Teori Belajar Piaget
Teori kognitif piagetian yang kemudian berkembang pula aliran konstruktivistik, menekankan bahwa belajar lebih banyak ditentukan karena adanya karsa individu. Penataan kondisi bukan sebagai penyebab terjadinya belajar sebagaimana yang dikemukakan oleh aliran behavioristik, tetapi sekedar memudahkan belajar.
Keaktifan siswa menjadi unsur yang amat penting dalam menentukan kesuksesan belajar. Aktivitas mandiri adalah jaminan untuk mencapai hasil belajar yang optimal.
Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis dalam bentuk perkembangan sistem syaraf. Makin bertambah umur seseorang, makin komplekslah susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya.
Kegiatan belajar terjadi seturut dengan pola tahap-tahap perkembangan tertentu dan umur seseorang. Ketika individu berkembang menuju kedewasaan, ia akan mengalami adaptasi biologis dengan lingkungannya yang akan menyebabkan adanya perubahan-perubahan kualitatif di dalam strtuktur kognitifnya.
Perolehan kecakapan intelektual akan berhubungan dengan proses mencari keseimbangan antara apa yang mereka rasakan dan ketahui pada satu sisi dengan apa yang mereka lihat suatu fenomena baru sebagai pengalaman atau persoalan. Untuk memperoleh keseimbangan dan ekuilibrasi, seseorang harus melakukan adaptasi dengan lingkungannya.
Proses adaptasi mempunyai dua bentuk dan terjadi secara imultan, yaitu asimilasi dan akomodasi. Melalui asimilasi siswa mengintegrasikan pengetahuan baru dari luar ke dalam struktur kognitif yang telah ada dalam dirinya. Sedangkan melalui akomodasi siswa memodifikasi struktur kognitif yang ada dalam dirinya dengan pengetahuan baru.
Adaptasi akan terjadi jika telah terdapat keseimbangan di dalam struktur kognitifnya. Perubahan struktur kognitif merupakan fungsi dari pengalaman, dan kedewasaan akan terjadi melalui tahap-tahap perkembangan tertentu.
Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif ini menjadi empat tahap, yaitu tahap sensori motor, tahap praoperasional, tahap operasional konkret, dan tahap operasional formal.
Teori konflik-sosiokognitif Piaget ini mampu berkembang luas dan merajai bidang psikologi dan pendidikan. Namun bila dicermati ada beberapa aspek dari teori Piaget yang dipandang dapat menimbulkan implikasi kontraproduktif pada kegiatan pembelajaran jika dilihat dari perspektif revolusi-sosiokultural saat ini (Supratiknya, 2002).
Dilihat dari locus of cognitive development psikogenesis. Artinya, pengetahuan berasal dari dalam diri individu. Dalam proses belajar, siswa berdiri terpisah dan berinteraksi dengan lingkungan sosial. Ia mengkonstruksi pengetahuannya lewat tindakan yang dilakukannya terhadap lingkungan sosial.
Pemahaman atau pengetahuan merupakan penciptaan makna pengetahuan baru yag btertolak dari interaksinya dengan lingkungan sosial. kemampuan menciptakan makna atau pengetahuan baru itu sendiri lebih ditentukan oleh kematangan biologis. Menurut Piaget, dalam fenomena belajar lingkungan sosial hanya berfungsi sekunder, sedangkan faktor utama yang menentukan terjadinya belajar tetap pada individu yang bersangkutan.
Daniel, Tweed dan Lehman (dalam Supratiknya, 2002, 27) mengatakan bahwa teori belajar semacam ini lebih mencerminkan ideologi individualisme dan gaya belajar Sokratik yang lazim dikaitkan dengan budaya Barat yang mengunggulkan "self-generated knowladge" atau "individualistic pursuit of truth" yang dipelopori oleh Socrates.
Di samping itu, dalam kegiatan belajar Piaget lebih mementingkan interaksi antara siswa dengan kelompoknya. Perkembangan kognitif akan terjadi dalam interaksi antara siswa dengan kelompok sebayanya dari pada dengan orang-orang yang lebih dewasa. Pembenaran terhadap teori Piaget ini jika diterapkan dalam kegiatan pendidikan dan pembelajaran akan kurang sesuai dengan perspektif revolusi-sosiokultural yang sedang diupayakan saat ini.
Referensi : Buku Belajar dan Pembelajaran (Dr. C. Asri Budiningsih)
Keaktifan siswa menjadi unsur yang amat penting dalam menentukan kesuksesan belajar. Aktivitas mandiri adalah jaminan untuk mencapai hasil belajar yang optimal.
Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis dalam bentuk perkembangan sistem syaraf. Makin bertambah umur seseorang, makin komplekslah susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya.
Kegiatan belajar terjadi seturut dengan pola tahap-tahap perkembangan tertentu dan umur seseorang. Ketika individu berkembang menuju kedewasaan, ia akan mengalami adaptasi biologis dengan lingkungannya yang akan menyebabkan adanya perubahan-perubahan kualitatif di dalam strtuktur kognitifnya.
Perolehan kecakapan intelektual akan berhubungan dengan proses mencari keseimbangan antara apa yang mereka rasakan dan ketahui pada satu sisi dengan apa yang mereka lihat suatu fenomena baru sebagai pengalaman atau persoalan. Untuk memperoleh keseimbangan dan ekuilibrasi, seseorang harus melakukan adaptasi dengan lingkungannya.
Proses adaptasi mempunyai dua bentuk dan terjadi secara imultan, yaitu asimilasi dan akomodasi. Melalui asimilasi siswa mengintegrasikan pengetahuan baru dari luar ke dalam struktur kognitif yang telah ada dalam dirinya. Sedangkan melalui akomodasi siswa memodifikasi struktur kognitif yang ada dalam dirinya dengan pengetahuan baru.
Adaptasi akan terjadi jika telah terdapat keseimbangan di dalam struktur kognitifnya. Perubahan struktur kognitif merupakan fungsi dari pengalaman, dan kedewasaan akan terjadi melalui tahap-tahap perkembangan tertentu.
Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif ini menjadi empat tahap, yaitu tahap sensori motor, tahap praoperasional, tahap operasional konkret, dan tahap operasional formal.
Teori konflik-sosiokognitif Piaget ini mampu berkembang luas dan merajai bidang psikologi dan pendidikan. Namun bila dicermati ada beberapa aspek dari teori Piaget yang dipandang dapat menimbulkan implikasi kontraproduktif pada kegiatan pembelajaran jika dilihat dari perspektif revolusi-sosiokultural saat ini (Supratiknya, 2002).
Dilihat dari locus of cognitive development psikogenesis. Artinya, pengetahuan berasal dari dalam diri individu. Dalam proses belajar, siswa berdiri terpisah dan berinteraksi dengan lingkungan sosial. Ia mengkonstruksi pengetahuannya lewat tindakan yang dilakukannya terhadap lingkungan sosial.
Pemahaman atau pengetahuan merupakan penciptaan makna pengetahuan baru yag btertolak dari interaksinya dengan lingkungan sosial. kemampuan menciptakan makna atau pengetahuan baru itu sendiri lebih ditentukan oleh kematangan biologis. Menurut Piaget, dalam fenomena belajar lingkungan sosial hanya berfungsi sekunder, sedangkan faktor utama yang menentukan terjadinya belajar tetap pada individu yang bersangkutan.
Daniel, Tweed dan Lehman (dalam Supratiknya, 2002, 27) mengatakan bahwa teori belajar semacam ini lebih mencerminkan ideologi individualisme dan gaya belajar Sokratik yang lazim dikaitkan dengan budaya Barat yang mengunggulkan "self-generated knowladge" atau "individualistic pursuit of truth" yang dipelopori oleh Socrates.
Di samping itu, dalam kegiatan belajar Piaget lebih mementingkan interaksi antara siswa dengan kelompoknya. Perkembangan kognitif akan terjadi dalam interaksi antara siswa dengan kelompok sebayanya dari pada dengan orang-orang yang lebih dewasa. Pembenaran terhadap teori Piaget ini jika diterapkan dalam kegiatan pendidikan dan pembelajaran akan kurang sesuai dengan perspektif revolusi-sosiokultural yang sedang diupayakan saat ini.
Referensi : Buku Belajar dan Pembelajaran (Dr. C. Asri Budiningsih)
Posting Komentar untuk "Teori Belajar Piaget"