oleh Pokja Pemilihan. (4) Tender/Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf i dinyatakan oleh PA/KPA. (5) Tindak lanjut dari prakualifikasi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pokja Pemilihan segera melakukan prakualifikasi ulang dengan ketentuan: a. setelah prakualifikasi ulang jumlah peserta yang lulus 2 (dua) peserta, proses Tender/Seleksi dilanjutkan; atau b. setelah prakualifikasi ulang jumlah peserta yang lulus 1 (satu) peserta, dilanjutkan dengan proses Penunjukan Langsung. (6) Tindak lanjut dari Tender/Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pokja Pemilihan segera melakukan: a. evaluasi penawaran ulang; b. penyampaian penawaran ulang; atau c. Tender/Seleksi ulang. (7) Evaluasi penawaran ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a, dilakukan dalam hal ditemukan kesalahan evaluasi penawaran. (8) Penyampaian penawaran ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b dilakukan untuk Tender/Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dan huruf h. (9) Tender/Seleksi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf c, dilakukan untuk Tender/Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf c, huruf e, huruf f, huruf g, dan huruf i. (10) Dalam hal Tender/Seleksi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (9) gagal, Pokja Pemilihan dengan persetujuan PA/KPA melakukan Penunjukan Langsung dengan kriteria: a. kebutuhan tidak dapat ditunda; dan b. tidak cukup waktu untuk melaksanakan Tender/Seleksi. | (4) Prakualifikasi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Tender/Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf h dinyatakan oleh Pokja Pemilihan. (5) Tender/Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf i dinyatakan oleh PA/KPA. (6) Tindak lanjut dari prakualifikasi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pokja Pemilihan segera melakukan prakualifikasi ulang dengan ketentuan: a. setelah prakualifikasi ulang jumlah peserta yang lulus 2 (dua) peserta, proses Tender/Seleksi dilanjutkan; atau b. setelah prakualifikasi ulang jumlah peserta yang lulus 1 (satu) peserta, dilanjutkan dengan proses Penunjukan Langsung. (7) Tindak lanjut dari Tender/Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pokja Pemilihan segera melakukan: a. evaluasi ulang; atau b. Tender/Seleksi ulang. (8) Evaluasi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a, dilakukan dalam hal ditemukan kesalahan evaluasi penawaran. (9) Tender/Seleksi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b, dilakukan untuk Tender/Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b sampai dengan huruf i. (10) Dalam hal Tender/Seleksi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (9) gagal, Pokja Pemilihan dengan persetujuan PA/KPA melakukan Penunjukan Langsung dengan kriteria: a. kebutuhan tidak dapat ditunda; dan b. tidak cukup waktu untuk melaksanakan Tender/Seleksi. (11) Tindak lanjut dari Tender Cepat gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pokja Pemilihan melakukan reviu penyebab kegagalan Tender Cepat dan melakukan Tender Cepat kembali atau mengganti metode pemilihan lain sebagaimana diatur dalam Pasal 38 ayat (1). |
NO | PASAL AWAL | PASAL PERUBAHAN |
24. | Pasal 58 | Diubah : Keseluruhan Pasal |
(1) PPK menyerahkan barang/jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 kepada PA/KPA. (2) PA/KPA meminta PjPHP/PPHP untuk melakukan pemeriksaan administratif terhadap barang/jasa yang akan diserahterimakan. (3) Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam Berita Acara. | (1) PPK menyerahkan barang/jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 kepada PA/KPA. (2) Serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara. | |
25. | Pasal 61 | Diubah : Ayat (1), (2), (3) – Disisipkan : Ayat (2a) |
(1) Dikecualikan dari ketentuan dalam Peraturan Presiden ini adalah: a. Pengadaan Barang/Jasa pada Badan Layanan Umum; b. Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan berdasarkan tarif yang dipublikasikan secara luas kepada masyarakat; c. Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan sesuai dengan praktik bisnis yang sudah mapan; dan/atau d. Pengadaan Barang/Jasa yang diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. (2) Pengadaan Barang/Jasa pada Badan Layanan Umum diatur tersendiri dengan peraturan pimpinan Badan Layanan Umum. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengecualian dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, ayat (1) huruf c, dan ayat (1) huruf d diatur dengan Peraturan Kepala Lembaga. | (1) Dikecualikan dari ketentuan dalam Peraturan Presiden ini adalah: a. Pengadaan Barang/Jasa pada Badan Layanan Umum/Badan Layanan Umum Daerah; b. Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan berdasarkan tarif yang dipublikasikan secara luas kepada masyarakat; c. Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan sesuai dengan praktik bisnis yang sudah mapan; dan/atau d. Pengadaan Barang/Jasa yang diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. (2) Pengadaan Barang/Jasa pada Badan Layanan Umum/Badan Layanan Umum Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diatur tersendiri dengan peraturan pimpinan Badan Layanan Umum/Badan Layanan Umum Daerah. (2a) Dalam hal Badan Layanan Umum dan Badan Layanan Umum Daerah belum memiliki peraturan pengadaan barang/jasa tersendiri, pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa pada Badan Layanan Umum dan Badan Layanan Umum Daerah berpedoman pada Peraturan Presiden ini. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengecualian dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Lembaga. |
NO | PASAL AWAL | PASAL PERUBAHAN |
26. | Pasal 65 | Diubah : Keseluruhan Pasal |
(1) Usaha kecil terdiri atas Usaha Mikro dan Usaha Kecil. (2) Dalam Pengadaan Barang/Jasa, PA/KPA memperluas peran serta usaha kecil. (3) Pemaketan dilakukan dengan menetapkan sebanyak-banyaknya paket untuk usaha kecil tanpa mengabaikan prinsip efisiensi, persaingan usaha yang sehat, kesatuan sistem, dan kualitas kemampuan teknis. (4) Nilai paket Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah), dicadangkan dan peruntukannya bagi usaha kecil, kecuali untuk paket pekerjaan yang menuntut kemampuan teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh usaha kecil. (5) LKPP dan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah memperluas peran serta usaha kecil dengan mencantumkan barang/jasa produksi usaha kecil dalam katalog elektronik. (6) Penyedia usaha non-kecil yang melaksanakan pekerjaan dapat melakukan kerja sama usaha dengan usaha kecil dalam bentuk kemitraan, subkontrak, atau bentuk kerja sama lainnya, jika ada usaha kecil yang memiliki kemampuan di bidang yang bersangkutan. | (1) Usaha kecil terdiri atas Usaha Mikro dan Usaha Kecil. (2) Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah wajib menggunakan produk usaha kecil serta koperasi dari hasil produksi dalam negeri. (3) Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib mengalokasikan paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari nilai anggaran belanja barang/jasa Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah. (4) Paket pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai Pagu Anggaran sampai dengan Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah) diperuntukan bagi usaha kecil dan/atau koperasi. (5) Nilai Pagu Anggaran pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikecualikan untuk paket pekerjaan yang menuntut kemampuan teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh usaha kecil dan koperasi. (6) Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koperasi dan usaha kecil dan Pemerintah Daerah memperluas peran serta usaha kecil dan koperasi dengan mencantumkan barang/jasa produksi usaha kecil dalam katalog elektronik. (7) Penyedia usaha nonkecil atau koperasi yang melaksanakan pekerjaan melakukan kerja sama usaha dengan usaha kecil dan/atau koperasi dalam bentuk kemitraan, subkontrak, atau bentuk kerja sama lainnya, jika ada usaha kecil atau koperasi yang memiliki kemampuan di bidang yang bersangkutan. (8) Kerja sama dengan usaha kecil dan/atau koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dicantumkan dalam Dokumen Pemilihan. |
NO | PASAL AWAL | PASAL PERUBAHAN |
27. | Pasal 66 | Diubah : Ayat (2), (3), (4) – Disisipkan : (3a) |
(1) Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah wajib menggunakan produk dalam negeri, termasuk rancang bangun dan perekayasaan nasional. (2) Kewajiban penggunaan produk dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan jika terdapat peserta yang menawarkan barang/jasa dengan nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) ditambah nilai Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) paling rendah 40% (empat puluh persen). (3) Perhitungan TKDN dan BMP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dicantumkan dalam RUP, spesifikasi teknis/KAK, dan Dokumen Pemilihan. (5) Pengadaan barang impor dapat dilakukan, dalam hal: a. barang tersebut belum dapat diproduksi di dalam negeri; atau b. volume produksi dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan. (6) LKPP dan/atau Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah memperbanyak pencantuman produk dalam negeri dalam katalog elektronik. | (1) Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah wajib menggunakan produk dalam negeri, termasuk rancang bangun dan perekayasaan nasional. (2) Kewajiban penggunaan produk dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila terdapat produk dalam negeri yang memiliki penjumlahan nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) ditambah nilai Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) paling sedikit 40% (empat puluh persen). (3) Nilai TKDN dan BMP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengacu pada daftar inventarisasi barang/jasa produksi dalam negeri yang diterbitkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian. (3a) Kewajiban penggunaan produk dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan pada tahap Perencanaan Pengadaan, Persiapan Pengadaan, atau Pemilihan Penyedia. (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3a) dicantumkan dalam RUP, spesifikasi teknis/KAK, dan Dokumen Pemilihan. (5) Pengadaan barang impor dapat dilakukan, dalam hal: a. barang tersebut belum dapat diproduksi di dalam negeri; atau b. volume produksi dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan. (6) LKPP dan/atau Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah memperbanyak pencantuman produk dalam negeri dalam katalog elektronik. |
NO | PASAL AWAL | PASAL PERUBAHAN |
28. | Pasal 67 | Diubah : Keseluruhan Pasal |
(1) Preferensi harga merupakan insentif bagi produk dalam negeri pada pemilihan Penyedia berupa kelebihan harga yang dapat diterima. (2) Preferensi harga diberlakukan untuk Pengadaan Barang/Jasa yang bernilai paling sedikit di atas Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah. (3) Preferensi harga diberikan terhadap barang/jasa yang memiliki TKDN paling rendah 25% (dua puluh lima persen). (4) Preferensi harga untuk barang/jasa paling tinggi 25% (dua puluh lima persen). (5) Preferensi harga untuk Pekerjaan Konstruksi yang dikerjakan oleh badan usaha nasional paling tinggi 7,5% (tujuh koma lima persen) di atas harga penawaran terendah dari badan usaha asing. (6) Preferensi harga diperhitungkan dalam evaluasi harga penawaran yang telah memenuhi persyaratan administrasi dan teknis. (7) Penetapan pemenang berdasarkan urutan harga terendah Hasil Evaluasi Akhir (HEA). (8) HEA dihitung dengan rumus HEA=(1-KP)×HP dengan: KP = TKDN × preferensi tertinggi KP adalah Koefisien Preferensi HP adalah Harga Penawaran setelah koreksi aritmatik. (9) Dalam hal terdapat 2 (dua) atau lebih penawaran dengan HEA terendah yang sama, penawar dengan TKDN lebih besar ditetapkan sebagai pemenang. | (1) Preferensi harga merupakan insentif bagi barang/jasa dalam negeri pada pemilihan Penyedia berupa kelebihan harga yang dapat diterima. (2) Preferensi harga diberlakukan untuk Pengadaan Barang/Jasa dengan nilai HPS paling sedikit di atas Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (3) Preferensi harga diberikan pada pengadaan Barang dengan ketentuan sebagai berikut: a. diberikan terhadap barang yang memiliki TKDN paling rendah 25% (dua puluh lima persen); b. diberikan paling tinggi 25% (dua puluh lima persen); c. diperhitungkan dalam evaluasi harga penawaran yang telah memenuhi persyaratan administrasi dan teknis; d. Penetapan pemenang berdasarkan urutan harga terendah Hasil Evaluasi Akhir (HEA); e. HEA dihitung dengan rumus HEA=(1-KP)×HP dengan: KP = TKDN × preferensi tertinggi KP adalah Koefisien Preferensi HP adalah Harga Penawaran setelah koreksi aritmatik; dan f. Dalam hal terdapat 2 (dua) atau lebih penawaran dengan HEA terendah yang sama, penawar dengan TKDN lebih besar ditetapkan sebagai pemenang. (4) Untuk Pekerjaan Konstruksi pada metode pemilihan Tender Internasional, preferensi harga diberikan paling tinggi 7,5% (tujuh koma lima persen) kepada badan usaha nasional di atas harga penawaran terendah dari badan usaha asing. |
NO | PASAL AWAL | PASAL PERUBAHAN |
29. | Pasal 72 | Diubah : Ayat (2), (3), (5) – Dihapus : Ayat (4) |
(1) Katalog elektronik dapat berupa katalog elektronik nasional, katalog elektronik sektoral, dan katalog elektronik lokal. (2) Katalog elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat informasi berupa daftar, jenis, spesifikasi teknis, TKDN, produk dalam negeri, produk SNI, produk industri hijau, negara asal, harga, Penyedia, dan informasi lainnya terkait barang/jasa. (3) Pemilihan produk yang dicantumkan dalam katalog elektronik dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah atau LKPP. (4) Pemilihan produk katalog elektronik dilakukan dengan metode: a. Tender; atau b. Negosiasi. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan katalog elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala LKPP. | (1) Katalog elektronik dapat berupa katalog elektronik nasional, katalog elektronik sektoral, dan katalog elektronik lokal. (2) Katalog elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat informasi berupa daftar, jenis, spesifikasi teknis, TKDN, produk dalam negeri, produk SNI, produk ramah lingkungan hidup, negara asal, harga, Penyedia, dan informasi lainnya terkait barang/jasa. (3) Pengelolaan katalog elektronik dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah atau LKPP. (4) Dihapus. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan katalog elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Lembaga. | |
30. | Pasal 72A | Disisipkan : Keseluruhan Pasal |
| (1) Barang/jasa yang ditransaksikan melalui Toko Daring memiliki kriteria: a. standar atau dapat distandarkan; b. memiliki sifat risiko rendah; c. harga sudah terbentuk di pasar. (2) Barang/jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditayangkan pada Katalog Elektronik. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Toko Daring diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga. |
NO | PASAL AWAL | PASAL PERUBAHAN |
31. | Pasal 74 | Diubah : Keseluruhan Pasal |
(1) Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa terdiri atas: a. Pengelola Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah; b. Aparatur Sipil Negara/Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia di lingkungan Kementerian Pertahanan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan/atau c. personel selain yang dimaksud pada huruf a dan huruf b. (2) Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (1) huruf c memiliki kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa. (3) Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkedudukan di UKPBJ. (4) Atas dasar pertimbangan besaran beban pekerjaan atau rentang kendali organisasi, Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bertindak sebagai PPK, Pejabat Pengadaan, PjPHP/PPHP dapat berkedudukan di luar UKPBJ. | (1) Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa terdiri atas: a. Sumber Daya Pengelola Fungsi Pengadaan Barang/Jasa; b. Sumber Daya Perancang Kebijakan dan Sistem Pengadaan Barang/Jasa; dan c. Sumber Daya Pendukung Ekosistem Pengadaan Barang/Jasa. (2) Sumber Daya Pengelola Fungsi Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan sumber daya manusia yang melaksanakan fungsi pengadaan barang/jasa di lingkungan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah. (3) Sumber Daya Perancang Kebijakan dan Sistem Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan sumber daya manusia yang melaksanakan perancangan kebijakan dan sistem Pengadaan Barang/Jasa. (4) Sumber Daya Pendukung Ekosistem Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan sumber daya manusia yang terdiri dari berbagai keahlian tertentu dalam mendukung pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa. (5) Ketentuan mengenai Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan c berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. | |
32. | Pasal 74A | Disisipkan : Keseluruhan Pasal |
| (1) Sumber Daya Pengelola Fungsi Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf a di lingkungan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah, terdiri atas: a. Pengelola Pengadaan Barang/Jasa; dan b. Personel Lainnya. |
NO | PASAL AWAL | PASAL PERUBAHAN |
| | (2) Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah wajib memiliki Pengelola Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sebagai Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan. (3) Pengelola Pengadaan Barang/Jasa dapat ditugaskan sebagai PPK, membantu tugas PA/KPA, melaksanakan persiapan pencantuman barang/jasa dalam katalog elektronik, dan ditugaskan sebagai Sumber Daya Pendukung Ekosistem Pengadaan Barang/Jasa. (4) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan untuk Kementerian/Lembaga dalam hal: a. nilai atau jumlah paket pengadaan di Kementerian/Lembaga tidak mencukupi untuk memenuhi pencapaian batas angka kredit minimum pertahun bagi Pengelola Pengadaan Barang/Jasa; atau b. Sumber Daya Pengelola Fungsi Pengadaan Barang/Jasa dilakukan oleh prajurit Tentara Nasional Indonesia atau anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. (5) Dalam hal pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pengelolaan pengadaan Barang/Jasa dilakukan oleh Personel Lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b. (6) Personel Lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib memiliki sertifikat kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa. (7) Dalam hal Personel Lainnya belum memiliki sertifikat kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (6) wajib memiliki sertifikat Pengadaan Barang/Jasa tingkat dasar/level-1. (8) Sumber Daya Pengelola Fungsi Pengadaan berkedudukan di UKPBJ. (9) Atas dasar pertimbangan kewenangan, Sumber Daya Pengelola Fungsi Pengadaan Barang/Jasa yang ditugaskan sebagai PPK dapat berkedudukan di luar UKPBJ. |
NO | PASAL AWAL | PASAL PERUBAHAN |
| Pasal 74B | Disisipkan : Keseluruhan Pasal |
| (1) Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah yang wajib memiliki Pengelola Pengadaan Barang/Jasa menyusun Rencana Aksi Pemenuhan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa. (2) Dalam hal jumlah Pengelola Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah belum mencukupi sesuai rencana aksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka: a. pelaksanaan tugas Pokja Pemilihan dilakukan dengan ketentuan: 1. Pokja Pemilihan untuk setiap paket pengadaan, wajib beranggotakan sekurang-kurangnya 1 (satu) Pengelola Pengadaan Barang/Jasa; dan 2. Anggota Pokja Pemilihan selain Pengelola Pengadaan Barang/Jasa dilaksanakan oleh Pegawai Negeri Sipil yang memiliki sertifikat kompetensi dan/atau sertifikat keahlian tingkat dasar/level-1 di bidang Pengadaan Barang/Jasa. b. pelaksanaan tugas Pejabat Pengadaan yang tidak dapat dilakukan oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa, dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang memiliki sertifikat kompetensi dan/atau sertifikat keahlian tingkat dasar/level-1 di bidang Pengadaan Barang/Jasa. (3) Dalam hal Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah belum memiliki Pengelola Pengadaan Barang/Jasa, sampai tersedianya Pengelola Pengadaan berdasarkan rencana aksi pemenuhan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaksanaan tugas Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan dilaksanakan oleh: a. Pegawai Negeri Sipil yang memiliki sertifikat kompetensi dan/atau sertifikat keahlian tingkat dasar/level-1 di bidang Pengadaan Barang/Jasa; dan/atau b. Agen Pengadaan. |
NO | PASAL AWAL | PASAL PERUBAHAN |
| | (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana aksi pemenuhan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga. |
33. | Pasal 75 | Diubah : Ayat (1) – Disisipkan : Ayat (3a) Ditambah : Ayat (5), (6), (7) |
(1) Menteri/kepala lembaga/kepala daerah membentuk UKPBJ memiliki tugas menyelenggarakan dukungan pengadaan barang/jasa pada Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah. (2) Dalam rangka pelaksanaan tugas UKPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1), UKPBJ memiliki fungsi: a. pengelolaan Pengadaan Barang/Jasa; b. pengelolaan layanan pengadaan secara elektronik; c. pembinaan Sumber Daya Manusia dan Kelembagaan Pengadaan Barang/Jasa; d. pelaksanaan pendampingan, konsultasi, dan/atau bimbingan teknis; dan e. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh menteri/kepala lembaga/kepala daerah. (3) UKPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk struktural dan ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Fungsi pengelolaan layanan pengadaan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dapat dilaksanakan oleh unit kerja terpisah. | (1) Menteri/kepala lembaga/kepala daerah membentuk UKPBJ yang memiliki tugas menyelenggarakan dukungan pengadaan barang/jasa pada Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah. (2) Dalam rangka pelaksanaan tugas UKPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1), UKPBJ memiliki fungsi: a. pengelolaan Pengadaan Barang/Jasa; b. pengelolaan layanan pengadaan secara elektronik; c. pembinaan Sumber Daya Manusia dan Kelembagaan Pengadaan Barang/Jasa; d. pelaksanaan pendampingan, konsultasi, dan/atau bimbingan teknis; dan e. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh menteri/kepala lembaga/kepala daerah. (3) UKPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk struktural dan ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3a) Kepala UKPBJ wajib memenuhi standar kompetensi jabatan yang mencakup kompetensi teknis di bidang Pengadaan Barang/Jasa. (4) Fungsi pengelolaan layanan pengadaan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dapat dilaksanakan oleh unit kerja terpisah. (5) Pembentukan UKPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi Lembaga yang tidak memenuhi kriteria untuk membentuk UKPBJ. |
NO | PASAL AWAL | PASAL PERUBAHAN |
| | (6) UKPBJ Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah melaksanakan peningkatan kapabilitas UKPBJ melalui model kematangan UKPBJ untuk menuju pusat keunggulan Pengadaan Barang/Jasa. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai Lembaga yang tidak memenuhi kriteria untuk membentuk UKPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan pelaksanaan peningkatan kapabilitas UKPBJ melalui model kematangan UKPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga. |
NO | PASAL AWAL | PASAL PERUBAHAN |
34. | Pasal 78 | Diubah : Keseluruhan Pasal |
(1) Perbuatan atau tindakan peserta pemilihan yang dikenakan sanksi dalam pelaksanaan pemilihan Penyedia adalah: a. menyampaikan dokumen atau keterangan palsu/tidak benar untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Dokumen Pemilihan; b. terindikasi melakukan persekongkolan dengan peserta lain untuk mengatur harga penawaran; c. terindikasi melakukan KKN dalam pemilihan Penyedia; atau d. mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan/Agen Pengadaan. (2) Perbuatan atau tindakan pemenang pemilihan yang telah menerima SPPBJ yang dapat dikenakan sanksi adalah pemenang pemilihan mengundurkan diri sebelum penandatanganan Kontrak. (3) Perbuatan atau tindakan Penyedia yang dikenakan sanksi adalah: a. tidak melaksanakan Kontrak, tidak menyelesaikan pekerjaan, atau tidak melaksanakan kewajiban dalam masa pemeliharaan; b. menyebabkan kegagalan bangunan; c. menyerahkan Jaminan yang tidak dapat dicairkan; d. melakukan kesalahan dalam perhitungan volume hasil pekerjaan berdasarkan hasil audit; e. menyerahkan barang/jasa yang kualitasnya tidak sesuai dengan Kontrak berdasarkan hasil audit; atau f. terlambat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan Kontrak. (4) Perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dikenakan: a. sanksi digugurkan dalam pemilihan; | (1) Dalam hal peserta pemilihan: a. menyampaikan dokumen atau keterangan palsu/tidak benar untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Dokumen Pemilihan; b. terindikasi melakukan persekongkolan dengan peserta lain untuk mengatur harga penawaran; c. terindikasi melakukan korupsi, kolusi, dan/atau nepotisme dalam pemilihan Penyedia; atau d. mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan/Agen Pengadaan, peserta pemilihan dikenai sanksi administratif. (2) Dalam hal pemenang pemilihan mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat diterima sebelum penandatanganan Kontrak, pemenang pemilihan dikenai sanksi administratif. (3) Dalam hal Penyedia: a. tidak melaksanakan Kontrak, tidak menyelesaikan pekerjaan, atau tidak melaksanakan kewajiban dalam masa pemeliharaan; b. menyebabkan kegagalan bangunan; c. menyerahkan Jaminan yang tidak dapat dicairkan; d. melakukan kesalahan dalam perhitungan jumlah/volume hasil pekerjaan berdasarkan hasil audit; e. menyerahkan barang/jasa yang kualitasnya tidak sesuai dengan Kontrak berdasarkan hasil audit; atau f. terlambat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan Kontrak, Penyedia dikenai sanksi administratif. (4) Perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dikenakan sanksi administratif berupa: a. sanksi digugurkan dalam pemilihan; |
NO | PASAL AWAL | PASAL PERUBAHAN |
| b. sanksi pencairan jaminan; c. Sanksi Daftar Hitam; d. sanksi ganti kerugian; dan/atau e. sanksi denda. (5) Pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada: a. ayat (1) huruf a sampai dengan huruf c dikenakan sanksi digugurkan dalam pemilihan, sanksi pencairan Jaminan Penawaran, dan Sanksi Daftar Hitam selama 2 (dua) tahun; b. ayat (1) huruf d dikenakan sanksi pencairan Jaminan Penawaran dan Sanksi Daftar Hitam selama 1 (satu) tahun; c. ayat (2) dikenakan sanksi pencairan Jaminan Penawaran dan Sanksi Daftar Hitam selama 1 (satu) tahun; d. ayat (3) huruf a dikenakan sanksi pencairan Jaminan Pelaksanaan atau sanksi pencairan Jaminan Pemeliharaan, dan Sanksi Daftar Hitam selama 1 (satu) tahun; e. ayat (3) huruf b sampai dengan huruf e dikenakan sanksi ganti kerugian sebesar nilai kerugian yang ditimbulkan; atau f. ayat (3) huruf f dikenakan sanksi denda keterlambatan. | b. sanksi pencairan jaminan; c. Sanksi Daftar Hitam; d. sanksi ganti kerugian; dan/atau e. sanksi denda. (5) Pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada: a. ayat (1) huruf a sampai dengan huruf c dikenakan sanksi digugurkan dalam pemilihan, sanksi pencairan Jaminan Penawaran, dan Sanksi Daftar Hitam selama 2 (dua) tahun; b. ayat (1) huruf d dikenakan sanksi pencairan Jaminan Penawaran dan Sanksi Daftar Hitam selama 1 (satu) tahun; c. ayat (2) dikenakan sanksi pencairan Jaminan Penawaran dan Sanksi Daftar Hitam selama 1 (satu) tahun; d. ayat (3) huruf a dikenakan sanksi pencairan Jaminan Pelaksanaan atau sanksi pencairan Jaminan Pemeliharaan, dan Sanksi Daftar Hitam selama 1 (satu) tahun; e. ayat (3) huruf b sampai dengan huruf e dikenakan sanksi ganti kerugian sebesar nilai kerugian yang ditimbulkan; atau f. ayat (3) huruf f dikenakan sanksi denda keterlambatan. |
35. | Pasal 80 | Diubah : Ayat (1) huruf c, huruf e |
(1) Perbuatan atau tindakan peserta pemilihan yang dikenakan sanksi dalam proses katalog berupa : a. menyampaikan dokumen atau keterangan palsu/tidak benar untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Dokumen Pemilihan; b. terindikasi melakukan persekongkolan dengan peserta lain untuk mengatur harga penawaran; c. terindikasi melakukan KKN dalam pemilihan Penyedia; | (1) Perbuatan atau tindakan peserta pemilihan yang dikenakan sanksi dalam proses katalog berupa : a. menyampaikan dokumen atau keterangan palsu/tidak benar untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Dokumen Pemilihan; b. terindikasi melakukan persekongkolan dengan peserta lain untuk mengatur harga penawaran; c. terindikasi melakukan korupsi, kolusi, dan/atau nepotisme dalam pemilihan Penyedia; |
NO | PASAL AWAL | PASAL PERUBAHAN |
| d. mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat diterima Pokja Pemilihan/Agen Pengadaan; atau e. mengundurkan diri atau tidak menandatangani kontrak katalog. (2) Perbuatan atau tindakan Penyedia yang dikenakan sanksi dalam proses E- purchasing berupa tidak memenuhi kewajiban dalam kontrak pada katalog elektronik atau surat pesanan. (3) Perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikenakan: a. sanksi digugurkan dalam pemilihan; b. Sanksi Daftar Hitam; c. sanksi penghentian sementara dalam sistem transaksi E-purchasing; dan/atau d. sanksi penurunan pencantuman Penyedia dari katalog elektronik. (4) Pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada: a. ayat (1) huruf a sampai dengan huruf c dikenakan sanksi digugurkan dalam pemilihan dan Sanksi Daftar Hitam selama 2 (dua) tahun; b. ayat (1) huruf d dan huruf e dikenakan Sanksi Daftar Hitam selama 1 (satu) tahun; c. ayat (2) atas pelanggaran surat pesanan dikenakan sanksi penghentian sementara dalam sistem transaksi E-purchasing selama 6 (enam) bulan; atau d. ayat (2) atas pelanggaran kontrak pada katalog elektronik dikenakan sanksi penurunan pencantuman Penyedia dari katalog elektronik selama 1 (satu) tahun. (5) Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah atas usulan Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen Pengadaan dan/atau PPK. | d. mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat diterima Pokja Pemilihan/Agen Pengadaan; atau e. tidak menandatangani kontrak katalog. (2) Perbuatan atau tindakan Penyedia yang dikenakan sanksi dalam proses E-purchasing berupa tidak memenuhi kewajiban dalam kontrak pada katalog elektronik atau surat pesanan. (3) Perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikenakan: a. sanksi digugurkan dalam pemilihan; b. Sanksi Daftar Hitam; c. sanksi penghentian sementara dalam sistem transaksi E-purchasing ; dan/atau d. sanksi penurunan pencantuman Penyedia dari katalog elektronik. (4) Pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada: a. ayat (1) huruf a sampai dengan huruf c dikenakan sanksi digugurkan dalam pemilihan dan Sanksi Daftar Hitam selama 2 (dua) tahun; b. ayat (1) huruf d dan huruf e dikenakan Sanksi Daftar Hitam selama 1 (satu) tahun; c. ayat (2) atas pelanggaran surat pesanan dikenakan sanksi penghentian sementara dalam sistem transaksi E-purchasing selama 6 (enam) bulan; atau d. ayat (2) atas pelanggaran kontrak pada katalog elektronik dikenakan sanksi penurunan pencantuman Penyedia dari katalog elektronik selama 1 (satu) tahun. (5) Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah atas usulan Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen Pengadaan dan/atau PPK. |
NO | PASAL AWAL | PASAL PERUBAHAN |
36. | Pasal 82 | Diubah : Ayat (1), (3) |
(1) Sanksi administratif dikenakan kepada PA/KPA/PPK/Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan/PjPHP/PPHP yang lalai melakukan suatu perbuatan yang menjadi kewajibannya. (2) Pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian/pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Sanksi hukuman disiplin ringan, sedang, atau berat dikenakan kepada PA/KPA/PPK/Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan/PjPHP/PPHP yang terbukti melanggar pakta integritas berdasarkan putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Peradilan Umum, atau Peradilan Tata Usaha Negara. | (1) Sanksi administratif dikenakan kepada PA/KPA/PPK/Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan yang lalai melakukan suatu perbuatan yang menjadi kewajibannya. (2) Pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian/pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Sanksi hukuman disiplin ringan, sedang, atau berat dikenakan kepada PA/KPA/PPK/Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan yang terbukti melanggar pakta integritas berdasarkan putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Peradilan Umum, atau Peradilan Tata Usaha Negara. | |
37. | Pasal 83 | Diubah : Ayat 1 |
(1) PA/KPA menyampaikan identitas peserta pemilihan/Penyedia yang dikenakan Sanksi Daftar Hitam kepada unit kerja yang melaksanakan fungsi layanan pengadaan secara elektronik, untuk ditayangkan dalam Daftar Hitam Nasional. (2) LKPP menyelenggarakan Daftar Hitam Nasional. | (1) PA/KPA menayangkan informasi peserta pemilihan/Penyedia yang dikenakan Sanksi Daftar Hitam dalam Daftar Hitam Nasional. (2) LKPP menyelenggarakan Daftar Hitam Nasional. |
NO | PASAL AWAL | PASAL PERUBAHAN |
38. | Pasal 85 | Diubah : Keseluruhan Pasal |
(1) Penyelesaian sengketa kontrak antara PPK dan Penyedia dalam pelaksanaan Kontrak dapat dilakukan melalui layanan penyelesaian sengketa kontrak, arbitrase, atau penyelesaian melalui pengadilan. (2) LKPP menyelenggarakan layanan penyelesaian sengketa kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1). | (1) Penyelesaian sengketa Kontrak antara PPK dan Penyedia dalam pelaksanaan Kontrak dapat dilakukan melalui: a. layanan penyelesaian sengketa Kontrak; b. arbitrase; c. Dewan Sengketa Konstruksi; atau d. penyelesaian melalui pengadilan. (2) Layanan penyelesaian sengketa Kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diselenggarakan oleh LKPP. (3) Ketentuan mengenai Dewan Sengketa Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat. |
NO | PASAL AWAL | PASAL PERUBAHAN |
39. | Pasal II | |
| 1. Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, kewajiban memiliki sertifikat kompetensi untuk Personel Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74A ayat (6) dilaksanakan paling lambat 31 Desember 2023. 2. Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, fungsi pengelolaan layanan pengadaan secara elektronik yang dilaksanakan oleh unit kerja terpisah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (4) berlaku sampai dengan 31 Desember 2023. 3. Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, Pengadaan Pekerjaan Konstruksi/Pengadaan Jasa Konsultansi Konstruksi/Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi tetap dilaksanakan sesuai: a. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 14 Tahun 2020 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi Melalui Penyedia dan peraturan pelaksana; dan b. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 1 Tahun 2020 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi Rancang Bangun Melalui Penyedia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 25 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 1 Tahun 2020 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi Rancang Bangun Melalui Penyedia dan peraturan pelaksana, sampai diterbitkannya Peraturan Kepala Lembaga mengenai Pengadaan Pekerjaan Konstruksi/Pengadaan Jasa Konsultansi Konstruksi/Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi. 4. Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. |
Posting Komentar untuk "Matriks Perpres No 12 Tahun 2021 dan Poin Pentingnya"