Latar Belakang,Ciri,dan Contoh Demokrasi Liberal di Indonesia
Masa Demokrasi Liberal berlangsung 1950-1959. Pada kurun itu, Indonesia menganut sistem pemerintahan parlementer. Sistem parlementer adalah sistem pemerintahan yang parlemennya memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat perdana menteri dan parlemen pun dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu dengan cara mengeluarkan semacam mosi tidak percaya.
Periode Demokrasi Liberal ini sering disebut sebagai zaman pemerintahan partai-partai. Banyaknya partai dianggap sebagai salah satu kendala yang mengakibatkan kabinet atau pemerintahan tidak berusia panjang. Partai politik saling berebut pengaruh untuk memegang tampuk kekuasaan.
Hal tersebut berdampak pada terganggunya stabilitas nasional di berbagai bidang kehidupan, baik politik, sosial, budaya, maupun pertahanan dan keamanan.
Perlu diketahui bahwa sistem multi partai di Indonesia diawali dengan hadirnya Maklumat Pemerintahan tanggal 3 November 1945. Pemerintahan pada awal pendirian partai-partai politik menyatakan bahwa pembentukan partai-partai politik dan organisasi politik bertujuan untuk memperkuat perjuangan revolusi.
Hal ini seperti yang disebutkan dalam maklumat pemerintah yang garis besarnya dinyatakan bahwa :
- Untuk menjunjung asas demokrasi tidak dapat didirikan hanya satu partai
- Dianjurkan pembentukan partai-partai politik demi untuk mengukur kekuatan perjuangan kita
- Dengan adanya partai politik dan organisasi politik, bagi pemerintah mudah untuk minta tanggung jawab kepada pemimpin-pemimpin barisan perjuangan
Maklumat itu kemudian benar-benar memunculkan partai-partai baru. Dari sinilah bangsa Indonesia mulai mengubah sistem pemerintahan yang semula presidensial beralih ke parlementer. Sistem parlementer diawali dengan munculnya Kabinet Syahrir dengan Sutan Syahrir sebagai Perdana Menterinya.
Sutan Syahrir |
Pada era ini ada tujuh kabinet yang memegang pemerintahan, sehingga hampir setiap tahun terjadi pergantian kabinet. Jatuh bangunnya kabinet membuat program-program kabinet tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Kondisi inilah yang menyebabkan stabilitas nasional, baik di bidang politik, ekonomi, sosial dan keamanan terganggu. Presiden Soekarno bahkan menyindir bahwa "sangat gembira apabila para pemimpin partai berunding sesamanya dan memutuskan bersama untuk mengubur partai-partai".
Pernyataan Soekarno ini membuat hubungan dengan Hatta semakin renggang yang akhirnya dwi tunggal menjadi tanggal ketika Hatta mengundurkan diri sebagai wakil presiden. Perlu diketahui bahwa Soekarno dan Hatta merupakan pemimpin dengan dua tipe kepemimpinan yang berbeda. Soekarno merupakan pemimpin yang bertipe solidaritiy maker (pembuat persaudaraan/persatuan).
Soekarno berpendapat bahwa revolusi itu belum selesai, sehingga perlu membuat simbol-simbol untuk menyatukan rakyat dengan menjalan revolusi. Sedangkan Hatta merupakan pemimpin dengan tipe administrator. Hatta berpendapat bahwa revolusi itu sudah selesai. Karena itu harus segera dibangun negeri ini dengan mencari solusi agar pembangunan bisa berjalan dengan baik.
Pada era ini, Indonesia menjalankan pemilihan umum pertama yang diikuti oleh banyak partai politik. Pemilu 1955 merupakan tonggak demokrasi pertama di Indonesia. Pemilu ini dilaksanakan untuk memilih anggota Parlemen dan anggota Konstituante. Konstituante diberi tugas untuk membentuk UUD baru menggantikan UUD sementara. Sayangnya beban tugas yang diemban oleh Konstituante tidak dapat diselesaikan.
Kondisi ini menambah kisruh situasi politik pada masa itu sehingga mendorong Presiden Soekarno untuk mengeluarkan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959. Dekrit tersebut membawa Indonesia mengakhiri masa demokrasi liberal dengan sistem parlementernya dan mamasuki masa Demokrasi Terpimpin.
Posting Komentar untuk "Latar Belakang,Ciri,dan Contoh Demokrasi Liberal di Indonesia"